Baca: When in Jogja
Sebenarnya dalam rangka pelatihan. Eh ternyata di akhir pelatihan ada kunjungan ke Arsip Jogja. Masih nyambung berhubung pelatihannya ya kearsipan. Pas banget beberapa waktu sebelumnya liat postingan di instagram tentang Arsip Jogja. Baru nandain aja lha kok ternyata rezekinya mampir. Alhamdulillaah...
Malahan ditambah presentasi spesial dari Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY-nya langsung dalam rangka pelatihan :p
Malahan ditambah presentasi spesial dari Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY-nya langsung dalam rangka pelatihan :p
The story behind...
Latar belakang pembangunan Arsip Jogja ini ada banyak, diantaranya pengen membangun memori kolektif bangsa. Yup, Arsip Jogja memang isinya sejarah Jogja dari zaman Panembahan Senopati sampai dengan Keistimewaan (masa Sri Sultan HB X) dalam kurun waktu 430 tahun. Panjang, ya?
Pastinya jumlah arsip yang dikumpulkan banyak. Kalau dipikiranmu arsip = dokumen tertulis maka masih kurang tepat. Arsip bisa berbentuk apa saja, termasuk foto, video, rekaman suara, potongan surat kabar, daan masih banyak lagi. Daripada arsip tersebut numpuk di ruang penyimpanan, dibuatlah Arsip Jogja sedemikian rupa biar masyarakat bisa menikmati.
Selama presentasi, jujur aku lumayan tercengang sih. Untuk ukuran orang pemerintahan semangatnya bener-bener menggebu dan menular. Haha. Pembangunan Arsip Jogja melibatkan kolaborasi banyak pihak. Diantaranya sejarawan, pelaku sejarah, saksi sejarah, arsiparis, seniman, birokrat, akademisi, dan yang pasti animator serta para pelaku industri kreatif lain. Semakin mendengarkan aku semakin penasaran, sebagus itukah?
Yaudah yuk capcus ke Arsip Jogja
Berlokasi di Jl. Janti, Banguntapan, Kabupaten Bantul, Arsip Jogja bergabung dengan gedung Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY.
Pintu masuk pertama disini gais |
Jadi dari luar ngga langsung terlihat gedungnya. Kudu masuk dulu, ngelewatin perpustakaannya. Menyeberangi lautan lapangan baru deh keliatan gedung dengan bernama Depo Arsip.
Arsip Jogja ada di gedung ini |
Untuk tarifnya aku ambil dari website Arsip Jogja (per 1 November 2022)
1. Pelajar/Mahasiswa Rp. 20.000/ orang*
2. Umum Rp. 30.000/orang
3. Asing Rp. 100.000/orang
4. Pembuatan liputan khusus/vlog/content youtube Rp. 250.000/orang/sesi
* Tarif diberlakukan mulai anak usia 7 tahun,
* Kunjungan rombongan dari sekolah minimal kelas 5 SD
Pembayaran tiket masuk untuk sementara waktu hanya dilayani di lokasi (Frontdesk Diorama Arsip Jogja) secara TUNAI.
Jangan lupa untuk ngecek jadwalnya ya. Kenapa? Karena untuk menikmati diorama yang disajikan akan diberikan 1 guide dan berkelompok. Bukan yang masuk liat-liat sendiri ya. Aturan ini sama dengan ketika di Museum Rumah Atsiri.
Menurutku oke sih dibanding jalan sendiri, enak bisa ada yang ditanya-tanya (I'm a curious cat). Tiap sesi kurang lebih 90 menit.
Gini nih experiencenya...
Sebelum masuk, disambut dengan denah ruang Arsip Jogja dan keterangan sumber arsip.
Untuk masuk nggak diperbolehkan bawa tas gede, bisa dititipkan di loker. Sepatu juga ga boleh ya, jadi bisa dilepas diluar dan ditata rapi.
Pertama masuk disambut dengan kegelapan alam barzah ruang berdinding cermin. Kami diminta untuk duduk lesehan buat nonton film pembuka. Film ini sedikit menceritakan gambaran sejarah Jogja di masa lalu. Jujurly animasinya beneran bagusss. Efek suara oke. Kurang lama aja durasinya :P terbukti dengan saat selesai kami roaming dulu, "Hah ini segini aja? Kirain masih lama" LOL.
Mas guidenya (maaf ku lupa namamu mas) mengajak kami ke ruangan selanjutnya. Kisahnya terbagi jadi seperti ini (semoga ga salah inget):
1. Kerajaan Mataram
2. Kasultanan Yogyakarta
3. Puro Pakualaman
4. Yogyakarta Ibu Kota Revolusi
5. Yogyakarta Masa Kini
6. Tematik (Yogyakarta Kota Pendidikan, Kota Pariwisata, dll).
Di masa kerajaan ini, terdapat buuaanyaak banget arsip yang bisa dilihat. Manuskrip, maket Keraton Yogyakarta, instalasi pendukung.
Dan ada bagian yang bisa dilihat dengan AR. Ide AR ini cukup bagus TAPI eksekusinya masih kureng menurutku. Pertama, pengunjung harus download dulu app-nya di website Arsip Jogja. Lalu cuma bisa di Android. Udah didownload pun aku belum berhasil. Jadi yaudalah nebeng ke yang lain.
AR-nya bukan yang gimana-gimana sih. Masih sekadar tambahan hiburan aja, misal di buku yang bisa discan itu muncul gambar tulisan-tulisannya. Jadi meskipun ngga liat pake AR pun pengunjung tetep bisa menikmati.
Sebagai penikmat museum dan sejenisnya, waktu yang diberikan di tiap ruang ini kurang lama dibanding dengan arsip yang dipamerkan.
"Yaudah tinggal aja di ruangan itu dulu"
Nggak bisa bestie karena begitu mas guide-nya meninggalkan ruangan, lampu di ruangannya redup a.k.a dimatikan. Ga bisa liat apa-apa dan pilihannya ya harus ngikutin waktu. Aku gatau sih ini aku aja atau yang lain. Karena waktu di Museum Rumah Atsiri pun aku juga begini sampe kudu ikutan rombongan dibelakang :))
Apa bagian favoritku?
Semua! Haha. Susah buat pilih salah satu. Aku suka di bagian sejarah kerajaan. Aku suka di bagian Yogyakarta era modern. Aku suka bagian Yogyakarta kota tematik terutama Kota Budaya. Semuanya bagusss. Oh ya bahkan ada jaminan dari Kepala Dinas bahwa arsip-arsip yang ada disini diusahakan nggak ada ditempat lain. Benar-benar eksklusif dan baru!
Kebenarannya sih gatau, kan belum muterin museum sedunia :P ini beberapa instalasi yang aku abadikan~ jiakh abadikan.
Yogyakarta sebagai Kota Pelajar |
Yogyakarta sebagai Kota Budaya |
Di beberapa titik aku lihat sih memang ada koleksi pribadi, misalnya dari pak Butet. Keren ya? IYALAHHHH.
Oh ada yang paling berkesan di bagian Yogyakarta dan Kebencanaan. Di ruangan ini kami nonton film singkat terkait gempa Jogja di tahun 2006 lalu. Mas guide udah memperingatkan buat yang punya ketakutan tersendiri biar ga ikutan. Aku kirain bakal ada efek 4D gitu ternyata enggak sih. Cuma ya mengharukan banget film yang diputar :') mbrebes mili selama nonton.
Awalnya dimulai dari simulasi gempa terjadi berupa animasi. Dilanjut dengan penayangan berita dari TV nasional yang mewawancarai penyintas gempa. Mana penyintasnya udah kakek nenek renta gitu. Makin mbrebes mili gak sih :')
Di akhir penutupan ditayangkan video testimoni dengan pertanyaan, "Kenapa Jogja Istimewa?"
Buatku, karena keramahan khas Jawa-nya itu membuatku merasa diterima dan feeling like home. Menurutmu, kenapa Jogja istimewa?
Jangan lupa berkunjung kesini ya!
Post a Comment
Halo! Terimakasih sudah membaca. Setiap komentar masuk akan dimoderasi. Untuk komentar dengan anonim tidak akan saya balas, ya. Yuk biasakan menjadi diri sendiri di dunia maya!