Monday, January 01, 2024

Tugas Pertama di 2024: Menerima

Hola!

Tugas Pertama di 2024: Menerima

Berjumpa di tahun 2024. Alhamdulillah masih bisa bertahan sejauh ini. Seperti biasa pergantian sesuatu menyisakan hal untuk direfleksikan. Menutup tahun 2023 lalu aku menghabiskan waktu dengan membaca buku berjudul unik: Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring.

Pertama kulihat buku ini dari laman X (twitter). Waktu pre-order dapat hadiah spons cuci katanya. Nah ketika aku buka Gramedia Digital eh sudah ada yang versi digital. Apakah langsung tertarik? Belum.

Kupikir berduka = kematian. Stereotype-nya seperti itu bukan? Lagipula aku nggak ingin menutup tahun dengan membaca hal yang "sedih" cenderung "galau". Kenapa tidak cari yang bahagia saja?

Tapi ternyata rasa kepoku lebih besar. Aku memutuskan untuk membacanya dan.....aku seperti menemukan jawaban atas perilaku ku belakangan ini.

Perilaku yang mana?
Yang terasa berat untuk berjalan menatap masa depan.
Yang terasa ada beban menahan dikaki.

Aku sadar, aku belum berteman dengan kedukaan. 
"Memang ditinggal meninggal dunia siapa?"
Nggak ada - eh belum.

Kita harus tahu dulu nih duka itu apa. Menurut buku ini,
Duka bisa terjadi ketika kita meletakkan sesuatu dalam hati kita dan mencabut paksa hal itu, meninggalkan kehampaan dalam hati kita.

Definisikan sesuatu sesuai dengan kondisiku.
Apa sesuatu yang dicabut itu?
Bagi temen (bahkan nggak deket) dan pembaca blog ini dari awal tahu sih. Pemindahan lokasi kerjaku dari Surakarta ke Bogor. Hal ini menggoncang batin yang cukup kuat. Aku si ranking 2 seleksi yang bisa bebas memilih penempatan manapun terlalu jumawa.


Aku yang udah merencakan bakalan menetap di Surakarta terlalu percaya diri. Semesta bisa berubah tanpa peringatan. Aku yang akhirnya hancur berkeping-keping dan merasa terbuang, masih menyimpan kedukaan ini bahkan hampir 3 tahun berpindah disini.

Terdengar lebay? Ya, kenyataannya memang begitu. Sedari awal aku nggak pernah menutupi apa yang aku rasakan. Entah apa respon orang disekitarku mengenai hal ini, aku nggak peduli. Karena toh yang beneran peduli nggak pernah komentar jelek tentang hal ini.

Lalu apalagi?
Kedukaan karena "ditinggal" menikah. Klise banget ya? Sebenarnya nggak ada hubungan khusus, sih. Aku pun nggak pernah bergerak kearah serius. Pada saat itu yang bisa kulakukan berdoa. Ternyata hal itu nggak cukup. 


Aku kira udah ikhlas.
Aku kira udah menerima dengan lapang dada.
Ternyata belum :)

***

Lalu harus kuapakan semua kedukaan itu?
Apakah harus dibuang? Apakah harus dikubur dalam-dalam?
Jawabannya: menerima.
Penerimaan adalah mengakui bahwa sesuatu ada atau terjadi.

Mulailah untuk menerima realitas, menerima kenyataan akan fakta sesuatu telah terjadi. Yang membuat sulit ya ini: sering mengajukan pertanyaan kenapa. Kenapa aku? Kenapa bukan dia? Kenapa dia pilih yang lain? Sampai-sampai aku menolak realitas atau mengharuskan ekspektasi versi diriku.

Emang nggak boleh mempertanyakan jalan hidup yang dihadapkan ke kita? Boleh. Tapi ingat: apabila mengajukan pertanyaan mengapa bisa meningkatkan kualitas hidupmu, tanyakanlah. Tapi, apabila bertanya seperti itu malah membuatmu stress dan bingung serta tidak ada manfaatnya dalam hidupmu, maka sebaiknya kita menghentikannya.

Lebih lanjut dibahas di buku ini, ada langkah-langkah yang bisa aku coba lakukan untuk mindful saat berduka. Seperti judul bukunya, langkah ini mirip dengan aktivitas mencuci piring.

1. Bersihkan sisa-sisa perasaan, kenangan atau harapan. Sadari bahwa tempatnya adalah di masa lalu, bukan masa kini. Coba tanyakan ke diri sendiri: perasaan apa yang tersisa? Dimana tempat seharusnya? Di fase ini penerimaan sangat penting. Iya, pertama banget. 

Sementara penerimaan aja udah "berat". Walau bukan berarti nggak bisa.

2. Biarkan pikiranmu mengalir seperti air. Jika merasa stagnan, coba keluar dan cari hal lain yang bisa dilakukan. 

Apakah sudah kucoba? Sudah. Coba ikut baca bareng dengan komunitas buku, jalan ke tempat baru dengan orang baru, jalan ke tempat baru sendirian. Yeah, I'm trying here.

3. Time helas. But...it varies. Perkataan waktu menyembuhkan bisa jadi benar, bisa jadi salah. Tergantung dengan bagaimana kita "merawat" luka dan duka yang dilakukan.

Poin pentingnya bukan di berapa lama akan sembuh, tapi apa yang dilakukan dalam kurun waktu menyembuhkan itu.

4. Memulai bisa jadi suatu hal yang berat. Maka "bersihkan" dengan yang paling mudah dahulu. Siapa yang paling tahu? Diri sendiri.

Hal yang paling mudah buatku? Menyalahkan orang lain. LOL :)) *tidak untuk dicontoh*.

5. Rutin membersihkan hati yang berduka.

***

Kita semua tahu di dunia ini nggak ada kata selamanya. Sedih sementara, senang sementara. Yang bernyawa suatu saat akan diminta kembali. Maka tugas pertamaku di tahun 2024 adalah mencoba menerima dan berdamai dengan kenyataan.

Nggak papa dengan tertatih. Nggak papa sesekali lihat ke belakang, untuk tahu sejauh apa aku berjalan. Yang penting apa? Jangan keras kepala dan memaksakan realita kita dengan apa yang diberikan Allah. 

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS Al-Baqarah: 216)

Post a Comment

Halo! Terimakasih sudah membaca. Setiap komentar masuk akan dimoderasi. Untuk komentar dengan anonim tidak akan saya balas, ya. Yuk biasakan menjadi diri sendiri di dunia maya!