Jogja mana suaranyaa? Masih dalam suasana lebaran di Jogja tentu nggak menyia-nyiakan waktu ke toko buku. Jogja ini salah satu daerah yang toko buku non ritelnya banyak lho. Asli. Aku udah nyimpen ada 5 tempat kali ya di maps-ku. Ini toko buku kedua yang aku kunjungi setelah Bawa Buku.

Berdikari Book: Kafe Sekaligus Toko Buku di Pinggir Jogja


Lokasinya lumayan jauh dari pusat kota. Aku pilih ini karena deket dengan hotel tempatku menginap di daerah Meguwo. Aku saranin lebih enak pakai kendaraan pribadi atau ojek online. Pemberhentian transportasi umum terdekat di Stasiun Maguwo. Letaknya cukup "mblusukan". Malah diseberang tokonya masih persawahan.

Berdikari Book
Berdikari, Sarirejo, RT 06/RW 47, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, 55282

Aku datang kesini di weekday menjelang Magrib. Sepi! Sesuai harapanku. Haha. Yaa gimana yaa jiwa introvert ini baru bisa menikmati baca buku waktu sepi aja.

Dari depan vibesnya mirip kayak C2O Library. Homey dengan vibes hijau tanaman. Ada area baca outdoor dan indoornya. Yang jadi penanda ada plang Berdikari Book didepan warna merah.


Area baca luarnya ada 2 bagian. Yang bikin unik tuh mejanya disini ada yang pijakannya dari mesin jahit. Lucu banget. Baru nyadar pas nyandarin kaki. Loh, kok gerak? Panik, panik :p ternyataaa...


Berdikari Book ini bisa dibilang 3 in 1. Pertama disediakan perpustakaan dan area baca yang cukup cozy. Koleksi bukunya diurutkan berdasarkan penerbit. Penerbit Indonesia sih dan keliatannya koleksinya semua berbahasa Indonesia (semoga tidak salah).




Penataannya menarik! Ada buku-buku yang digantung gitu langsung "WAAHHH". 



Ada juga mesin ketik di bagian ujung. Kurang tau masih bisa dipake ga, ga nyobain. Selain itu ada meja dan 2 bean bag berhadapan. Sayangnya bean bagnya kucel WKWK mon maap sebagai kaum-kaum clean freak kurang berkenan liatnya.


Puas liat-liat koleksinya, aku memutuskan pesen makan dulu. Menu yang tersedia sederhana aja. Kayak lemon tea, bitterballen, french fries. Awalnya aku pesen bitterballen. Eh masnya datang tergopoh-gopoh ngasih tahu udah habis. Yasudaah diganti french fries. Aku oke aja. Total makan minum sekitar 30ribuan. Murah bagi ukuran manusia yang udah tinggal di Jabodetabek :))

Betah banget disini sih. Selama kurang lebih sejam cuma ada 5 orang yang dateng. Ga pake acara berisik atau merokok pun luv. Berhubung (lagi-lagi) waktu terbatas, cuma bisa sekitar sejam aja. Berasa kurang hiks.

Sebagai penutup apalagi kalau bukan belanjaa! Koleksinya buanyaaak! Dari berbagai penerbit. Rapi. Bersih. Bukunya masih bersampul plastik. Ada rak best-seller untuk calon pembeli yang ngga ada tujuan spesifik ke aku.



Pembayaran bisa tunai dan non tunai. Aku pilih QRIS kebanggaan kita semua. Tiap pembelian dapet tote bag lucukkk.


Berdikari Book ini bisa dibilang cukup establish ya. Follower instagram udah ratusan ribu. Penjualannya termasuk di berbagai e-commerce. Top lah.

Yuk, kapan kita kesini?
Akhirnya kembali lagi ke Jogja! Udah merasa wajib tiap tahun ke Jogja dan Solo. 


Sebenarnya dalam rangka pelatihan. Eh ternyata di akhir pelatihan ada kunjungan ke Arsip Jogja. Masih nyambung berhubung pelatihannya ya kearsipan. Pas banget beberapa waktu sebelumnya liat postingan di instagram tentang Arsip Jogja. Baru nandain aja lha kok ternyata rezekinya mampir. Alhamdulillaah...


Malahan ditambah presentasi spesial dari Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY-nya langsung dalam rangka pelatihan :p

The story behind...

Latar belakang pembangunan Arsip Jogja ini ada banyak, diantaranya pengen membangun memori kolektif bangsa. Yup, Arsip Jogja memang isinya sejarah Jogja dari zaman Panembahan Senopati sampai dengan Keistimewaan (masa Sri Sultan HB X) dalam kurun waktu 430 tahun. Panjang, ya?

Pastinya jumlah arsip yang dikumpulkan banyak. Kalau dipikiranmu arsip = dokumen tertulis maka masih kurang tepat. Arsip bisa berbentuk apa saja, termasuk foto, video, rekaman suara, potongan surat kabar, daan masih banyak lagi. Daripada arsip tersebut numpuk di ruang penyimpanan, dibuatlah Arsip Jogja sedemikian rupa biar masyarakat bisa menikmati.

Selama presentasi, jujur aku lumayan tercengang sih. Untuk ukuran orang pemerintahan semangatnya bener-bener menggebu dan menular. Haha. Pembangunan Arsip Jogja melibatkan kolaborasi banyak pihak. Diantaranya sejarawan, pelaku sejarah, saksi sejarah, arsiparis, seniman, birokrat, akademisi, dan yang pasti animator serta para pelaku industri kreatif lain. Semakin mendengarkan aku semakin penasaran, sebagus itukah? 

Yaudah yuk capcus ke Arsip Jogja

Berlokasi di Jl. Janti, Banguntapan, Kabupaten Bantul, Arsip Jogja bergabung dengan gedung Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY. 

Pintu masuk pertama disini gais

Jadi dari luar ngga langsung terlihat gedungnya. Kudu masuk dulu, ngelewatin perpustakaannya. Menyeberangi lautan lapangan baru deh keliatan gedung dengan bernama Depo Arsip.

Depo Arsip Yogyakarta
Arsip Jogja ada di gedung ini

Untuk tarifnya aku ambil dari website Arsip Jogja (per 1 November 2022) 
1. Pelajar/Mahasiswa Rp. 20.000/ orang* 
2. Umum Rp. 30.000/orang 
3. Asing Rp. 100.000/orang 
4. Pembuatan liputan khusus/vlog/content youtube Rp. 250.000/orang/sesi 

* Tarif diberlakukan mulai anak usia 7 tahun, 
* Kunjungan rombongan dari sekolah minimal kelas 5 SD 

Pembayaran tiket masuk untuk sementara waktu hanya dilayani di lokasi (Frontdesk Diorama Arsip Jogja) secara TUNAI. 

Jangan lupa untuk ngecek jadwalnya ya. Kenapa? Karena untuk menikmati diorama yang disajikan akan diberikan 1 guide dan berkelompok. Bukan yang masuk liat-liat sendiri ya. Aturan ini sama dengan ketika di Museum Rumah Atsiri. 


Menurutku oke sih dibanding jalan sendiri, enak bisa ada yang ditanya-tanya (I'm a curious cat). Tiap sesi kurang lebih 90 menit. 

Gini nih experiencenya...

Sebelum masuk, disambut dengan denah ruang Arsip Jogja dan keterangan sumber arsip.

Denah Ruang Arsip Jogja

Sumber Arsip Jogja

Untuk masuk nggak diperbolehkan bawa tas gede, bisa dititipkan di loker. Sepatu juga ga boleh ya, jadi bisa dilepas diluar dan ditata rapi.

Pertama masuk disambut dengan kegelapan alam barzah ruang berdinding cermin. Kami diminta untuk duduk lesehan buat nonton film pembuka. Film ini sedikit menceritakan gambaran sejarah Jogja di masa lalu. Jujurly animasinya beneran bagusss. Efek suara oke. Kurang lama aja durasinya :P terbukti dengan saat selesai kami roaming dulu, "Hah ini segini aja? Kirain masih lama" LOL.


Mas guidenya (maaf ku lupa namamu mas) mengajak kami ke ruangan selanjutnya. Kisahnya terbagi jadi seperti ini (semoga ga salah inget):
1. Kerajaan Mataram
2. Kasultanan Yogyakarta
3. Puro Pakualaman
4. Yogyakarta Ibu Kota Revolusi
5. Yogyakarta Masa Kini
6. Tematik (Yogyakarta Kota Pendidikan, Kota Pariwisata, dll).

Di masa kerajaan ini, terdapat buuaanyaak banget arsip yang bisa dilihat. Manuskrip, maket Keraton Yogyakarta, instalasi pendukung. 

Masa Kerajaan

Dan ada bagian yang bisa dilihat dengan AR. Ide AR ini cukup bagus TAPI eksekusinya masih kureng menurutku. Pertama, pengunjung harus download dulu app-nya di website Arsip Jogja. Lalu cuma bisa di Android. Udah didownload pun aku belum berhasil. Jadi yaudalah nebeng ke yang lain.

AR-nya bukan yang gimana-gimana sih. Masih sekadar tambahan hiburan aja, misal di buku yang bisa discan itu muncul gambar tulisan-tulisannya. Jadi meskipun ngga liat pake AR pun pengunjung tetep bisa menikmati.

Sebagai penikmat museum dan sejenisnya, waktu yang diberikan di tiap ruang ini kurang lama dibanding dengan arsip yang dipamerkan. 

"Yaudah tinggal aja di ruangan itu dulu"

Nggak bisa bestie karena begitu mas guide-nya meninggalkan ruangan, lampu di ruangannya redup a.k.a dimatikan. Ga bisa liat apa-apa dan pilihannya ya harus ngikutin waktu. Aku gatau sih ini aku aja atau yang lain. Karena waktu di Museum Rumah Atsiri pun aku juga begini sampe kudu ikutan rombongan dibelakang :))

Apa bagian favoritku?

Semua! Haha. Susah buat pilih salah satu. Aku suka di bagian sejarah kerajaan. Aku suka di bagian Yogyakarta era modern. Aku suka bagian Yogyakarta kota tematik terutama Kota Budaya. Semuanya bagusss. Oh ya bahkan ada jaminan dari Kepala Dinas bahwa arsip-arsip yang ada disini diusahakan nggak ada ditempat lain. Benar-benar eksklusif dan baru! 

Kebenarannya sih gatau, kan belum muterin museum sedunia :P ini beberapa instalasi yang aku abadikan~ jiakh abadikan.

Yogyakarta sebagai Kota Pelajar
Yogyakarta sebagai Kota Pelajar

Yogyakarta sebagai Kota Budaya
Yogyakarta sebagai Kota Budaya

Yogyakarta pada Masa Revolusi


Di beberapa titik aku lihat sih memang ada koleksi pribadi, misalnya dari pak Butet. Keren ya? IYALAHHHH.

Oh ada yang paling berkesan di bagian Yogyakarta dan Kebencanaan. Di ruangan ini kami nonton film singkat terkait gempa Jogja di tahun 2006 lalu. Mas guide udah memperingatkan buat yang punya ketakutan tersendiri biar ga ikutan. Aku kirain bakal ada efek 4D gitu ternyata enggak sih. Cuma ya mengharukan banget film yang diputar :') mbrebes mili selama nonton. 

Awalnya dimulai dari simulasi gempa terjadi berupa animasi. Dilanjut dengan penayangan berita dari TV nasional yang mewawancarai penyintas gempa. Mana penyintasnya udah kakek nenek renta gitu. Makin mbrebes mili gak sih :')

Di akhir penutupan ditayangkan video testimoni dengan pertanyaan, "Kenapa Jogja Istimewa?"
Buatku, karena keramahan khas Jawa-nya itu membuatku merasa diterima dan feeling like home. Menurutmu, kenapa Jogja istimewa? 

Jangan lupa berkunjung kesini ya!
Puluhan tahun tinggal di Semarang baru tau ada pusat buku bekas selain di stadion. Maklum gaes baru punya uang sendiri sekarang. Baru bisa bebas beli-beli apa aja *curcol.

Book Boss: Surga Buku Bekas Impor di Semarang

Keberadaan book boss ini padahal udah cukup lama. 2000...belasan kalo gak salah inget? Lokasinya mudah dijangkau asal dengan kendaraan pribadi :P untuk kendaraan umum seperti BRT bisa berhenti di halte stasiun poncol. Lanjut becak atau ojek online.

Dari luar penampakannya nggak kayak toko buku. Malah mirip sama pabrik rokok yang ada di Kota Lama. Biru gonjreng, bahkan tulisan book boss nya aja gak ada :)) Berhubung ga kepikiran ngefoto bagian depan ini aku attach dari postingan instagramnya aja ya.


Yang harus diingat ketika mau kesini harap pantau instagramnya dulu apakah buka. Pengalaman aku udah sampe lokasi ternyata tutup. Hiks. Mana lokasinya panas lagi kan. HAHA. 

Book Boss Semarang
Jl. Dorang No.7, Dadapsari, Kec. Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah 50173

Di kunjungan kedua aku mengubah strategi dengan cek instagram dulu. Begitu pasti buka, cuss. Asli ini tuh bikin trust issue tempatnya buat yang pertama kali. Bener nggak sih ini tempatnya? Parkiran sepi. Lingkungan sekitar sepi. Gak ada orang yang ditanya.

Pede aja deh, masuk kedalam. Masih sepi nggak ada suara kehidupan. Aku memutuskan naik keatas dannn...jreng. Benarlah ada penampakan buku-bukunya. Haah...akhirnya menghela nafas lega. Meski baru sampe langsung dibilang, "hari ini kami buka sampe jam 1 siang aja ya" bhaique. Yang penting udah kecoret dulu wish list nya.

Buku-buku di Book Boss ini mayoritas berisi buku berbahasa Inggris. Menurut stafnya, diimpor rutin dari UK. Ada buku berbahasa Indonesia nggak? Ada. Buku anak terbitan mereka sendiri. Yap, Book Boss ini punya percetakan buku anak juga. Cuma tepatnya dimana aku kurang tau sih.

Suasana didalam ruangannya remang-remang. Agak lembap, di beberapa titik keliatan bekas bocor gitu. Pokoknya definisi vintage, berdebu, panas dan kurang perawatan deh :"




Selain buku anak ada apalagi?
Majalah berbahasa Inggris, novel dewasa, dan buku psikologi (yang terakhir ini lumayan banyak). Harga yang dibanderol mulai Rp 17.000 - Rp 130.000. Bisa dilihat di label harga dibedakan dengan warnanya.



Bisa beli online nggak?
Bisa. Book Boss rutin buku-buku yang dijual di laman instagramnya. Pembeli bisa juga nanya dulu/pesen buku apa untuk dicarikan. Masih tradisional banget ya :p 

Didalam ruangan ada tulisan kalau mau ambil gambar/foto izin staf dulu. Aku kira bakal ada persyaratan tertentu gitu kan. "Boleh mbak, asal beli produk" - ooooh udah deg-degan dulu kudu ngapa-ngapain. Gak enak juga ya kalo dateng foto-foto doang ngga beli apa-apa. 


Ini dia hasil jajanku! Semuanya buku anak. Lebih ke alasan biar gampang dimasukin jok aja sih :)) Segini habis Rp120.000. Buku Winnie The Pooh ini hard cover. Aku liat keduanya kondisi cukup baik. Dalam artian gak ada bekas coretan, tumpahan atau kotoran lain. Berdebu dan kekuningan aja. Wajarlah untuk buku bekas. Menurutmu, ini mahal atau murah?


Jalan-jalan ke Surabaya, ada Bookish destinationnya nggak ya? Jawabannya: ADA! Harus dicaps lock. Semua orang harus tahu. 

C2O Library & Collabtive: Perpustakaan Indie di Surabaya

Namanya: C2O Library & Collabtive. Pertama kali tau dari konten instagram kak Nabila. Aku selalu menyimpan postingan berbau bookish gini. Walaupun tanpa tau kapan akan dikunjungi. Aku yakin semua ada waktunya. Aciaat. 

Beneran kejadian loh. Ketika kita nandain, nulis tujuan kita seakan-akan alam bawah sadar mendorong untuk mencapainya.

Apa sih C2O Library & Collabtive?

Menurut websitenya, tempat ini merupakan perpustakaan swadaya dan ruang kerja bersama (coworking lah bahasa gaulnya). Buku-buku yang tersedia bisa dipinjam dengan mendaftar keanggotaan terlebih dahulu. Ruang kerja bersama disewakan dengan fasilitas WiFi dan ((colokan)). 

Untuk alamat tepatnya, jujurly aku ga paham pusat kota Surabaya itu dimana. Apakah alun-alun? Ini aku ambil dari websitenya yah.

C2O Library
Jl. Dr. Cipto 22, Surabaya, Indonesia 60264

Untuk bisa ke C2O Library, pengelolanya sudah menuliskan rute transportasi umum yang bisa dipilih. Aku pribadi menginap di daerah Tunjungan (seberang TP persis). Berhubung waktunya terbatas aku pilih ojol aja yang cepet.

Perjalanan harusnya ga terlalu lama. Pas apes aja dapet driver yang nggak tau arah, jadi dikasih muter. Katanya sih 10-15 menit bisa. 

Untuk letaknya pun bukan di pinggir jalan gede ya. Lebih ke perumahan gitu sih. Cuma ya nggak terlalu jauh dari jalan utamanya. Pilih titik di maps bener dan sesuai kok, jadi tenang.

Pas sampai di tujuan, waw. Bentuknya homey banget. Dihiasi dengan tanaman gantung didepan, didominasi warna kehijauan. Plangnya kecil, jadi kudu teliti. Untungnya sebelum kesini aku udah lihat "penampakan" lewat google. Mempermudah identifikasi lokasi sih kataku, lol.

Kesan pertama dari luar: mirip rumah. Gak keliatan kalau ini perpustakaan. Begitu masuk, waah. Disambut pemandangan buku melimpah!

Bagian Depan C2O Library
POV dari dalam C2O

Paling deket dari pintu masuk adalah deretan buku-buku yang dijual. Ternyata tersedia juga buku untuk dibeli dan makan minum bisa dipesan. Oke banget ya? Bakal betah bolak balik kesini sih kalau aku tinggal di Surabaya.

Buku yang dijual kebanyakan buku indie ya, bukan yang dijual di toko buku retail. Misalnya dari penerbit mojok. Sayangnya aku lihat kondisi buku nggak terlalu baik. Berdebu, menguning dan keliatan stok lama gitu. Buatku pribadi sih no problem ya. Tergantung preferensi orang aja.

Rak Buku di C2O Library

Semakin masuk kedalam, ada rak buku tinggi menjulang. Deretan buku inilah yang bisa dipinjam ditempat atau dibawa pulang. Bukunya diurutkan berdasarkan abjad nama pengarang. Banyak buku-buku menarik, yang aku temukan salah satunya Cantik itu Luka dengan sampul yang belum pernah aku lihat.

Cantik itu Luka

Berhubung raknya tinggi, disini juga disediakan tangganya buat ambil buku xD prepare banget dah. Kalau udah nemu buku mana yang mau dibaca, bisa duduk di tempat baca deket jendela. Suasananya sunyi (seingetku ga ada muter lagu). Cuma suara kipas angin dan gerak gerik manusia aja :P

Buatku, ukuran C2O Library ini lumayan luas loh. Selain area baca deket jendela, keluar pintu ada area baca lagi. 

Area Baca di C2O Library

Dan masuk lagi ke belakang ada dapur dimana kamu bisa pesen makan dan minum! Pembayaran bisa tunai atau non tunai dengan QRIS. Sebagai kaum cashless mah QRIS ftw.

Bagian Belakang C2O Library

Aku pesen es telang dan 1 cookies. Harganya standar sih, aku habis sekitar 30ribuan. Penyajiannya unik, coaster yang digunakan berasal dari disket. Yaampun, yang tau disket nih jebakan umur banget deh :P 

Cookies di C2O Library

Cookiesnya termasuk keras. Rasa cukup kuat. Minuman telang ini bisa pilih panas/dingin. Mengingat suhu di Surabaya puuuanas ya rek, ofkors I pilih versi es. Rasanya enak, segar, ada campuran lemonnya.

Es Telang di C2O Library

Fasilitas lain yang tersedia: loker barang. Ada yang terkunci ada yang enggak. Untuk yang terkunci harus deposit Rp 10.000 yang akan dikembalikan waktu pulang. Aku pilih yang enggak, karena waktu itu sepi dan aku bisa pantau langsung tuh lokernya.

Lalu patuhi aturan yang berlaku ya. Seperti mengembalikan gelas dan piring kotor di tempat yang disediakan. Buku yang udah dibaca juga bukan dikembalikan di rak, tapi di tempat tersedia. 

Ada satu kekurangan yang aku temukan: PANAS. Maklum ya gaes gak ber-AC. Aku berkunjung sekitar jam 11 atau 12 siang itu keringetan sambil baca buku :') selain itu semuanya oke. Eh coworkingnya aku nggak nyobain naik keatas sih jadi ga bisa review.

Intinya sih aku suka dan nyaman disini :)) andaikan deket kos gitu yah pasti asik. Oh ya sedikit saran dari aku, kalau kamu juga suka nyari-nyari kafe buku atau perpustakaan. Jangan cuma dateng aja, usahakan support local business dengan beli bukunya, donasi, atau beli makanan minuman meskipun cuma 1. Ini bisa membantu memperpanjang nafas mereka. Jadi bisa bertahan lama dan kita pun nggak kehilangan tempat nyaman kayak gini kan? Hihi.

Gimana, tertarik buat kesini?