Memasuki putaran ketiga arisan, ditodong judul buku favorit. Gampang? Enggak. Bukan karena jarang baca buku. Justru sebagai self proclaimed bookworm ini tuh bingung mau pilih yang mana. Buatku, setiap buku ada kesannya masing-masing *ciyeh.

Buku Favorit Sejauh Ini

Tapi kan udah diminta favorit ya. Coba deh aku pilih beberapa diantara yang pernah kubaca. Dari kriterianya dulu ya. Buatku, favorit itu:
1) Tak lekang oleh waktu. Aciye kek lagu Kerispatih aja nih.
2) Banyak manfaat yang didapat. Hiburan pun masuk manfaat ya. Hehe.
3) Mudah diakses. Maksudnya bukan buku langka dan sulit buat didapet. Ini bukunya masih beredar luas dan bisa didapatkan di e-commerce maupun toko buku.

Daan bukunya adalah:

1) Revive Your Heart - Nouman Ali Khan

Revive Your Heart

Yang belum kenal Ustad Nouman Ali Khan, beliau ini aktif berdakwah lewat platform Bayyinah TV. Ceramahnya termasuk yang suka aku dengerin. Karena cara pembawaannya tuh luwes. Nggak menyiratkan jarak antara orang awam dan ulama. Trus ayat dan penafsiran Al-Qur'an yang dibawakan sangat mudah dipahami. Isu yang diangkat pun kekinian dan lekat dengan kehidupan sehari-hari.

Di bukunya ini terbagi jadi 5 bab. 
- Connecting to Allah Through Du'a
- Creating a Cohesive Muslim Community
- Our Financial Dealings
- Some Contemporary Issue
- Focusing on The Akhirah

Kayaknya aku pernah bahas ini dikit deh di postingan buku yang udah kubaca. Gapapa lah ya. Isi buku ini ringan dan mengena. Mulai dari jaga hubungan dengan Allah, dengan sesama Muslim, isu saat ini dan bagaimana sebagai Muslim harus fokus ke Akhirat. Bahasanya tuh halus tapi pas gitu loh dengan kondisi saat ini.

Misalnya gimana kita nggak gampang suuzon ke sesama manusia apalagi Muslim yang notabene masih saudara kita. Kemudian ada pengingat untuk selalu tau darimana harta kita berasal. Perhatikan, karena didalamnya ada barokah. Dll. 

Saat ini belum ada versi terjemahan ke Bahasa Indonesia sih, tapi bisa laah untuk dipahami dengan bantuan google translate. Hehe. Oya saking sukanya aku ngadain giveaway berhadiah buku ini looh~

2) Serial Anak Mamak (Anak Nusantara) - Tere Liye

Kali ini fiksi. Jujurly memang Tere Liye ini salah satu penulis yang bukunya auto buy sih. Haha. Seseru itu loh. Yang ini bercerita tentang anak Mamak: Eli, Pukat, Burlian dan Amelia. Mereka dikisahkan tinggal di pelosok Sumatra sana. Jauh dari kota, hidup dengan kearifan alam dari hutan.

Banyaaak banget pelajaran yang dipetik disini. Contohnya waktu aku baca ulang serinya Burlian (sekarang berjudul Si Anak Spesial). Ada beberapa yang aku tandain.

"Pak Bin bilang sekolah bukan hanya tempat belajar menulis dan membaca. Sekolah juga tempat belajar banyak hal. Dengan sekolah akan banyak kesempatan yang datang."

"Jangan pernah membenci Mamak kau, Burlian... jangan pernah. Karena jika kau tahu sedikit, saja apa yang telah ia lakukan demi Kau, Amelia, Kak Pukat dan Kak Eli, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya kepada kalian."

Yang 2 sebelumnya tentang pendidikan dan kasih sayang, yang ini ada diselipin tentang kepemimpinan. Dan beneran rilet dengan kondisiku saat ini didunia kerja.

"Boleh jadi pula kau punya pendapat lain. Itu sah-sah saja. Tapi yakinlah, membicarakan orang lain, menggunjingkan orang lain, itu sungguh tidak elok padahal kau memilih untuk tidak terlibat dalam prosesnya. Dan yang. lebih jahat lagi, ketika seorang pemimpin telah terpilih, kau justru lebih asyik memperoloknya dibandingkan membantunya bekerja."

Wajib baca deh serial anak Mamak ini. Harusnya ada di perpustakaan seluruh sekolah :') sebagus itu :")
Sejauh ini buku favorit (yang bisa aku rekomendasikan juga) sih ini ya. Ngga tau seiring berjalannya waktu apakah akan ada buku favorit lainnya. Yang jelas, so many book to read so little time we have so many distractions come. LOL.
Drama koreaaa oh drama korea. Betapa turun drastis ketertarikanku ke dia belakangan ini. Kontras dengan masa-masa SMA dan mahasiswa dimana dalam sehari ngga nonton drakor ga sah. Masa dimana hafal drama korea on going. Aktor aktrisnya. Prediksi ending. Hafal Original Sound Track (OST)-nya. Pokoknya bisa dibilang penggemar drakor garis keras :')

Drama Korea: Dulu dan Sekarang

Fun fact: penghasilan pertamaku dari blog adalah postingan tentang drama Korea!

Kirain bakal selamanya begitu. Ternyata manusia bisa berubah. Tahun ini aja terakhir hanya berhasil menyelesaikan Our Beloved Summer. Meskipun muncul drama Lee Jong Suk, biasku terzheyeng habis balik wamil tetep nggak kutonton. Whyyy oh whyyy?


Sebelum menjelaskan kondisi saat ini, marilah kita flashback dengan berjuta alasan nonton drakor.

1. Waktunya luang

Jaman itu belum banting tulang pagi sore mencari nafkah *HALAH. Masih nyaman dirumah. Makan, listrik, wifi dan segala kebutuhan hidup lain ditanggung orang tua. Dahlah kek gak ada beban dan bukan tipe aktivis jadilah waktu yang luang ituu kuhabiskan dengan marathon drakor.

Nonton sampe subuh? GAS. 
Nungguin subtitle Inggris rilis? GAS.
YOLO emang.

2. Pilihan genre banyak

Romance menye-menye? Ada.
Drama anak sekolahan? Ada.
Hukum? Ada.
Thriller nyerempet bunuh-bunuhan? Ada.
Paralel universe? Ada.

Sebutin aja mau genre apa. Hampir semua ada. Tinggal pilih mana yang dimau. Sangat bervariasi. Ketika bosen dengan genre A bisa banget pindah ke genre B. Beda dengan sinetron Indonesia yang isinya bisa ditebak. Umumnya alurnya sama. Kalo ga azab ya balas dendam karena cinta atau kekayaan wkwkwk sungguhlaah ga bisa dibandingin.

3. Bertabur bintang

AAAKKKK ini terpenting sih! Drakor kan jual visual banget yah. Nah ini aktor aktrisnya emang cangtip gila :') banyak orang yang bilang kecantikan orang Korea tuh sama. Padahal engga lho, kalauu diamati dengan baik-baik. Memang mayoritas yang perempuan kurus, rambut lurus, kulit putih mulus. Tapi ada yang stand out dengan warna kulitnya sendiri seperti Gong Hyo Jin.

Begitu pun aktornya. Mayoritas flower boy betul. Tapi tetep ada yang manly seperti Jang Hyuk. Ditambah lagi umurnya tuh beragam lol. Jadi nggak merasa "ketuaan" karena selalu ada ajusshi rasa oppa untuk dipantengin :P

4. OST-nya menarik dan eargasm

Asli ini no debat. Setiap drama korea dilengkapi dengan soundtracknya. Penyanyi dan pembuatannya tuh nggak main-main lho. Malah ada satu album yang sengaja dirilis untuk OST drama korea. Nggak nonton drakornya tapi denger OST nya tetep bisa banget lho dinikmati.

Aku adalah salah satu penggemar berat OST rilisan drakor. Ringtone handphoneku aja Bravo My Life dari drakor Prison Playbook *TMI. 

5. Belajar bahasa Korea

Sebagai manusia yang ketertarikan kepada Koreanya tinggi, ada lah keinginan untuk belajar bahasa Korea. Ini adalah waktu yang tepat. Belajar langsung dari percakapan sehari-harinya. Nambah vocab. Paling seru sih ketika tau Korean slang. Berasa anak gaul korea gituuu...

Tapii...tapi tapi...
Semakin kesini pemikiranku semakin berubah. Dan bisa dibilang berkembang. Ditambah dengan kesibukan sehari-hari sebagai umbi, menurunkan keinginanku untuk nonton. Selain alasan itu, ada alasan personal lainnya.

1. Mulai nyerempet LGBT

Yes. Beberapa drama Korea udah mulai terang-terangan menunjukkan LGBT. Didalam kepercayaanku, aku nggak support LGBT. 

"Ah kan cuma tontonan aja. Selewat-selewat". 
JUSTRU ITU. Takut banget kalau dengan frekuensi paparan yang rutin, akan membuat otakku ini otomatis berpikir LGBT adalah hal biasa. Bukan penyimpangan. Sementara itu bertentangan dengan apa yang aku percaya. So yeah, lebih baik mengurangi paparan. Usahaku untuk menjaga iman juga :')

2. Menjual mimpi

LOL. Yaiyalah sinetron juga menjual mimpi kali. Tapi gimana yaah drama Korea tuh bisa menarik penonton sampai terbuai. Menggunakan bahasaku: invested. Mau banget diceburin ke kisahnya. Masih inget ketika netijen Indonesia menghujat Han So Hee di kolom instagramnya hanya karena berperan sebagai antagonis? Itu halu tingkat dewa.

Halu lainnya: jadi berekspektasi pengen punya pasangan kayak di drakor. WKWK ini mah sindrom kelamaan jomblo kali? Tapi ya gitu sih aku merasanya hidup didunia berbeda. Lupa sama realita. Atau justru pelarian dari realita yang ngga sesuai ekspektasi? Haduh berat kali bun.

***

Karena alasan itu pada akhirnya sekarang udah berkurang banget frekuensi nonton drama korea. Yah begitulah realita manusia yang selalu berubah-ubah. Nggak tau sih kedepannya apakah aku bakal rajin nonton drakor? No one knows.
Saat ini kita hidup di zaman yang nggak bisa terpisahkan dari media sosial. Dari Instagram, Facebook, Twitter sampai TikTok. Ngaku deh, pasti punya salah satu diantaranya kan?

Dan ada satu fenomena terkait media sosial. Yaitu viral! 

Viral Boleh, Asalkan...

"Kontenku harus viral!"
Ga mau FOMO harus tau apa yang lagi viral detik ini. Kata Viral sudah masuk ke KBBI versi daring. Viral diartikan sebagai bersifat menyebar luas dan cepat seperti virus.

Salah fokus dibagian ((seperti virus)) 🤣

Aku jadi inget fenomena viralnya Citayam Fashion Week dan para ((tokoh)) didalamnya. Ada wawancara dengan orang sesirkel dengan B. Lalu dia mengaku punya keinginan untuk viral. Kenapa? Biar endorsan ngalir. Udah tau belum arahnya kemana?

Yak. Bergelut dengan media sosial, aku tahu paham bahwa salah satu indikator "sukses" yang paling keliatan tuh angka. Angka subscribers, like, follow, engagement. Semakin tinggi engagement, maka semakin banyak orang terpapar. Disinilah kesempatan brand/agensi masuk untuk nampang menawarkan produknya. Logikanya semakin tinggi angka, semakin banyak orang terpapar dan nama brand semakin dikenal.

Disitu selling point-nya. Endorse-an masuk. Cuan mengalir. Yep, UUD. Ujung-ujungnya duit. Nggak bisa dipungkiri. Menurutku trik seperti itu nggak salah kok. Justru kalau dilakukan dengan benar malah bisa mendatangkan banyak manfaat. Content creator dapet uang untuk menghidupi diri sendiri, penikmat konten dapet konten yang berkualitas.

Nah, masalahnya adalah nggak semua konten itu baik. Oke, parameter baik ini relatif ya. Seenggaknya penonton itu dapet "sesuatu" dari waktu yang mereka habiskan untuk menonton/membaca kontennya. Karena pada kenyataannya konten yang viral saat ini kebanyakan "kopong". Mengutip kata kak Mutiarini di novelnya The Privileged Ones: masyarakat Indonesia keluar dari jebakan sinetron, masuk kedalam konten nggak mendidik. Nggak mengalami kemajuan dong? :")

Untukku pribadi, viral itu boleh banget lho. Asalkan...

1. Bukan konten bohong

Ini prinsip dasar banget sih. Didalam Islam aja bercanda nggak boleh bohong. Apalagi ini, konten yang audience-nya banyak dan kalau viral bisa mencapai jutaan orang nonton. Nggak banget deh bohong, atau jaman sekarang: prank.

Udah denger kan konten prank artis terkait KDRT itu? Udahlah bohong, nggak berempati pula dengan korban KDRT beneran. Huhu. Jangan bohong yah bikin konten.

2. No flexing

Big no no no. Flexing secara bebas diartikan sebagai pamer ke khalayak umum. Pamer mobil. Pamer rumah. Pamer suami *eh bukan gitu ya.

Tolong dibedain kasih informasi sama flexing ya. Beauty influencer yang bikin konten perbandingan foundation seharga 5juta vs 500ribu itu bukan flexing. Kalo judulnya jadi "Borong 10000 foundation seharga 5juta" nah itu masuk flexing. Sayangnya konten kayak gini tuh banyak yang nonton.

Padahal udah ada kan tuh youtuber yang hobi flexing eh gataunya hasil pencucian uang. Udahlah simpan saja kekayaanmu untuk diri sendiri DAN sedekahkan tanpa perlu diumbar ke banyak orang. Selain bisa membahayakan diri sendiri (diincar pencuri), diincar juga sama ninuninu pajak :P

3. Memalukan diri sendiri/mencelakakan orang lain

Konten bertajuk challenge ini juga banyak yah. Boleh banget ikut challenge baca, bebikinan sesuatu atau yang lain. Tapiii...big no sih untuk yang sampai memalukan diri sendiri atau mencelakakan orang lain. Misal: makan 1000 cabe super pedes HUHU itu NGAPAIN :( 

Atau challenge pake lipstik 1000 lapis :( kata Maudy Ayunda mah: UNTUK APAAAA? Itu belum yang ekstrem ya. Yang ekstrem ada macem makan sepatu kulit digoreng :" plis be normal. And reasonable. Masuk akal aja. 

Yaudah gitu aja sih. Viral boleh asalkan...ya itu tadi!
Oktober baru berjalan 2 hari. Indonesia sudah diguncang berita menyedihkan. Bahkan sampai dunia internasional pun menyorot. Apalagi kalau bukan tragedi Kanjuruhan.

Kanjuruhan dan Cara Menyikapi Tragedi

Meninggal dunia ratusan nyawa di ajang kompetisi Liga 1 Arema vs Persebaya. Miris? Iya. Sedih? Iya. Marah? Ya, jelas. Tragedi ini bisa dihindari dengan mitigasi resiko yang baik. Nyatanya? Banyak yang dilanggar. Buka saja medsos dan perdebatannya. "Dosa-dosa" pihak terkait dibeberkan disana.

Tapi...nggak. Aku ngga berniat ikutan membahas perghibahan duniawi. Ditengah suasana chaos aku justru tertarik dengan postingan mba Najeela Shihab dalam menghadapi tragedi. Lebih nyaman dibaca dan tenang dihati.

Berikut postingannya.

Najeela Shihab Instagram

Yang boleh dilakukan:

1. Hadir dan mendengarkan
Ingaat, mendengar dan mendengarkan tuh beda ya. Mendengar bisa sambil lalu. Mendengarkan tandanya fokus kita memang ada di orang yang tertimpa musibah ini.

2. Menyampaikan doa dan harapan
Dengan hadirnya sosmed, menurutku nih sekadar repost dari akun yang ada aja udah menunjukkan kepedulian kita #PrayforKanjuruhan. Di beberapa tempat pun ada yang melakukan aksi solidaritas. Mulai dari sejenak menundukkan kepala hingga berdonasi membantu korban.

3. Memberikan perhatian
Bagian “Saya tidak sepantasnya menggunakan momen ini untuk menjadi ajang bercerita tentang pengalaman saya…”

Okelah mungkin niatnya sharing yah. Tapi kita perlu ingat, dalam tragedi ini prioritas dan fokus utamanya ada di korban. Bukan kita (asumsikan hanya mendengar berita dan nggak hadir langsung disana). For me, tiga hal tersebut berlaku untuk berbagai hal. Utamanya dalam membiasakan berempati dan bersimpati.

Sebel kan yah ketika kita cerita eh temen kita nimpalin dengan pengalamannya yang...ya kita tuh ngga nanya. Kenapa fokusnya jadi di situ? Bayangkan itu dilakukan ke korban musibah. Kzl bat gak sih :") 
Dalam waktu 24 jam semakin banyak komentar dan berita yang membumbui tragedi ini. Disinilah kemampuan empati kita diasah. Akankah jadi berempati, atau nir-empati? Coba kita cek lagi respon diri masing-masing.

Jika masih belum bisa sepenuhnya berempati, setidaknya sudah ada usaha menujunya. Jangan sampai...jangan sampai tragedi ini membuat kita ride the wave dengan cara yang salah.

***

Well well, mari kita doakan semoga ini menjadi yang terakhir di sejarah persepakbola-an Indonesia. Dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan.