Kupikir ya benar juga. Hal-hal yang kelihatan tidak mengeluarkan uang bukan berarti gratis. Ada harga lain yang dibayar selain uang.
Misalnya, dulu waktu sekolah aku pernah dapet gratis SPP 3 bulan. Apa yang harus kubayar? Konsisten meraih ranking tinggi di sekolah. Kemudian waktu kuliah, sempat dapat beasiswa 1 semester atau 1 tahun gitu? Syaratnya dengan bikin rekening bank tertentu. Yang ini malah harus "bayar" dengan setoran awal.
Nah, kalau beasiswa luar negeri gimana? Tentu pengorbanannya lebih banyak. Apalagi ketika persiapannya dilakukan disampinh kewajiban bekerja. Sebenarnya aku nggak suka menyebutnya pengorbanan sih. Toh aku bukan korban. Aku melakukannya dengan kemauan sendiri, tanpa paksaan dari pihak manapun.
Tapi berhubung dikasih tema pengorbanan sesuai dengan spirit Idul Adha, aku coba selaraskan lewat postingan ini. Sekaligus membuka mata bagi para scholarship hunter yang baru mulai, bahwa selalu ada pengorbanan di setiap langkah menuju mimpi yang akan kita kejar.
1. Waktu
Kerja 9 to 5 udah capek. Setelahnya sering cuma pengen rebahan aja. Kalo lagi mengusahakan beasiswa? Iya sih masih bisa rebahan, tapi emangnya mau waktu yang terus berjalan itu kepake tanpa menghasilkan progres apapun?
Waktu yang dikorbankan untuk apa?
- Riset kampus dan jurusan tujuan
- Riset persyaratan beasiswa
- Riset penulisan motivation letter
- Belajar persiapan bahasa
- Menyusun jawaban dari pertanyaan interview yang mungkin keluar
- Menghubungi mentor untuk proofreading/roleplay interview
Daan...masih banyak lagi. Selain waktu sendiri ternyata waktu orang lain juga kepake. Di prosesku, aku "mengambil" waktu orang lain untuk minta tolong mengurus dokumen akademik dari kampus asal *namanya juga anak rantau.
2. Uang
Realistis, persiapan beasiswa itu butuh uang. Kemungkinan kecil 0 rupiah. Berikut aku rinci perkiraan uang yang harus dikorbankan untuk daftar beasiswa.
- Paspor elektronik: Rp 650.000
- Ujian IELTS: Rp 3.150.000 (tahun 2025 naik sekitar 200ribuan)
- Translate dokumen: sebenernya ini tergantung pake jasa dimana. Kebetulan pas diawal tuh aku dapet yang tergolong mahal. Kisaran Rp 100.000 - Rp 250.000 per lembar untuk penerjemah tersumpah. Aku saranin sih sekalian penerjemah tersumpah untuk dokumen resmi.
- Apostille: Rp 150.000 per dokumen
- Les/kursus persiapan: jutaan tergantung paket
- Les bahasa Korea: Rp 300.000/12 pertemuan
- Cek kesehatan: mulai dari 2jutaan
Amannya bolehlah sedian 10 jutaan untuk persiapan ini. Kalau ada menggunakan jasa orang lain dalam mengurus dokumen, bisa jadi besarannya lebih besar lagi.
Baca: Pengalaman Ujian TOPIK
3. Mental
Udah terkuras waktu, uang, tenaga, masih juga mental terkuras. LOL.
Nggak bisa dipungkiri, persiapan beasiswa tuh kayak latihan mental. Impostor syndrome, insecurities, mempertanyakan diri sendiri, semua keluar saat masa-masa penantian ini. Kecuali bagi yang memang mentalnya udah sekuat baja. Aku sih belom :P
Meragukan kemampuan diri sendiri waktu nulis essay.
Sisipan keraguan ketika nunggu pengumuman.
Akan tambah bebannya ketika pertanyaan, "Kapan berangkat?" sedangkan proses seleksi belom selesai.
Iri ketika liat postingan medsos, "Kayaknya jadi mereka santai deh ga perlu nyiapin ini itu. Ngapain ya aku ini menyusahkan diri sendiri?" LOL. Sadar diri sih iya, tapi sesekali perasaan kayak gitu ga bisa dibuang dengan mudahnya.
***
Ada satu lagi sih yang utama: energi. Rasanya kalau mengerjakan persiapan itu semua tanpa ambil gap year tuh energi sangat terkuras.
Well, postingan ini nggak bertujuan buat menakut-nakuti. Justru aku berharap bisa sebagai sisi lain yang kadang nggak disadari oleh scholarship hunter saking semangatnya. Anyway, pengorbanan apa yang pernah kamu lakukan demi meraih mimpi?
Yuni Bint Saniro: kadang orang mikirnya, beasiswa tuh nggak harus bayar apapun. Lupa, kalau di balik beasiswa ada konsekuensi yang harus kita pikul. Ah. Sudahlah
ReplyDelete