Kasta tertinggi: Love is BTOB
Love is Book (s)
Love is Blue
While everyone around me seems to have found their soulmate, partner, or whatever we call it, I’m still in the same place. Alone, but hopefully not lonely. I’m not quite sure what this post is supposed to be. Maybe it’s just that the weather is putting me in a reflective mood.
From the very beginning of my career, I’ve been looking for a life partner. I’ve tried my hand at flirting (literally) with people I thought might click with me. There were coworkers, strangers I met online (quite brave, huh?), but mostly, it all revolved around my field of work — including this year.
After spending a long time focusing on myself, I decided to challenge myself again and get close to someone. This time, it was someone who had been friendly enough for an introvert like me. Since he showed some green flags, I was straightforward in confirming whether or not he was already taken. And it turned out...he is. LOL.
I don’t feel insecure or anything, but I was disappointed in myself for thinking too far ahead and interpreting his kind gestures as interest. Once again, I’m reminded not to fall in love too quickly.
Am I giving up on my search for love? I don’t know. Maybe I’ll return to focusing on other goals for now. Perhaps my love story won’t be as smooth as my career or academic journey. Maybe deep down, I still don’t feel ready to take on the role of someone’s wife. Whatever the reason, I want to believe that this is the best story God has written for me.
And for those who ask me "When?" or tease me about marriage, please stop. It’s uncomfortable when you don’t know my struggles. Just ask me about something else. How about a Korean oppa, maybe?
Ditulis karena sehari sebelum postingan ini terbit ada seseorang bertambah umur. Dan aku mengurungkan niat untuk mengucapkan karena ini adalah unrequited love. Gak ngerti sih love apa tidak tapi aku kalo lihat dia dagdigdug tuh gimana ya (tolong jangan eneg).
Finally for the first time in life aku mau coba berbagi tentang hubunganku dengan...manusia? Relationship as human being not just couple. Termasuk family relationship.
Tahun ini aku menginjak 24 tahun. Kalo dikasih. Umur yang menurut society-nya Bu Tejo (HAHA) udah saatnya menikah. Realitasnya ya aku masih sendiri *brb nyanyi sudah terlalu lama sendiri*
Baca: Life at Twenty Something
Udah 17 bulan termasuk kategori wanita bekerja. Dalam rentang waktu tersebut apakah tidak ada yang mendekat? Ya ada sih baik mendekati maupun didekati. But all I want is commitment. Yha. Aku merasa hidupku tidak membutuhkan another drama. Entah kenapa aku selalu menganggap aku ngga beruntung dalam hubungan manusiawi dibanding karir, misalnya. Atau akademik.
Tentulah aku berusaha mencari apa sih akar permasalahannya? (sepertinya hidupku banyak mencari jawaban). Dan setelah berpikir panjang, coba aku uraikan disini.
1) I DREAM OF PERFECTION. Mengaku tidak pemilih, menerima apa adanya tapi didalam hati berkata lain.
Bukan jenis tajir melintir rupawan macam Lee Jong Suk. Sepertinya aku masih menilai dari fisik. Yes shallow I know. Bukan good looking fabeless no. Minimal lebih tinggi dariku. Rapi. Bersih. Nilai plus kalau bersihnya kayak Hwang Min Hyun (bagaimanakah aku harus menjelaskan dia? intinya rapi rapi rapi bersih bersih bersih pecinta vacuum cleaner).
My ideal type (currently, gak tau nanti ganti lagi apa gak huh) adalah Do Kyung Wan. Hm sudah 3 nama korea keluar hanya dari beberapa parafgraf ya. Coba cari "Return of Superman" di youtube dan tonton scene-nya Do Kyung Wan. Singkatnya he's a romantic, silly yet mature as a husband and dad.
Baca: When I (or You) Get A Chance To Be Parents
2) ...WHILE I TEND TO BE DEFENSIVE. Aku masih mempunya insecurities (banyak I guess) and trauma inside me.
My dad married two women. And so we live together at same house. Dan patriarki abis. Tipe yang perempuan harus nurut sama laki. Laki selalu benar. Jika ada salah kembali ke poin sebelumnya. That's scary. He's also lack of emphaty as human being in general? Yha intinya salah satu alasan nggak betah dirumah dan bersyukur ngekos ya ini. Our relationship far from daughter-father. It's more like stranger who live in the same house. Our affection point is ZERO.
Berangkat dari apa yang aku alami, sedikit banyak mempengaruhi cara bersikap kepada lawan jenis. Kadang aku penasaran aku terlihat seperti apa dari luar? Do I look okay? Easy doing? Troubled? Mo nanya siapaaa tapinya kan.
Maka ketika ada yang dekat nggak bisa membuka diri sepenuhnya. I'm all alert.
3) Harusnya ini jadi pertimbangan pertama: AGAMANYA. Memang relijiusitas (???) nggak menjamin orang itu baik ya ya ngerti. Di hadapanku adalah contohnya. Tapi ya emang ada kok ternyata lakik yang agamanya bagus dan AKHLAKnya bagus juga. Pengen yang sholatnya jamaah di masjid. Tepat waktu.
Aku sadar benar cinta itu bisa hilang kapan aja. Kan, Allah pembolak-balik hati toh? Maka aku berharap ada pemuda yang masih mencintai Allah. Yang menikah karena Allah. Yang menggenapkan separuh agamanya karena paham akan esensi menikah itu apa. Yang meniatkan akan memperlakukan istrinya sebaik mungkin. Because I am fully aware ketika seorang suami itu sholeh maka tugas istri ya taat kepada dia.
Nah aku nggak mau taat ke orang yang akhlaknya nol besar. Aku merasa akan rugi dunia akhirat taat ke orang yang bahkan nggak bisa menuntun ke jalan yang benar.
And I know pada dasarnya semua itu dimulai dari komunikasi. Yet I lack that skill. Masih susah mengekspresikan perasaan, terutama ketika jenis perasaan itu bukan yang menyenangkan. Seperti sedih, marah, kecewa. Yang sering aku lakukan justru menutupinya dan malah "lari" dari perasaan tersebut.
Difficult right? Well, that's me. In short yes I want to get married. To someone yang basic agamanya kuat, mau belajar bareng (bisa diajak diskusi panjang lebar, A ke Z balik lagi ke A), can act both friend and lover. Are you the one?
:))
"Bu, gimana rasanya kuliah di peminatan?"
Saya bertanya pada ibu LJ (lintas jalur) di hari-hari awal perkuliahan. Saat itu tahun 2014 dimana saya masih berstatus mahasiswa baru. Beliau menjawab perkuliahannya cukup enak, sedangkan mahasiswa yang sekelas sama beliau dianggapnya lucu. Kok bisa? Ya lucu karena banyak mahasiswi yang curhat galau ke beliau tentang pernikahan. Saya ketawa kecil sambil menimpali, "Emang umur-umur segitu udah cocok ya bu bahas nikah..".
“Back then I didn’t know what it was to give up on a dream. What that meant… what it feels like when you think of a dream you’d forgotten” Baek In Ho - Cheese in The Trap
![]() |
Apa itu house call?
“If you can't walk to the throne, you can sit on the throne.” - Yong Pal
“If only people knew when death was coming and could bid their farewells, how nice would that be? But all we can do is to live each day preciously.” - Oh My Ghost(ess)
Kata-kata quote-able bertebaran disini. Menyentuh. Ketika akhirnya Nawaila menikah dengan Harris sedangkan keluarganya sendiri tidak mendukung. Lingkungan sekitarnya yang terkena fitnah jadi siksaan. Disitu saya sebagai perempuan merasakan OMGasdfghjkl jadi gitu rasanya perempuan. Berat. Keren lah pokoknya empat jempol saya aja nggak cukup buat novel ini. Kalo mau baca, bisa klik disini ya! Harus banget baca pokoknya hihihi :D Segitu aja deh biar lebih kerasa baca sendiri hehehe. Annyeong!
“Kadang ada sebuah masa di mana senja tidak lagi berwarna jingga, tapi merah menyala atau berkabut. Seperti itulah jawabannya,”
“Cinta adalah sebuah penyakit karena berpisah, isyarat dan astrolabium rahasia-rahasia Ilahi. Pada-Nya tempat berpulang setumpuk asa, juga cinta yang hakiki.” - Rembulan di Pinggang Bukit