Thursday, July 28, 2022

Jejak Naga di Suryakencana - A Historical Trip with Bogor Historical Walk

Ada banyak cara untuk menikmati suatu kota. Salah satunya adalah berjalan kaki menyusuri jalanannya. Tren walking tour ini sudah mulai menyebar di beberapa kota. Sebut aja Jakarta, Semarang, Surakarta, Jogja, daaan Bogor. Yep, di Bogor juga ada. Tepatnya Kota Bogor. Walking tournya dinamakan Bogor Historical Walk. Diinisiasi oleh pecinta sejarah. Benar-benar komunitas yang berdiri sendiri.

Jejak Naga di Suryakencana - A Historical Trip with Bogor Historical Walk
Foto milik Bogor Historical Walk

Alhamdulillah aku berkesempatan untuk ikutan nih. Kegiatannya memang dilakukan di akhir pekan (Sabtu/Minggu) karena tour guide-nya punya pekerjaan lain di hari biasa. Sistem pendaftarannya dengan mengirim Whatsapp di rute yang dibuka pada minggu tersebut. Biasanya diumumkan hari Selasa jam 10.00 WIB di instagram story/feednya. Inipun cepet-cepetan gitu. Untuk pembayaran tip pay as you wish. Alias bayar sesuai keinginan dan kemampuan. Nggak ada patokan harga khusus.

Lucky me aku ikutan dari jalur diajak temen. Hehe. Begitulah ya enaknya punya temen sefrekuensi :P rute yang dipilih adalah Jejak Naga di Suryakencana. Suryakencana bisa dibilang kawasan pecinan-nya Kota Bogor. Mirip Semawis di Kota Semarang.

Titik kumpulnya adalah gerbang Suryakencana dan ditentukan dress code berwarna merah. Niat banget nih sampe minjem kaos merah ke anak kos. 

Dari kos ke titik kumpul makan waktu 30-45 menit tergantung moda transportasi dan kondisi jalan. Pada umumnya Jalan Raya Bogor rame terus. Kecuali melintasnya di jam 3 dini hari :P

Pagi itu ada 2 kloter yang akan mengikuti tur. Kloter pertama dipandu Kang Habibie. Kloter kedua dipandu Teh Echie. Plus bonus anak perempuannya yang ikut serta di kloter kami, kloter kedua. Yep, mereka ini keluarga pecinta sejarah. Seru, ya?

Fyi disclaimer dulu dalam postingan ini aku nulis seingetnya yah. Kalo ada yang kurang/koreksi bisa banget ntar ditulis di kolom komentar. Oke lanjut. 

Baru pertama aja udah disodorkan pertanyaan,
"Tebak ada berapa kebudayaan di Lawang Suryakencana?"
Ih ga sempet ngefoto jadi aku ambil dari google yah. Ini adalah Lawang Suryakencana.

Lawang Suryakencana
Gambar milik Pemkot Bogor
Ada 
  1. Bahasa Bunda: Lawang
  2. Bahasa Belanda: Buitenzorg
  3. Warna merah mencerminkan budaya Tionghoa
  4. Bentuk atap khas Sunda 
  5. Plus ada kujang (senjata khas) diatasnya
Dari awal aja udah ditunjukkan multikultural ya. Kagum. Lanjut ke titik selanjutnya adalah Vihara Dhanagun/Klenteng Hok Tek Bio. 

Klenteng Hok Tek Bio Bogor
Klenteng Hok Tek Bio Bogor

Jujur ini pertama kalinya masuk kedalam Klenteng. Kami diterima dengan pengelola serta dijelaskan apa aja bagian Klenteng. Katanya, Klenteng itu bukan rumah ibadah aja. Siapapun boleh masuk. Balik lagi sih ke kepercayaan masing-masing.

Mural di dinding Klenteng


Cukup amazed dengan detail bangunannya. Maklum first timer. Padahal mah di Semarang ada Kelenteng Gedung Batu tapi belum pernah main juga :P

Dari depan udah ada sepasang patung singa. Ada dewa pintu terukir di pintu masuk. Dan lukisan para pencari kitab suci. Itu lhooo yang jadi serial Sun Go Kong. Nah memang diambil dari kepercayaan masyarakat Tionghoa.

Didalamnya ada tempat berdoa dan patung dewa-dewa. Yang menarik dimataku ada kertas merah bertuliskan nama-nama. Dan itu buaaanyak. Ada yang kecil ditaruh di gelas lilin. Ada yang digantung. Tahu nggak itu apa?


Oh ternyata nama para donatur Klenteng ini. Semakin besar donasinya semakin besar nama yang terpampang. Begicuuu. Ada juga gong gede yang dibunyikan disaat-saat tertentu aja. Misal: Tahun Baru Imlek.

Hal menarik lainnya dari Klenteng ini adalah keberadaan pohon mangga besar yang konon usianya ratusan tahun. Tapi anehnya buahnya kecilll banget dan emang ga bisa gede katanyaa. Letak pohon ini ada dibagian belakang, cuma dari depan pun keliatan saking gedenya.

Lanjuut jalan lagi. Kali ini menyusuri jalan Suryakencana yang rameee pol. Ada pasar juga disitu. Tujuan kami adalah Tabib Ismail. Eits, siapa yang butuh berobat nih? Tenaang. Disini kami mencicipi jamu aja kok. Toko jamu dan rempah ini udah turun temurun hingga generasi ketiga. Pemiliknya asli Pakistan.

Jamu Tabib Ismail

Ini juga pertama kalinya aku dengan sukarela nyoba jamu. HAHAHA. Kerjanya aja di instansi pengawas Obat Tradisional, nyatanya nggak begitu demen jamu. Jamunya mirip wedang uwuh gitu kalo di Jawa. Campuran dari berbagai rempah dan akar-akaran. Pait? Iya. Tapi lebih pait kehidupan sih *HALAH. Yang pasti masih bisa diterima lidah. Habis itu dikasih permen pun buat penawar. 

Kami kembali menyusuri jalanan. Kali ini ada sebuah bangunan bersejarah. Sayangnya nggak tau siapa pemiliknya sekarang. Keliatan terawat sih, cuma kayak kosong. Kepo bangettt andaikan bisa masuk yah. Ini katanya dulu bangunan pejabat desa gitu deh. 


Inget lagu, "Aku seorang kapitan. Mempunyai pedang panjang?" apakah kamu mengira kapitan itu = kapiten? Dengan berat hati kujawab: you've been wrong all this time. 

Berdasarkan KBBI, kapitan adalah 1) gelar (sebutan) kepala daerah pada zaman pemerintahan raja, setingkat dengan camat di daerah Nusa Tenggara Timur dan Maluku; 2) kepala golongan penduduk Cina (pada zaman pemerintahan Belanda); 3 kepala dalam balatentara. Nah ini pemilik rumahnya lebih masuk ke definisi nomer 2.

Kami disitu cuma liat aja. Literally. Geser sedikit kekanan, ditunjukkan bekas hotel yang udah gak ada rasa hotelnya :( udah mangkrak banget. Sama sekali nggak terawat. Malah ketutupan tumpukan sampah. Huhu. Sad. Entah berapa kali aku berpikir, "Sayang banget pemerintah nggak merevitalisasi bangunan sejarah kayak gini. Menggandeng komunitas seperti Bogor Historical Walk." Sementara peminat walking tour gini tuh buaaanyak loh. Bisa jadi pemasukan daerah sekaligus menjaga sejarah :') nggak kebayang anak cucu dimasa depan nggak tau sejarah bangsanya sendiri. Krisis identitas.


Next bukan bangunan tetapi jalan. Ada satu lorong disini yang dijadikan tempat foto ala-ala. Walikota Bogor yang mencanangkannya. Katanya sih ini tuh mirip yang di Penang sana konsepnya. Cumaa ya aku mah belum pernah ke Penang jadi ngga bisa memverifikasi keabsahannya. LOL. 



Lorong ini yaah memang aestetik dengan daun palsu dan warna mentereng. Ada pintu dan jendela (palsu) warna-warni. Banyak juga yang antri foto dititik ini. Seperti halnya tempat hits, pasti ada pedagang asongan dan pengemis disitu. Hehe. Minus lagi baunya agak pesing. Dear pengunjung lororng(?) jaga kebersihan yuk demi kenyamanan bersama.

Masih kuat jalaan? Masih. Kalo ngga kuat ditinggal soalnya. Haha. 

Oke, titik selanjutnya adalah institusi pendidikan. Loh, ngapain? Nah yang kami kunjungi ini IBI Kesatuan. Dulunya bernama Sekolah Kesatuan. Dititik ini udah berubah jadi kampus/universitas. Dulunya merupakan TK, SD dan SMP. Sekarang untuk pendidikan dasarnya pindah lokasi ke tempat lain. Btw catnya ungu kayak almamaterku dulu alias kampus FKM Undip.

Sekolah Kesatuan Bogor

Sekolah Kesatuan jadi salah satu sekolah awal-awal yang berdiri di Bogor. Yang punya warga keturunan Tionghoa kaya raya. Memang baik hati, dermawan dan peduli dengan sesama. Salut sih sampai sekarang masih bertahan.

Udah capek baca tulisan ini? Udah? Mau lanjut atau berhenti? Haha. Sama sih kami juga saat ngikuti walking tour ini lumayan capek. 10.000 langkah ada deh kayaknya. Padahal ini belum naik turun masuk perkampungan :"))

Sepertinya Teh Echie paham peserta menglelah. Terbukti dari pada berhenti beli es jeruk, cireng, apalagi ya? Lupa. Mana ada yang ketinggalan gara-gara antrinya panjang. Yaudah deh kami berhenti sejenak di warung gelato. Yeay!

Kuppic Gelato Bogor

Ini warungnya bernuansa vintage alias jadul. Concern utama di gelato ini: halal gak ya? Mereka sih tulis klaim halal meskipun bukan sertifikasi halal MUI. Ya bismilah aja deh. Harganya lumayan terjangkau, paling murah belasan ribu. Ada rasa manis, buah, kopi, pilih aja sesuai selera. Oh ya mereka juga sediakan kopi :)) ga tau nyambungnya dimana gelato sama kopi.

Rasa gelatonya mirip sama es krim jaman dulu. Aku nyebutnya es tung-tung. Tau ga sih? Itu tuh yang dibuat tradisional dengan menggoyang-goyangkan bahan es krim disekitar garam. Nah rasanya tuh asin! Makanya kami menduga cara pembuatannya kayak gitu. Ga bisa dikonfirmasi sih terlalu malas nanya. Hehe.

"Jajan doang nih?"

Engga dong. Kami naik ke lantai 2. Ternyata bentuk bangunannya jadul. Alasnya masih pake tegel. Tau ga sih? Googling dah kalo gatau. 

Buku Berbahasa Belanda

Ada tumpukan buku berbahasa belanda yang dibiarkan ngejogrok gitu aja. Sampe kami naik kebagian rooftopnya. Ini agak awkward deh. Didalem tuh ada jemuran baju penghuninya gitu :(( tujuannya apa masuk-masuk?

Ya karena bangunan ini juga salah satu yang masih dipertahankan keasliannya. Trus nih, di sebelah kanan bangunan ini ada tanah lapang. Luaaaaas banget! Dan dibelakang tanah ini berdiri bangunan tersembunyi. Jeng jeng, bangunan apakah itu? 

Seingetku ini pemiliknya masih sama dengan pemilik Sekolah Kesatuan. Sayangnya kami cuma bisa liat dari kejauhan. Padahal penasaran banget itu tuh bangunan apa dan apa isinya....banyak penonton kecewa nih.

***

Dari Suryakencana kami beranjak menuju Klenteng Phan Ko Bio. Klenteng lagi? Iyaa kaan menyusuri jejak naga. Kali ini arahnya ke perkampungan. Letaknya di Pulo Geulis. Dari peta yang ditunjukkan Teh Echie, dinamakan Pulo karena ini letaknya seperti pulau yang dikelilingi Sungai Ciliwung. Jalanannya aja ga maen-maen loh. Mendaki gunung lewati lembah dijalan sempit. Paling muat 2 motor papasan aja.

Eh, sebelum ke Klenteng kami mengunjungi seseorang spesial dirumahnya. Beliau adalah perajin "rumah". Lagi-lagi aku lupa namanya mon maap. Rumah yang dimaksud ini adalah miniatur rumah yang terbuat dari bambu. Di kepercayaan Tionghoa, harta benda yang dimiliki bisa dibawa di alam selanjutnya. Dengan cara dikremasi dengan jasad mereka. Berhubung rumah kan gabisa dibawa dan dibakar gitu aja ya, jadi dibikinlah miniaturnya. Eh, maket ga sih namanya? Ya itulah dapet kan gambarannya?

Aku ga sempet ngefoto saking fokusnya sama cerita si bapak. Ga enak juga sih karena itu tuh bikinnya dirumah yang menurutku agak privasi. Meskipun bapaknya ngebolehin ambil gambar, sih...

Jangan dikira harganya murah ya maket ini. Mulai jutaan sampe puluhan juta bisa. Kok mahal? Yha bikinnya susah cuy. Misal punya rumah tingkat tiga, ya maketnya dibikin tingkat tiga. Semirip mungkin dengan kondisi asli rumah yang dipunyai. 

Dari cerita si bapak, sekarang makin sulit menemukan perajin rumah ini. Bisa dimaklumi sebab orang meninggal kan nggak bisa diprediksi yah. Alhasil pemasukannya nggak rutin ada. Kurang menjanjikan untuk menghidupi sehari-hari. 

Setelah mendengarkan cerita si bapak, kami ke Klenteng Phan Ko Bio. Kabarnya Klenteng ini merupakan yang tertua di Bogor. Apa yang menarik dari Klenteng Phan Ko Bio? Ditempat ini ada warna Islam yang berdampingan. Di bagian belakang ada petilasan Prabu Siliwangi. Aku nggak terlalu paham yuyur intinya ini tuh menunjukkan betapa multikulturalnya Indonesia. Dan penggambaran harmonisnya hubungan antar manusia meskipun kepercayaan berbeda.



Bahkan katanya nih beberapa kali dijadikan bahan study banding tentang toleransi beragama. Salut yah. Berharap sih semoga dengan Bhinneka Tunggal Ika kita beneran menerapkan dengan baik. Nggak ada gesekan SARA hari ini dan selamanya. 

Bentar, mulai capek dan bosen nulisnya HAHA. Masih ada beberapa titik lagi yang kami kunjungi. Banyak ya? Iya yuyur ni kayak ngejar titik satu ke lainnya. Direkomendasikan badan dalam kondisi fit deh ngikutin rute Suryakencana. 

Titik berikutnya adalah...
  • Pulasara. Ini bangunan yang akan mengkremasi jenazah. Cuma liat depannya doang sih ga sampe masuk jadi kurang berkesan. Semacam fyi aja :"D
Foto milik Bogor Historical Walk

  • Toko roti Tan Ek Tjoan. Masih ada sampe sekarang tapi bangunannya udah agak nggak terawat (lagi). 


Setelahnya udah ngga fokus ke titik mana lagi :") yha gimana yha posisi siang panas + laper + naik turun rutenya. Mungkin ini sebagai masukan sih siapa tau akang tetehnya baca ini hihi. Titik kunjungan ngga perlu banyak-banyak yang penting intens(?) dan mendalam aja.

Jadinya tetep berasa fun tanpa memberatkan. Perhentian terakhir sekaligus titik berpisahnya adalah Bank Mandiri. Bank ini juga bangunan bersejarah. Ada prasasti pengesahannya.

Foto milik Bogor Historical Walk

Sooo that's it. Buatku ini pengalaman yang bener-bener menyenangkan!! Nggak akan didapat kalau jalan sendiri. Sadar diri pula aku tuh jarang baca buku sejarah. Kecuali fiksi sejarah :P  Rute Bogor Historical Walk ini ada beberapa lhooo. Bahkan ada yang dimalam hari. Mantap gak tuh??? Kepo sih tapi nanti dulu deh nunggu ada temennya aku mah wkwkwk.

Perjalanam hari itu semakin lengkap karena ditraktir makan daging ama sugar daddy temen baruwww. Bhaique kita tutup dengan bacaan hamdalah. 

Kamu pernah ikutan walking tour juga? Share donggg keseruannya. Siapa tau aku berminat xixi :3

9 comments

  1. Menyusuri wisata yang penuh sejarah itu menarik banget sih. Kayak Suryakencana ini. Kadang aku sampai membayangkan. Dulu saat masa jayanya tempat itu, gimana ya suasananya? Semacam itulah excitednya aku.

    ReplyDelete
  2. waaa..seruuuu.. aku 4 th di Bogor, blm pernah jln2 yg mendalam begini. jadi enjoy bgt bacanya..(tapi klo suruh jln msh enjoy gsk ta? haha..). klo ttg walking tour aku br sekali ikutan di Kota Lama Semarang..

    ReplyDelete
  3. aahh seru banget say.. aku paling suka nih jealajah sejarah gini. jadi ga cuma dapet foto2 kece berbackground kota tua atau bangunan tua tapi kita tau sejarahnya

    ReplyDelete
  4. Masyaallah, ternyata luas banget, ya, tempatnya. Jadi referensi nih kalo suatu saat ke Bogor lagi.

    ReplyDelete
  5. Ikut city walk semacam menyusuri jejak naga di Suryakencana gini tuh lebih enak. Jadi tahu sejarah sebuah bangunan, cerita di balik tradisi yang ada juga. Pasti akan banyak cerita, aku pernah ikut semacam ini juga di Semarang. Banya info yang baru aku tahu dan itu amazing banget karena baru tahu setelah dewasa meski tinggal sepanjang usia di Semarang.

    ReplyDelete
  6. Seneng ya pergi bareng2 sama temen2 yg sefrekuensi, aku pingin nyobain gelatonya nih , nama tempatnya unik ya kuppic gelato..baru denger

    ReplyDelete
  7. Menarik banget ya kegiatannya. Baru tahu ada acara semacam ini. Pasti seru, terutama buat mereka yg suka jalan kaki dan sehat. Kalau saya, nyerah duluan, hihi. Btw suka banget lihat tegel jadul di kedai gelatonya. Cakep.

    ReplyDelete
  8. Wah seneng banget deh baca artikel ini, seperti diajak jalan jalan, fotonya banyak gak ngebosenin bacanya. Keren...

    ReplyDelete
  9. Di Semarang ada juga Lu walking tour gini. Ada beberapa rute. Yang aku ingat ada jalur gula, waktu itu pernah ikutan. Rutenya seputaran Jl. Pahlawan sampai ke Mugas. Ada juga yang jalur gulanya ambil rute di Kota Lama. Di sana kan ada Marabunta yang dulunya digunakan untuk perusahaan gula.

    ReplyDelete

Halo! Terimakasih sudah membaca. Setiap komentar masuk akan dimoderasi. Untuk komentar dengan anonim tidak akan saya balas, ya. Yuk biasakan menjadi diri sendiri di dunia maya!