Apa ya? Aku jarang nonton. Biasa nonton alasannya cuma 2: diajak atau aku tau aktor/cerita yang diangkat filmnya. Film terakhir yang kutonton Kim Ji Young: Born 1982. Hasil memaksa temen kaan karena ulasannya bagus.
Kenyataannya? Emang bagus. Cuma ga se-mengesankan itu sampai menimbulkan kesan mendalam dalam hati *TSAHHH. Bisa jadi tergantung tujuan nonton juga. Aku pilih nonton sebagai hiburan daripada mikir keras. Cukup korean drama saja yang membuatku berpikir.
Film kesukaanku justru model animasi gitu. Kayak Up, Coco, dan... Wreck it Ralph!
Yes, Wreck it Ralph akan kunobatkan menjadi film favorit. Tingkat favoritnya sampe tahu dan hafal OST-nya. Nonton diulang 2-4 kali lupa. Yang kusuka versi pertama tahun 2012 dibanding sekuelnya tahun 2018.
Ada yang nonton juga kah? Jadi film ini berlatar belakang tentang arcade game jadul. Aku nyebutnya dingdong. Gatau sama apa ngga. Yang muncul di Reply 1988 dimainkan Jung Bong itu loh. Nah macem itu. Buat maininnya perlu masukin koin.
Ralph merupakan karakter dari game "Fix it Felix". Dia digambarkan sebagai monster raksasa yang suka merusa. Lalu Felix-lah yang membereskannya. Sesuai dengan nama game: Fix It.
Nah ternyata di kehidupan nyata (diluar game) Ralph itu kesepian. Dia iri sama Felix yang punya banyak temen. Selalu dikasih selamat dan terima kasih karena udah membereskan kerusakan yang dibuat Ralph. Dia juga iri dengan medali emas yang dimiliki Felix.
Terdorong oleh rasa ingin memiliki, Ralph memutuskan menyeberang ke game lain. Cari-carilah dia game mana yang bisa kasih medali. Mulai dari tembak-tembakan sampai ke Sugar Rush. Sebuah game balapan mobil yang karakternya anak perempuan.
Di Sugar Rush dia ketemu Vanellope. Pembalap yang dijauhi dan terkesan dibuang karena pemrogramannya rusak. Jadi si Vanellope ini cacat karena ada glitch "drrt, drrt" nggak mulus. Bikin dia kalah kan. Nah pertemuan keduanya menumbuhkan bibit persahabatan. Mulanya dari Vanellope menjanjikan akan kasih medali kalo bisa juara. Vanellope ga butuh medalinya, dia hanya butuh pengakuan.
![]() |
Vanellope and her car |
Cerita aslinya lebih kompleks, coba tonton aja sendiri. Seru!
Kenapa suka sama Wreck it Ralph?
1) Full color! Hehe. Ih ya seneng liat warna-warni. Terutama scene di Sugar Rush. Itu kan game balapan dengan mobil/kart-nya berbahan dessert. Kayak marshmallow, permen, dan hidangan manis lain. Memanjakan banget warna pastelnya.
2) Pesan moral: orang jahat sekalipun punya dorongan untuk berbuat baik. Kayak Ralph. Keliatannya peran jahat kan suka merusak. Tapi dia punya sisi kebaikan saat berinteraksi dengan Vanellope.
Dia menyeberang ke game lain (artinya melanggar aturan) karena dia pengen mewujudkan keinginannya. Punya medali. Sayang, orang di sekitar dia bilang nga boleh karena dia jahat. Akhirnya ya dia mau buktikan kalau orang jahat pun bisa kok dapet medali dan menghalalkan segala cara.
Labelling ini lho yang menurutku pribadi ya, membuat dia dicibir sekelilingnya. In real life dunia nyata nggak enak kan dikasih label tertentu yang melekat. Seakan cuma satu karakter/sifat itu aja yang dipunyai. Sementara manusia kan kompleks. You have to get to know someone until you can decide who they are.
3) Persahabatan imperfect antara Ralph dan Vanellope. Dua orang bertolak belakang yang akhirnya bisa bersahabat. Ternyata 1 orang pun cukup selama dia memahami diri kita dan bisa menerima apa adanya. Sweet, isn't it?
Lirik lagu dari OST yang aku sisipkan diatas pun bagus lho.
Switch on the sky and the stars glow for you
Go see the world 'cause it's all so brand new
Don't close your eyes 'cause your future's ready to shine
It's just a matter of time, before we learn how to fly
***
Panjang juga postingan film favorit ini. Hihi. Kalo kamu film favoritnya apa nih?
Wow baru hari keenam sudah stuck. Topik ini ternyata cukup buat mikir ya. Padahal saat (harusnya) relate dengan status single saat ini. Butuh nanya ke circle terdekat, "Menurut kalian topik single and happy harus bahas apa, ya?"
Meningkatkan kapasitas diri menjadi jawabannya. Makasih ya Ade untuk idenya! Sebagai perempuan, hidupnya seringkali dihubungkan dengan orang terdekatnya.
Saat masih single, dia dikenal dengan anaknya Pak/Bu X.
Saat menikah, dikenal sebagai istrinya Pak Y.
Saat udah punya anak, dikenal sebagai Ibunya Z.
Sebab itu perempuan saya rasa rentan dengan krisis identitas. Saat hal ini terjadi rasa percaya diri bisa menurun. Bahkan bisa sampai tahap menganggap diri sendiri nggak berharga. Huhu, kok sedih.
Maka dari itu selagi "masih ada waktu" untuk fokus ke diri sendiri, do it. Bukan untuk siapa-siapa, bukan demi mendapatkan jodoh terbaik aja, tapi demi menjadikan diri bahagia.
Baca: Mencari Teman (Hidup)
First thing first, penting untuk mengenali diri sendiri. Dengan mengenali, perempuan bisa mengendalikan emosi, hubungan dengan orang lain, dan mengontrol hidupnya sendiri. Sebenarnya berlaku juga sih untuk laki. Cuma jarang ya laki yang mengekspresikan "ketakutan"-nya akan krisis identitas. Sepertinya lebih banyak perempuan yang ngomongin hal ini.
Kenali diri sendiri mulai darimana? Yang keliatan aja dulu: secara fisik. Berapa tinggi badan, berat badan, ciri fisik ada tahi lalat? Lalu buat list kelebihan dan kekurangan.
Pernah ngisi biodata di binder jaman SD dulu, nggak? Mirip tuh kayak gitu. Dengan versi unedited alias jujur dan seterbuka mungkin. Tulislah apa adanya. Yang selama ini orang ngga tau tentang kamu. Just write, jangan menghakimi diri sendiri. Semakin detail, semakin baik. Tandanya kita memang kenal diri sendiri.
Pada tahap yang paling ((tinggi)) bahkan kita bisa menuliskan: ketika meninggal nanti pengen dikenang sebagai orang seperti apa, sih?
Baca: Dimanakah Posisimu Saat Ini?
Misal pengen dikenal sebagai MUA ternama. So you know your goals, then you start it. Step by step. Ketika ada hambatan, misalnya ditentang orang terdekat, ngga akan goyah. You know you have a reason to do so.
Setelah mengenali diri, comes second step: live your life. Jangan membatasi diri pada apapun selama masih dalam koridor syariat (ini saya) dan nggak merugikan orang lain (harusnya semua juga berprinsip gini). Mau mengejar pendidikan tinggi, wirausaha, jalan-jalan, nulis, do it. Seperti tagline sepatu: just do it.
Bahkan meskipun kita baru mencoba ya gapapa coba aja selagi bisa. Toh kesempatan nggak dateng dua kali lho. Remember the mantra: do it for yourself. For your own good.
***
Apakah kedua hal tersebut lantas menjamin para single akan selalu happy?
So far pendapatku pribadi nggak selalu happy. Tapi bisa memberikan joy dalam hidup ini. Nggak merasa nelangsa meskipun orang di sekitar mulai berpasangan. Being single doesn't mean you have no company at all. Masih ada keluarga dan teman yang menyayangi kita.
Baca: Jangan Lupakan Keluargamu
But remember, apapun status kita sebenarnya yang namanya hidup kan seimbang. Ada kebahagiaan, ada kesedihan. Bagaimana tahu itu bahagia kalau nggak pernah ngerasain kesedihan?
Don't rush. Everything's going to have their own time. And while you're single, be happy!
Watak Abi cenderung keras kepala. Ngga mau kalah. Susah dengerin orang. Kasih kesempatan orang ngomong aja JARANG lol. Ngga percayaan kalo dikasih tau kecuali kejadian sama dirinya sendiri. Tipikal kolot dan konservatif. Sayangnya kok belakangan merasa ini menurun ke saya :)) tapi ya saya berusaha biar nggak sekolot dan konservatif beliau. Ngeri ah nanti ga punya temen.
Paragraf selanjutnya akan saya ((dedikasikan)) buat Umi saja. Karena saya merasa kontribusi beliau sangat terasa baik lahir maupun batin.
Umi lahir dari keluarga PNS. Di tempatnya turun temurun anak biasanya disekolahkan di pesantren. Keluarga kakek nenek saya tuh NU garis keras. Nah pada masanya Umi memilih jalan berbeda: kuliah. Atas restu nenek saya, akhirnya dipilih jurusan Pendidikan Bahasa Inggris agar bisa jadi guru.
Waktu menikah boleh dibilang hidup Umi lebih banyak berjuang dibanding leha-leha. Ya merawat 6
Entah berapa lama hidup Umi diisi dengan cycle seperti itu sampai akhirnya di umur 40 tahun Umi menemukan keasyikan baru: nulis. Bisa jadi karena di usia ini anak-anaknya udah lumayan gede. Minimal bisa ngurus diri sendiri. So she picked up new activity. Berawal dari komunitas guru yang menggerakkan literasi, akhirnya lahir “anak”-nya.
Baca: Mom's Very First Book
Sebagai anak yha saya bangga dong. Di usia hampir setengah abad masih melakukan banyak hal. Semangat tetap berkobar. Sekarang udah ngga tau berapa buku yang terbit, baik solo maupun antologi. Sedangkan saya belom punya sama sekali.
Udah gitu aja? No.
Suatu ketika bupati Demak membuka beasiswa untuk guru. Ini wujud realisasi janji kampanyenya. Tanpa basa-basi Umi daftar dong. Prinsip hidup Umi tuh coba aja mengetuk banyak pintu. Selagi ada kesempatan, seperti kata seller zaman jigeum: GRAB IT FAST! Kagak overthinking mikirin bakal keterima gak, saingannya berapa dll.
Daan keterimalah Umi kuliah lagi. Kesibukannya menjadi nggak terbendung. Senin-Ahad selalu penuh. Dapet energi darimana???
Saya melihat sosok Umi sebagai manusia yang energinya ngga ada habisnya. Salah satu contoh manusia yang paham how to live to the fullest. Meskipun harus diakui rumah saya mendekati kapal pecah bentuknya.
Baru aja bulan ini Umi berhasil wisuda dan mendapat gelar Magister Pendidikan di usianya yang 51 tahun. Makin berat lah tuh beban saya sebagai anak lol. Kan kata dosen saya anak itu pendidikannya minimal diatas orang tuanya. Alhasil saya kudu S3 dong? *brb menyiapkan otak*
Dengan track record sesibuk itu saya bukannya langsung menerima dan memahami Umi. Ada masanya saya pengen udahlah Umi tuh dirumah aja. Masak yang enak. Bosen beli. Tapi pada akhirnya saya paham memang ada kondisi yang nggak memungkinkan untuk itu. Kompromi menjadi satu-satunya jalan.
Berusaha memberi support baik moral maupun material. Saya bisa ambil apa yang bagus dari Umi dan membuang hal buruknya. I think my mom will surely be my role model. Karena toh kami sama-sama memilih berkarier, saya berkeinginan untuk se-produktif beliau.
Yes, I am proud of her. I love her for everything she did. I love her hard-working attittude. Asal jangan lupa liburan ya, Mi. ((ps: I never say this to her because our love language isn’t word of affirmation. It is more an act))
Sekarang masih pengen ke tempat itu nggak? Iya! Dari keempatnya baru kecentang satu: taman bermain. Tepatnya di Saloka. Itupun belom puas. Masih ada beberapa wahana yang kelewatan. Karena waktu kesitu weekend otomatis rame antriannya. Daripada nunggu 1 wahana doang kan kagak kelar ya mending yang lain ajalah.
Sisanya skydiving di Dubai, Nevis Swing, dan mendaki gunung masih pengen banget. Ditambah beberapa daftar lagi.
1) Mekkah a.k.a Baitullah
Baca: Tips Mengatur Gaji Biar Kantong Nggak Jebol!
Mungkin ini hikmahnya bisa nabung dulu. Kenapa nggak langsung haji? Nah ini pun nunggunya harus puluhan tahun. Apalagi di Jawa Tengah lumayan banyak pendaftarnya. Gapapa umroh dulu yang penting diniatin ke Baitullah kan. Siapa tau setelah menjejakkan kaki kesana, justru semakin rindu untuk balik lagi.
2) London
Belakangan keinginan ini muncul lagi. Kalau bisa sih dikasih rezeki untuk kuliah diluar negeri. Bukan kuliah online aja tapi langsung merasakan menjadi perantau di negeri orang (bukan di kota orang lagi). Bismillah ya.
Baca: After Graduation Story: Study, Again?
3) Rumah Kakek Nenek
Tempat paling sederhana diantara 3 daftar yang aku tulis. Lagi-lagi ini karena pandemi yang mengubah segalanya. Biasanya saat lebaran atau ketika abi pengen pulang ya bisa pulang aja. Sekarang boro-boro kan. Untuk pulang ke Semarang aja saya tunda sampai kondisi aman. Saling menjaga aja deh.
Baca: Pulang, Setelah 4 Bulan
Ada apa sih, di rumah kakek nenek? Berharapnya ada kakek nenek sih iya, hehe. Sayang cuma harapan aja. Keempatnya udah lama meninggal. Tapi aku masih sering mengingat nenek dari jalur ibu. Beliau selaluuu memanjakan aku kalau aku berkunjung. Aseli.
Baru kerasa slow living ketika ada disini. Hidup tuh ya makan, mandi, nonton tv, ke pasar beli jajan, beli soto tauco, gabut banget bisa bantuin masak. Lebih gabut lagi buka album lama sambil menjelaskan ini siapa. Itu ada event apa. Huhuhu I really miss that place and moment :’))
Di desa juga udaranya masih tergolong segar. Polusi tetep ada sih, dari pestisida. Maklum petani! Hehe. Tapi enak masih bisa jalan ke sawah sepedaan ga usah pake helm. Beli jajan sederhana. Masih punya kambing, maen sama kocheng. Dirumah ga boleh pelihara kocheng.
Berharap pandemi ini segera berlalu. Jadi bisa cuss jalan kemana aja aku mau. Udah gatel banget badan dirumah aja. Tapi keluar rumah pun belom punya nyali :) apalagi cuma buat nyari hiburan. Rasanya nggak worth it dengan resiko yang ada. Dan kurang berempati melihat tenaga medis yang berguguran :(
Kamu, setelah pandemi usai pengen kemana nih?
Memang, nggak semua kenangan yang kita miliki itu menyenangkan. Hidup selalu seimbang bukan? Dengan menghadirkan kenangan indah dan buruk.
Untuk beberapa orang, kenangan buruk justru membuat dia jalan di tempat. Skenario terburuk bahkan bisa membuat kemunduran alias terpuruk. Hidupnya saat ini selalu dihantui kenangan buruk. Ingin lari pun rasanya nggak mampu.
Begitupun saya. I also have both good and bad memories stored in my brain. Sometimes when I had hard times, the bad ones pop up. Am I terrified? Yes. I did think why do I have such memories?
Tapi mau gimana lagi ya kan. Saya pikir yang bisa saya lakukan adalah menerima. They are part of me, too. I cannot correct anything.
Saat saya bisa menerima, kadang saya memikirkan dan menguraikan kenapa suatu kejadian bisa menjadi kenangan buruk? By doing that I hope I can have control my own emotions toward bad memories.
Ngomong-ngomong soal kenangan, what’s your best memory? For me it was the time I spent with my mom. As you know, my mom is a working mom. Waktu yang beliau punya terbagi untuk banyak hal. Kerjaan, masak, ngurusin adek saya yang jumlahnya 3 biji itu.
So when my mom do something for me, I remember it vividly. Bentar, siapa yang naruh bawang disini? Hahaha.
Saya ingat ketika kami liburan bersama di akhir tahun.
Saya ingat ketika dengan bangga umi memeluk dan mencium saya karena pengumuman diterima CPNS.
Saya masih ingat ketika umi mengambil cuti saat saya bilang sakit. Saat itu juga beliau naik bus untuk ke kos. Malam-malam. Bahkan sampai kos pun tengah malam. I was 23 years old and my mom still loves me a lot.
The one and only person remained in my memories is sure my mom. She did anything for me. For us. I know she’s not perfect. There’s memories of she scolded me. When we decided not to talk each other. But then, I knew my mom is precious.
Duh ini ngomongin kenangan apa ngomongin emak gueee? Hahaha. Berhubung temanya a memory, that’s it. My favorite memories are all linked into my mom.
Baca: #StayAtHome During Covid-19 Pandemic
Nah, that’s the point. Seringkali kita sebagai manusia mengasosiasikan materi sebagai takaran kebahagiaan. At some point memang benar adanya. Apalagi ketika kita memulai dari bawah. Yang dulunya punya tas cuma 1 doang sampe dijahit lalu sekarang bisa beli beberapa tas untuk kesempatan berbeda.
Semakin kesini ada kesadaran baru yang tumbuh. Ternyata what truly makes me happy is a good relationship. The time I spent with my loved ones.
Baca: Karena Bahagia Itu Sederhana
Meskipun aku seorang introvert, aku tetap merasa bahagia berkomunikasi dengan orang.
Seperti yang terjadi sebulan lalu. Tahu ya di masa pandemi seperti ini banyak hal dialihkan ke online. Termasuk permintaan menjadi narasumber. Disitu pertama kalinya aku berbicara di depan laptop. Tanpa melihat dan berinteraksi audiens. Hari berikutnya aku diminta berbagi tentang mengelola website oleh adik tingkat.
I know I’m tired physically. Bahkan itu sharing-nya di waktu malam. Hujan pula :)) but after that I feel so content. Mentally I'm happy. Ada bagian didalam hati yang puas. Bahagia. Bangga. Ternyata aku dibutuhkan. Ternyata aku masih bisa berbagi dengan ilmu yang aku miliki. I gained some energy by sharing sharing what I have.
1) Makan enak
Jujyuuur nggak nyangka aku bilang kayak gini. Hahaha. Dulu aku mikirnya bisa makan kenyang tuh udah Alhamdulillah. Ternyata makan enak juga bikin senang. Mood membaik. Contoh: makan seafood huhu I love seafood. Makan buah sayur yang matang sempurna. Beli es dawet telasih Pasar Gede hahaha aseli itu enak banget kenapa yhaa???
2) Selesai baca buku yang bagus
Perasaan yang nggak bisa digantikaan! Buku bagus nggak harus ber-rating tinggi. Buku bagus adalah buku yang kamu selesaikan. Dan ketika itu selesai, menyisakan ruang untuk berpikir. Atau berefleksi. Atau sekadar merasa tidak sendiri. Wow senang sekali kalau dapet buku kayak gitu. Memang buku tuh best friend banget deh!
Baca: Book is My Family Treasure
3) Jalan pagi sambil dengerin podcast
New habits in pandemic. Aselik ini juga bikin hepi. Entah kenapa aku baru menemukannya. Coba deh, setelah sholat subuh keluar keliling komplek. Sambil dengerin podcast (aku biasanya ceramah biar masuk ilmunya kan masing kosong hahaha). melihat kehidupan. Manusia yang berikhtiar cari rezeki. Sampai ngelihat dengan mata kepala sendiri betapa indahnya matahari terbit. Feel blessed!
Due to 6 months quarantine life aku jadi mengenal lebih dekat diriku. Kan ngga kenal maka ngga sayang ya. Apakah udah sayang sama diri sendiri? Lumayan. Minimal nggak merasa jele hanya karena sebiji jerawat. I have accepted that having acne is my normal. Lah malah kesini.
Oke. Jangan berharap aku akan bicara tentang introvert, ekstrovert, dan 16 macam kepribadian lainnya ya. Mari bicara dari hati ke hati *APAA*
....dan masih banyak lagi lainnya.
Masuk kepribadian nggak, ya? Anggap aja masuk! *maksa*
Aku tergolong orang yang perasa tapi nggak peka amat. Hah gimana tuh. Di buku Loving The Wounded Soul-nya Regis pernah menyebut Highly Sensitive People. Kayaknya sih aku termasuk golongan itu. Mudah sekali bawa perasaan di segala situasi. Misalkan ada temanku yang sedih tanpa aku tahu sebabnya. Maka dengan mudah aku bisa ikutan sedih hanya karena lihat mukanya murung :”)
Menjadi perasa ini ya ada kurang lebihnya. Kurangnya, aku lebih gampang terdistraksi dengan hal yang sebenarnya nggak perlu amat. Jadi menguras energi. Dimana bisa dialihkan ke hal lain. Lebihnya? Aku bisa berempati kepada orang lain….mungkin?
Yang jarang orang tau adalah I’m actually a kid inside. Hahaha. Apaan lagi ini Gusti. Aku gampang dibuat hepi dengan hal kecil. Diajak jalan. Makan enak. Melakukan hal-hal menyenangkan lah. Lalu aku menceritakannya ke orang lain. Kayak baru-baru ini aku habis mencuci sepatu. Sampai bersih hahaha. Aku cerita dong ke temenku. Gitu aja pamer udah hepi banget :)) sederhana banget ya.
Jadilah aku adalah seseorang dengan kombinasi deep thinker X playful. I might not show you all of them at once. But surely when you get to know me you’ll see my personality better.
So, how you describe your personality?
Bagian menyiksa dari pandemi ternyata terbatasnya akses bersosialisasi. Look at me. Aku mendapatkan jatah kerja di kantor hanya 2 dari 5 hari kerja. Selama WFH nggak banyak ngomong dengan anak kos. Sungguh keinginanku untuk ngobrol panjang lebar harus dipendam.
Aku harus mengakui mulai muncul perasaan kesepian yang menggerogoti. And that night a friend of mine asked if it's okay for her to call. Maybe she read my signal :') I dunno how to describe our relationship. We're closed enough yet still having some boundaries. We talked a lot while keeping our burden.
I'll probably talk about my relation to people later *kalo inget* *kalo ga males* hahaha
When I talked about my hardship, she revealed she had the same way a year ago. She even tried self-harm. Luckly she didn't. Half of me surprised slash dumbfounded. And the other thought, "Ah, is it normal to feel this way?" since I also have some dark thoughts nowadays.
Ternyata yang damaged bukan hanya aku. Ni orang keliatannya hepi aja. I can say financially secure, family also looked lovely from outside. Yang kayak gini pun pernah seterpuruk itu. Of course I didn't ask what actually the problem is.
This made me thinking. What is wrong with us? What made us this way? Apa iya ini tergolong "norma" dalam fase quarter life crisis? Ya seyuyurnya aku bingung dan belum menemukan jawabannya sampai sekarang. Bisa jadi aku sudah tau tapi denial. Atau aku memilih untuk lari dari penyebabnya. I'm a good runner btw *HEYYY*
Tapi nyatanya lelah, ya. Do you ever felt this "dark"? How to deal with it?
Seperti biasa I had severe pain on my first day of period. Sejak SMA kali ya. Sakitnya nggak tertahankan. Aku bisa bilang antara hidup dan mati. Nggak lebay lho. Kenyataan emang sesakit itu. Kalo mau sakitnya ilang (dengan agak cepet) pilihannya minum pereda nyeri. Aku menghindarinya karena yaudahlah bisa ilang kan. Pas juga lagi WFH bisa sambil jungkir balik.
Dalam sehari itu aku bisa nggak makan minum sama sekali. Cuma bisa rebahan. Itupun termasuk Alhamdulillah.
"Periksa ke dokter dong!"
Udah pernah, my friend. Awal tahun ini aku USG. Nggak ada kelainan. Hanya disarankan banyak minum dan rajin olahraga, terutama di badan bagian bawah. Nah disini nggak paham standar "banyak" dan "rajin" itu seberapa. I am pretty sure I drink a lot. Ya sesuai kebutuhan lah. Rata-rata sehari 3 x 600 ml = 1800 ml. Olahraga sih yang masih kurang. Sekarang aja udah rada mendingan banyak gerak.
Lalu pas ngerasain sakitnya period ada postingan yang membuat triggered. Intinya di postingan ini bilang masih mending merasakan sakit bulanan daripada penderita PCOS. Bisa mens berupa darah aja udah Alhamdulillah, gitu katanya. I know how stupid I am to respod this situation since I don't even know her LOL but...
...yang mau aku tekankan adalah, perlukah ngomong seperti itu. Menyuruh "bersyukur, daripada... (membandingkan penderitaan dia)". Seolah-olah mengkerdilkan penderitaan dan dia itu lebih menderita daripada sakit bulanan. Proper nggak sih membandingkan luka, membandingkan rasa sakit tuh?
We have our difficulty and situation. Gak ada yang mending, coy. Kalo mending mendang mending ya maunya pilih sehat aja gimana sik :)
I mean, there's no need lah to claim yours is most difficult to deal. Marilah sama-sama mengakui bahwa rasa sakit itu wajar. Marilah menguatkan satu sama lain. Either saying, "Let's overcome this" or "It must be painful. We can do this. You can do this". Be kind, please.