Yogyakarta
Apa pilihan ketika hanya punya 6 jam di Jogja? Yang terlintas pertama dikepalaku adalah ikut walking tour. Untungnya, Jogja adalah salah satu kota yang punya walking tour DAN mudah untuk diakses. Walking tour yang kupilih adalah Jogja Good Guide. Dimana layanan ini berafiliasi dengan Jakarta Good Guide.
Aku pernah ikut rute walking tour Jakarta Good Guide dan lumayan puas. Jadi nggak ragu buat daftar walking tour bareng Jogja Good Guide.
![]() |
Foto milik Jogja Good Guide |
Aku pernah ikut rute walking tour Jakarta Good Guide dan lumayan puas. Jadi nggak ragu buat daftar walking tour bareng Jogja Good Guide.
Untuk daftarnya gampang banget.
- Pertama, kunjungi instagram Jogja Good Guide. Cek di postingan (biasanya di-pin) jadwal bulan berjalan ada rute mana aja.
- Udah menentukan pilihan? Lanjut, di kolom link ada url yang bisa diklik berisi form reservasi google doc. Isi aja data diri dan rute yang ditentukan, serta jumlah orangnya berapa.
- Nantinya akan dapat email balasan seperti ini. Aku lupa deh ini langsung auto reply atau enggak. Kayaknya sih langsung ya.
Udah jelas banget di email info titik temu, kontak guide dan tip yang sebaiknya diberikan. Ada info yang kelewat kubaca, yaitu foto titik temunya. Kebiasaan ngga baca attachment begitulah :P
![]() |
Foto milik Jogja Good Guide |
Di hari H aku termasuk yang dateng awal. Biasalah gabut LOL. Alhamdulillah ga nunggu lama dari jam janjian sih. Peserta walking tour di ruteku pas 10 orang. Jadi 11 ditambah kak Age sebagai guide-nya. Hehe.
***
Disini kami masuk ke 2 museum. Yang pertama ya sesuai di email: Museum TNI-AD Dharma Wiratama. Museum ini ada di persimpangan Gramedia Kotabaru. Tinggal nyebrang dikit aja.
Didominasi warna hijau khas TNI-AD, dari luar kelihatan sepi bener. Aku intip google reviews-nya cukup bagus as in terawat dan nggak suram khas museum di Indonesia.
Untuk masuk museumnya nggak ada HTM. Hanya disarankan untuk beli stiker buatan mereka, karena hasil penjualannya akan digunakan untuk perawatan museum. Fyi museum ini 100% dikelola oleh TNI-AD.
Dihalaman ada beberapa alat perang yang dipajang. Katanya sih ini asli ya, hanya udah ga bisa digunakan aja.
Masuk kedalam isinya sejarah TNI-AD, pergerakan perjuangan tentara waktu masa sebelum merdeka, termasuk strategi perang yang digunakan ditiap wilayah.
Ada pula dipajang seragam TNI dari tahun ke tahun. Yang menarik disini ada display senjata tembak yang buanyaaak banget. Kata guide-nya display macam ini cuma ada beberapa aja di dunia.
Untuk ukuran museumnya tergolong kecil, tapi padat. Jujur nggak terlalu menikmati karena kak Age cepet banget jalannya. Telat dikit ditinggal. Hiks. Kenapa keburu-buru banget sih, kaaak???
Highlight yang nggak boleh terlewatkan dari museum ini yaitu bunker bawah tanahnya.
Tepat di sebelah kanan dan masih terawat banget. Awalnya aku ragu sih bisa masuk apa enggak. Takut dengan ruangan sempit, mana dibawah tanah. Kalo ambrol piye?
Tapi melihat peserta lain santai aja yaudah aku ikutan. Nggak ada kesan serem sama sekali lho. Wong dalemnya di cat putih, ada pencahayaan cukup dari lampu kuning, dan akses naik turunnya cukup baik.
Bukan mudah ya, baik. Tetep aja harus hati-hati, agak nunduk biar ga kejeduk.
Pas harus naik lagi ke permukaan tanah, tangganya tegak lurus :")) tidak disarankan pake rok saat ikut tour ini.
***
Jalan kurang lebih 10 menit, kami menuju destinasi selanjutnya: Museum dr. Yap Prawirohusodo. Baru pernah denger? Sama. Aku juga.
Museum ini berada di komplek RS Mata dr. Yap. Aksesnya bisa dari depan (bagian rumah sakit) atau agak muter dulu lewat belakang. Agar lebih sopan, kata kak Age lebih baik lewat belakang. Agak sungkan juga kan ya ngelewatin pasien-pasien....
Untuk museum ini SSS: sangat super sederhana. Hehe. Hanya ada 1 ruangan yang berisi peralatan dr. Yap selama bertugas. Tentunya berhubungan dengan pemeriksaan mata. Untuk koleksinya lumayan menarik, tapi cara display-nya kurang. Kayak dijejerkan gitu aja.
Siapakah dr. Yap? Mengutip dari website Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, dr. Yap adalah agkatan pertama pelajar Tionghoa yang bersekolah di Universitas Leiden. Sekembalinya ke Yogyakarta, beliau mendirikan Rumah Sakit Mata Prinses Juliana Gasthuls voor Ooglijders.
dr. Yap mengabdikan dirinya dengan mendirikan Balai Mardi Wuto pada 12 September 1926. Balai ini menjadi lembaga sosial yang fokusnya pada pembinaan pasien tuna netra.
Musem ini gak ada HTMnya ya alias gratis. Cuma nulis nama aja di buku tamu. Sebagai penutup walking tour, kami diajak masuk sedikit ke perbatasan antara museum dan rumah sakitnya.
Bangunannya jadul banget berasa kembali ke masa lalu. Di Semarang ada juga nih klinik yang vibesnya jadul. Lupa namanya, yang diseberang Sekolah Hidayatullah di Banyumanik.
Pas banget cuaca sejuk, angin sepoi-sepoi. Ga pengen balikkkk. Oh ya di akhir perjalanan (ahzek) kak Age ngasih tebakan. Sama seperti walking tour lainnya nih. Hadiah kali ini adalah kartu post a.k.a postcard special edition yang dibuat sendiri oleh Jogja Good Guide.
Aku dapet gak? YA DAPET LAAAHHHHH HAHAHA gitu aja bangga aku tuh :')
***
Overall aku menikmati dan puas banget dengan rute walking tour ini. Menemukan hidden gemnya Jogja. Heheh. Tapi plis waktunya kurenggg dan jangan cepet-cepet kasih penjelasan buat guidenya :P
Akhir tahun 2023 lalu kembali lagi ke Jogja. Terhitung sudah 4 kali dalam setahun. Seperti mudik saja yhaa.
Kali ini tempat yang berhasil didatangi adalah Museum Sonobudoyo. Yay!
Sebelum pandemi melanda, aku sempat jalan ke Jogja sendiri. Melihat plang Museum Sonobudoyo tapi nggak tertarik. Dari depan tampak jadul dan kuno seperti museum yang kurang perawatan.
Lalu di 2023 konten Museum Sonobudoyo banyak muncul di Tiktok. Usut punya usut ternyata memang baru ada penambahan gedung di belakang.
Kami cus masih pakai baju kondangan langsung ke museum. Di google maps ada 2 titik. Museum Sonobudoyo Unit I dan Unit II. Dengan pedenya kami ke unit II. Emang bener sih ada plang Museum Sonobudoyo gedhay. Lha tapi kok sepi?
"Ah palingan karena hari kerja" - pikirku yang sotoy ini. Lhadalah ketemu petugas dikasih tau ini tuh kantor bukan museumnya. Pantes yang wara-wiri pada pake lanyard Coach.
"Jauh nggak pak dari sini kalau jalan kaki?"
"Wah jalan kaki ya lumayan"
Kami pun memutuskan untuk memesan ojek online sampai.....bapak satpamnya manggil kami dan bilang,
"Ayo mbak saya anterin. Mbak satunya ikut bapak itu ya" (kami berdua ciwi-ciwi)
Kalau bukan pelayanan prima apaaa ini namanya pemirsa? Dengan dibonceng petugas yang baik hati kami dianter ke tempat yang benar. Di deretan titik 0 yagesya plis jangan nyasar kayak kami. Kasian ngerepotin bapak satpamnya :P
Baru deh disini keliatan antrian turis kayak kami. Harga tiket Museum Sonobudoyo untuk turis domestik Rp10.000 saja. Bisa tunai atau QRIS (ingat, kris bukan kyuris). Antri tiketnya agak lama, petugasnya sekalian ngerapiin tiap dapet uang tunai kayak bakulan kukut.
***
Masuk aja ada gedung pamer tetap Museum Sonobudoyo. Ini belum gedung barunya ya. Wajar kalau isinya kurang instagram-able. Boleh titip tas di petugas (kaya aqu yang bawaannya segede gaban). Isi gedung depan ini koleksi kerajaan Bali, serta gamelan plus pemainnya.
Jangan kecewa dulu dengan isinya. Kamu cukup jalan ikut arah ke gedung baru, lewat jalan kecil bersuasana Bali ini.
Dan voila! Sampailah kita di gedung pamer baru Museum Sonobudoyo. Tingkat 6 gaes ini. Aku nggak ekspektasi sama sekali. Udah buuuaaannyyaaaakkk pol koleksi yang dilihat di lantai 1-4. Eh di lantai 5-6 itu luwih apik yakin orak ngapusi.
Tiket masuk diminta nunjukin lagi ya. Jangan sampai ilang. Didepan ini ada kumpulan bocah-bocah ngebatik. Kayaknya bisa ikutan kalau ada waktu.
Secara isinya nggak ada alur kronologis yang harus diikuti runtut. Lebih ke tematik. Tapi jujur aku lupa tema per lantainya apa. Ada banyak yang ditampilkan, seperti alat makan, kendaraan, batik, topeng, perwayangan, senjata tradisional.
Salahku itu dilantai bawahnya lama, baru terkejut di lantai atas ternyata bagus.
Kenapa?
Ada bagian yang pake virtual reality seperti memanah. Ada bisa main semacam ayo dance gitu dengan lagu tradisional. Ada juga video yang disetel dan seru banget (kayaknya). Karena aku kelamaan di lantai bawah, yang atas jadi cuma selintas doang. Padahal kepo T_T plis kalo kesini beneran luangin waktu yang lama ya. Atau langsung keatas dulu baru keliling bawah.
Wahana interaktifnya se-menarique itu.
Dari Museum Sonobudoyo kami berpindah ke Gedung Pamer Temporer Museum Sonobudoyo untuk lihat Pameran AMEX 2023. Pas banget cuma diadakan pada 7 November - 30 Desember 2023. Tiketnya udah termasuk dari Rp10.000 yang udah dibeli diawal. Berasa dapet jackpot keliling 3 tempat dengan 1 tiket aja.
Untuk disini yang dipamerkan tentang koneksi budaya yang dihasilkan perdagangan maritim di Asia Tenggara, khususnya Nusantara. Ada tentang beragam agama dan kitab suci yang masuk ke Indonesia, kain batik, perbumbuan (rempah kali ya tepatnya), sampai alat transportasinya.
Lumayan lengkap dan menjelaskan gimana ekspedisi agama, rempah, budaya nyampe ke Indonesia. Terakhir sebelum keluar bisa foto dulu yang hasilnya segemoy ini.
Kalau kamu tipe yang menikmati museum, bukan hanya berburu konten, waktu 3 jam puas kali ya. Semua bisa dibaca, dicek satu-satu. Asal ga dipegang yah kan ga boleee. Nyesel deh dateng kesini. Iya nyesel cuma punya waktu dikit, kurang mendalami eksplorasinya :))
Jogja mana suaranyaa? Masih dalam suasana lebaran di Jogja tentu nggak menyia-nyiakan waktu ke toko buku. Jogja ini salah satu daerah yang toko buku non ritelnya banyak lho. Asli. Aku udah nyimpen ada 5 tempat kali ya di maps-ku. Ini toko buku kedua yang aku kunjungi setelah Bawa Buku.
Baca: When in Jogja
Lokasinya lumayan jauh dari pusat kota. Aku pilih ini karena deket dengan hotel tempatku menginap di daerah Meguwo. Aku saranin lebih enak pakai kendaraan pribadi atau ojek online. Pemberhentian transportasi umum terdekat di Stasiun Maguwo. Letaknya cukup "mblusukan". Malah diseberang tokonya masih persawahan.
Berdikari Book
Berdikari, Sarirejo, RT 06/RW 47, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, 55282
Aku datang kesini di weekday menjelang Magrib. Sepi! Sesuai harapanku. Haha. Yaa gimana yaa jiwa introvert ini baru bisa menikmati baca buku waktu sepi aja.
Dari depan vibesnya mirip kayak C2O Library. Homey dengan vibes hijau tanaman. Ada area baca outdoor dan indoornya. Yang jadi penanda ada plang Berdikari Book didepan warna merah.
Baca: C2O Library & Collabtive
Area baca luarnya ada 2 bagian. Yang bikin unik tuh mejanya disini ada yang pijakannya dari mesin jahit. Lucu banget. Baru nyadar pas nyandarin kaki. Loh, kok gerak? Panik, panik :p ternyataaa...
Berdikari Book ini bisa dibilang 3 in 1. Pertama disediakan perpustakaan dan area baca yang cukup cozy. Koleksi bukunya diurutkan berdasarkan penerbit. Penerbit Indonesia sih dan keliatannya koleksinya semua berbahasa Indonesia (semoga tidak salah).
Penataannya menarik! Ada buku-buku yang digantung gitu langsung "WAAHHH".
Ada juga mesin ketik di bagian ujung. Kurang tau masih bisa dipake ga, ga nyobain. Selain itu ada meja dan 2 bean bag berhadapan. Sayangnya bean bagnya kucel WKWK mon maap sebagai kaum-kaum clean freak kurang berkenan liatnya.
Puas liat-liat koleksinya, aku memutuskan pesen makan dulu. Menu yang tersedia sederhana aja. Kayak lemon tea, bitterballen, french fries. Awalnya aku pesen bitterballen. Eh masnya datang tergopoh-gopoh ngasih tahu udah habis. Yasudaah diganti french fries. Aku oke aja. Total makan minum sekitar 30ribuan. Murah bagi ukuran manusia yang udah tinggal di Jabodetabek :))
Betah banget disini sih. Selama kurang lebih sejam cuma ada 5 orang yang dateng. Ga pake acara berisik atau merokok pun luv. Berhubung (lagi-lagi) waktu terbatas, cuma bisa sekitar sejam aja. Berasa kurang hiks.
Sebagai penutup apalagi kalau bukan belanjaa! Koleksinya buanyaaak! Dari berbagai penerbit. Rapi. Bersih. Bukunya masih bersampul plastik. Ada rak best-seller untuk calon pembeli yang ngga ada tujuan spesifik ke aku.
Pembayaran bisa tunai dan non tunai. Aku pilih QRIS kebanggaan kita semua. Tiap pembelian dapet tote bag lucukkk.
Berdikari Book ini bisa dibilang cukup establish ya. Follower instagram udah ratusan ribu. Penjualannya termasuk di berbagai e-commerce. Top lah.
Yuk, kapan kita kesini?
Akhirnya kembali lagi ke Jogja! Udah merasa wajib tiap tahun ke Jogja dan Solo.
Baca: When in Jogja
Sebenarnya dalam rangka pelatihan. Eh ternyata di akhir pelatihan ada kunjungan ke Arsip Jogja. Masih nyambung berhubung pelatihannya ya kearsipan. Pas banget beberapa waktu sebelumnya liat postingan di instagram tentang Arsip Jogja. Baru nandain aja lha kok ternyata rezekinya mampir. Alhamdulillaah...
Malahan ditambah presentasi spesial dari Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY-nya langsung dalam rangka pelatihan :p
Malahan ditambah presentasi spesial dari Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY-nya langsung dalam rangka pelatihan :p
The story behind...
Latar belakang pembangunan Arsip Jogja ini ada banyak, diantaranya pengen membangun memori kolektif bangsa. Yup, Arsip Jogja memang isinya sejarah Jogja dari zaman Panembahan Senopati sampai dengan Keistimewaan (masa Sri Sultan HB X) dalam kurun waktu 430 tahun. Panjang, ya?
Pastinya jumlah arsip yang dikumpulkan banyak. Kalau dipikiranmu arsip = dokumen tertulis maka masih kurang tepat. Arsip bisa berbentuk apa saja, termasuk foto, video, rekaman suara, potongan surat kabar, daan masih banyak lagi. Daripada arsip tersebut numpuk di ruang penyimpanan, dibuatlah Arsip Jogja sedemikian rupa biar masyarakat bisa menikmati.
Selama presentasi, jujur aku lumayan tercengang sih. Untuk ukuran orang pemerintahan semangatnya bener-bener menggebu dan menular. Haha. Pembangunan Arsip Jogja melibatkan kolaborasi banyak pihak. Diantaranya sejarawan, pelaku sejarah, saksi sejarah, arsiparis, seniman, birokrat, akademisi, dan yang pasti animator serta para pelaku industri kreatif lain. Semakin mendengarkan aku semakin penasaran, sebagus itukah?
Yaudah yuk capcus ke Arsip Jogja
Berlokasi di Jl. Janti, Banguntapan, Kabupaten Bantul, Arsip Jogja bergabung dengan gedung Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY.
![]() |
Pintu masuk pertama disini gais |
Jadi dari luar ngga langsung terlihat gedungnya. Kudu masuk dulu, ngelewatin perpustakaannya. Menyeberangi lautan lapangan baru deh keliatan gedung dengan bernama Depo Arsip.
![]() |
Arsip Jogja ada di gedung ini |
Untuk tarifnya aku ambil dari website Arsip Jogja (per 1 November 2022)
1. Pelajar/Mahasiswa Rp. 20.000/ orang*
2. Umum Rp. 30.000/orang
3. Asing Rp. 100.000/orang
4. Pembuatan liputan khusus/vlog/content youtube Rp. 250.000/orang/sesi
* Tarif diberlakukan mulai anak usia 7 tahun,
* Kunjungan rombongan dari sekolah minimal kelas 5 SD
Pembayaran tiket masuk untuk sementara waktu hanya dilayani di lokasi (Frontdesk Diorama Arsip Jogja) secara TUNAI.
Jangan lupa untuk ngecek jadwalnya ya. Kenapa? Karena untuk menikmati diorama yang disajikan akan diberikan 1 guide dan berkelompok. Bukan yang masuk liat-liat sendiri ya. Aturan ini sama dengan ketika di Museum Rumah Atsiri.
Menurutku oke sih dibanding jalan sendiri, enak bisa ada yang ditanya-tanya (I'm a curious cat). Tiap sesi kurang lebih 90 menit.
Gini nih experiencenya...
Sebelum masuk, disambut dengan denah ruang Arsip Jogja dan keterangan sumber arsip.
Untuk masuk nggak diperbolehkan bawa tas gede, bisa dititipkan di loker. Sepatu juga ga boleh ya, jadi bisa dilepas diluar dan ditata rapi.
Pertama masuk disambut dengan kegelapan alam barzah ruang berdinding cermin. Kami diminta untuk duduk lesehan buat nonton film pembuka. Film ini sedikit menceritakan gambaran sejarah Jogja di masa lalu. Jujurly animasinya beneran bagusss. Efek suara oke. Kurang lama aja durasinya :P terbukti dengan saat selesai kami roaming dulu, "Hah ini segini aja? Kirain masih lama" LOL.
Mas guidenya (maaf ku lupa namamu mas) mengajak kami ke ruangan selanjutnya. Kisahnya terbagi jadi seperti ini (semoga ga salah inget):
1. Kerajaan Mataram
2. Kasultanan Yogyakarta
3. Puro Pakualaman
4. Yogyakarta Ibu Kota Revolusi
5. Yogyakarta Masa Kini
6. Tematik (Yogyakarta Kota Pendidikan, Kota Pariwisata, dll).
Di masa kerajaan ini, terdapat buuaanyaak banget arsip yang bisa dilihat. Manuskrip, maket Keraton Yogyakarta, instalasi pendukung.
Dan ada bagian yang bisa dilihat dengan AR. Ide AR ini cukup bagus TAPI eksekusinya masih kureng menurutku. Pertama, pengunjung harus download dulu app-nya di website Arsip Jogja. Lalu cuma bisa di Android. Udah didownload pun aku belum berhasil. Jadi yaudalah nebeng ke yang lain.
AR-nya bukan yang gimana-gimana sih. Masih sekadar tambahan hiburan aja, misal di buku yang bisa discan itu muncul gambar tulisan-tulisannya. Jadi meskipun ngga liat pake AR pun pengunjung tetep bisa menikmati.
Sebagai penikmat museum dan sejenisnya, waktu yang diberikan di tiap ruang ini kurang lama dibanding dengan arsip yang dipamerkan.
"Yaudah tinggal aja di ruangan itu dulu"
Nggak bisa bestie karena begitu mas guide-nya meninggalkan ruangan, lampu di ruangannya redup a.k.a dimatikan. Ga bisa liat apa-apa dan pilihannya ya harus ngikutin waktu. Aku gatau sih ini aku aja atau yang lain. Karena waktu di Museum Rumah Atsiri pun aku juga begini sampe kudu ikutan rombongan dibelakang :))
Apa bagian favoritku?
Semua! Haha. Susah buat pilih salah satu. Aku suka di bagian sejarah kerajaan. Aku suka di bagian Yogyakarta era modern. Aku suka bagian Yogyakarta kota tematik terutama Kota Budaya. Semuanya bagusss. Oh ya bahkan ada jaminan dari Kepala Dinas bahwa arsip-arsip yang ada disini diusahakan nggak ada ditempat lain. Benar-benar eksklusif dan baru!
Kebenarannya sih gatau, kan belum muterin museum sedunia :P ini beberapa instalasi yang aku abadikan~ jiakh abadikan.
![]() |
Yogyakarta sebagai Kota Pelajar |
![]() |
Yogyakarta sebagai Kota Budaya |
Di beberapa titik aku lihat sih memang ada koleksi pribadi, misalnya dari pak Butet. Keren ya? IYALAHHHH.
Oh ada yang paling berkesan di bagian Yogyakarta dan Kebencanaan. Di ruangan ini kami nonton film singkat terkait gempa Jogja di tahun 2006 lalu. Mas guide udah memperingatkan buat yang punya ketakutan tersendiri biar ga ikutan. Aku kirain bakal ada efek 4D gitu ternyata enggak sih. Cuma ya mengharukan banget film yang diputar :') mbrebes mili selama nonton.
Awalnya dimulai dari simulasi gempa terjadi berupa animasi. Dilanjut dengan penayangan berita dari TV nasional yang mewawancarai penyintas gempa. Mana penyintasnya udah kakek nenek renta gitu. Makin mbrebes mili gak sih :')
Di akhir penutupan ditayangkan video testimoni dengan pertanyaan, "Kenapa Jogja Istimewa?"
Buatku, karena keramahan khas Jawa-nya itu membuatku merasa diterima dan feeling like home. Menurutmu, kenapa Jogja istimewa?
Jangan lupa berkunjung kesini ya!
YESSS. Wish list keceklis lagi. Bukan glamping, melainkan camping. Yang merakyat. Yang menyatu dengan alam.
Waduk Sermo menjadi pilihan karena keliatan terjangkau. Baik dari sisi transportasi maupun akomodasi. Bisa ditempuh motoran selama 1-2 jam dari pusat kota Jogja. Jalanannya pun lumayan bagus. Masih ada yang belum aspal saat mendekati waduk, tapi cukup ramat bagi pemula. Nggak ekstrim. Perkara tenda dan printilan lainnya bisa sewa.
Lokasi camping di Waduk Sermo sendiri ada beberapa titik. Kata pengelolanya sekitar 10. Belakangan aku baru tau ada glampingnya pula. Tinggal pilih sesuai preferensi.
Titik yang aku pilih ini itungannya nggak terlalu luas, tapi lumayan. Kenapa bilang gitu?
1. Kamar mandi + wc tertutup. Jangan harap bersih kinclong ya. Lumayan aja buat mandi dan buang air. Udah keramik.
2. Ada pos jaga. Plus udah jelas retribusi.
3. Parkir memadai
4. Ada mushola dan area wudhu
5. Ada dermaga
6. Ada semacam bale-bale buat sekadar duduk-duduk
7. Tempat sampah (penting!)
8. Ada warung tapi lupa buka sampe jam berapa. Kayaknya nggak 24 jam.
9. Sinyal provider masih ada
Yah bukan tempat terpencil bangetlah.
Persiapan campingnya aku serahkan ke partner. Dia cuma nanya mau sewa apa aja. Sistemnya si pengelola ini kasih list barang dan harga lewat Whatsapp. Kami pilih dan bayar. DP dulu 50% sisanya dibayar waktu check out.
Informasi ada di instagram seperti biasa. Memang internet ini sangat memudahkan hidup ya. Ada beberapa akun nih yang menawarkan camping di Waduk Sermo. Sempat liat akun yang bilang tutup sementara. Akhirnya pilih yang beneran buka. Oh sempat bingung ketemu sama bapaknya gimana? Apakah dia bukan penipu? Thanks to Get Contact gak ada aneh-aneh.
Anyway, printilan yang kami pesan adalah:
Tenda 4 orang: Rp 50.000 (gak mau pesen yang 2 keliatan kecil HAHA gak rela dempet-dempetan)
Matras 2: Rp 10.000
Flysheet 1: Rp 10.000
Kompor BBQ: Rp 25.000
Cooking set: Rp 10.000
Lampu hias tenda: Rp 20.000
Kursi 2: Rp 20.000
Meja 1: Rp 25.000
Sleeping bag 2: Rp 20.000
Gas 1: Rp 10.000
Bongkar pasang Rp 15.000 (sekalian minta dipasangin. Yakali ah pemula masang sendiri. Entah kapan jadinya ya kan)
Tikar piknik 1: Rp 10.000
Total Rp 235.000
Untuk ukuran camping harga segitu masuk akal, karena kami sama sekali gak ada yang punya. Mau beli pun bukan camper yang tiap minggu camping.
Mungkin bisa lebih murce kalo kamu yang hobi camping punya alatnya. Akomodasi siap disana. Kami tinggal bawa diri + pakaian + makan dari Jogja.
Baca: When in Jogja
Kami belanja di mirota kampus! Yaampun siapa sih yang ngga tau toko legend ini hihihi. Yang kami beli adalah selada, frozen food, pop mie, cokelat, beng-beng, air mineral, sosis siap makan, tusuk sate. Mau beli daging slice ternyata nggak ada. Melipirlah ke superindo. Alhamdulillah ada. Udah kelar perbekalan, cuss ke Waduk Sermo.
Panas banget gaes :') berangkatnya pas siang bolong habis zuhur wkwkwk dipikir lagi kok ya sanggup ya? Alhamdulillah selama perjalanan nggak ada problem sama sekali. Sempat berhenti sekali di masjid itupun parkirannya aja sekadar meluruskan kaki.
Pas udah keliatan tulisan Bendungan Sermo, yang aku pikirin udah deket nih. Ternyata....kagak! Kasian deh lu udah berharap. Ternyata titik camping yang kami pilih ini ada di seberangnya bendungan. Tentunya lewat jalan muter. Mungkin bisa lebih cepet pake kapal. Ya tapi motornya mau ditaruh mana ceunah???
![]() |
Camping ground-nya di ujung sono gaes |
Pas aku berkomentar "Ih ternyata kita muterin bendungan doang ya daritadi tuh"
Diketawain sama penjaganya. Keliatan nggumunan yak e yo aku ki. Ancen sih.
Berhubung kami camping bukan di weekend, agak was-was kalo sepi gimana nih?
Kalo cuma tenda kami aja gimana nih?
Alhamdulillah kekhawatiran itu tidak beralasan. Camping ground-nya bisa dibilang 70% terisi. Dan nggak cuma mas-mas aja, ada mbak-mbaknya. Hehe. Selamettt.
Kami sampai sekitar jam 3-an. Langsung cek tenda. Cek barang sewaan. Ternyata nggak perlu flysheet kata bapaknya. Yaudah diganti dengan panci aja. Eh pas ngecekin barangnya....alat makannya nggak rekomen sih monanges. Jiji :") untung kebiasaan bawa sendiri aku tuh. Ada 1 set alat makan dan 2 kotak makan silikon.
Untuk tendanya dipasangin agak kebelakang. Lebih tinggi tanahnya daripada pinggiran waduk persis. Awalnya oke aja sih soalnya belom ada tenda lainnya kan tuh. Eh pas menuju senja mulai berdatangan yang lain. Ketutupan deh tuh tendanya buat memandang waduk langsung. Ya~sudah~lah~
Selain untuk camping ground ya tempat ini juga digunakan buat manusia haus postingan estetik instagram. LOL. Banyak remaja yang duduk-duduk sewa tiker bawa jajan piknik ala-ala gitu. Wow terniat sih. Aku belum pernah seniat itu. Bahkan di Kebun Raya Bogor aja engga :P applause. Kemudian dateng mas-mas motoran. Yang ini agak nyebelin ya karena merokok dan BERISIK. Padahal maknanya balik ke alam (menurutku) ya udah diem aja dengerin suara alam yang asli. Males banget huhu terutama sama asap rokok. Perlu di-banned deh rokok tuh di area camping!
Kami menunggu senja dengan....foto-foto dong. Apalagi?
Sedih sih banyak sampah plastik di pinggirannya :( why people don't put trash on its place WHY?
Aku nggak mengambil gambar matahari tenggelam. Karena ada di sisi belakang tenda, ketutupan pepohonan. Nggak strategis. Yaudah kan aku nggak ambis.
Sisa malam itu kami habiskan dengan ngobrol ngalor ngidul. Masak. Dengerin yang lain ngobrol dan gitaran. Kami sama sekali nggak interaksi sama tenda lain HAHA antara introvert, pemalu dan males aja.
![]() |
Pake hp kentang maupun hp apel ga bisa ke-capture dengan baik. Atau emang akunya aja yang kurang pro :)) |
It's one of best view I ever had. Langitnya bersih gak ada polusi. Bintangnya bertaburan. Bulan muncul. Sholat dibawah suasana kayak gitu bisa membayangkan, nggak? SO PEACEFUL. Monanges. Asli. Bagus banget. Bersyukur banget. I hope this could last forever cenah :') sekelebat lewat pikiran, "Ini kalo langit runtuh bakalan kayak gimana ya?" - si random dasar.
Alhamdulillah malam itu cerah. Hujan nggak turun. Kami bisa tidur dengan nyenyak. Jadi gini rasanya tidur hampir beralaskan tanah. Udah lama gak ngerasain. Mungkin terakhir di jaman sekolah? Wow feel so long. Mana sleeping bagnya tipis pula wkwkwk untung juga ngga terlalu dingin. Malah kata si partner: kok sumuk ya? :))
Tengah malem disebelah kedengeran grusak grusuk. Kayaknya ada yang baru dateng dan mendirikan tenda. Asli BERISIKKK why orang tuh berisik banget ya aku masih gak paham. Apa tidak bisa datang dengan senyap? *dikira spy*.
Paginya, bener dong berdiri tenda disebelah kami. Isinya cowok-cowok dengan 1 cewek. Warbiyasa sih mbaknya bisa gitu tipsnya apa ya?
Manusia-manusia di tenda sebelah itulah yang akhirnya berhasil mengajak kami ngobrol. Diawali dengan ngasih nugget. Goreng. Mereka niat camping sih bawa minyak goreng segala. Kami mah apa atuuuh.
Usut punya usut ternyata anak Semarang juga. Seangkatan (kayaknya). Memang dunia ini sempit. YAIYALAHHH cuma di Jogja. Bukan di Korea. Kemungkinan ketemu orang Semarang lebih besar daripada ketemu orang Seoul *gak gitu mainnya ya.
Bonus nungguin matahari terbit. Ini cancik banget asli.
Maturnuwun gusti masih dikasih kesempatan buat menyaksikan ciptaan-Mu yang luar biasa. I'm blessed. Alhamdulillah...
***
Overall, camping di waduk sermo cukup memuaskan (terutama buat pemula). Kena pungli sekali sih sebelum pintu masuk tapi yaudahlah nggak terlalu barbar sebenernya. Aku aja yang penakut jadi asal kasih. Masih belajar buat tegas dan nggak keliatan takut nih makanya perlu traveling kesana kemari.
Kemudian masukan buat pengunjung maupun pengelola, buang sampah pada tempatnya atuh. Udah disediakan tempat sampah lho keliatan gede masa masih ga mau juga buang ditempatnya?
Buatku pribadi, masih PR untuk nggak membuat sampah selama traveling. Yang aku bisa masih sebatas bawa alat makan, tumblr, kotak makan dan tote bag. Perjalanan panjang untuk bisa nggak nyampah seperti nggak bawa AMDK atau makanan kemasan lainnya. Semoga next time bisa ya traveling minim sampah :)
Subscribe to:
Posts (Atom)