Saat udah dilahirkan, orang tua sebisa mungkin memberikan makanan yang bergizi untuk tumbuh kembang. Beli mainan edukatif untuk merangsang perkembangan otak dan motorik. Dan masih banyak lainnya. Semua hal yang bersifat material sebisa mungkin dipenuhi.
Pendidikan anak? Dipilih yang terbaik. Fasilitasnya. Kualitas gurunya. Kurikulumnya. Mengikuti open house sekolah satu per-satu dijabanin. Menabung dana pendidikan sebelum anak lahir? Siap.
Baca: When I (or You) Get A Chance to Be Parents
Mungkin orang tua bisa memastikan yah, secara fisik anak ngga kekurangan apa-apa. Tapi pernah ngga sih, ngalamin kayak gini.
Anak berbuat onar sedangkan mood orang tua lagi jelek. Kemudian muncullah kata, “Adek, kamu kok nakal banget sih. Nanti ibu ngga sayang.”
Atau ketika anak sudah mulai masuk sekolah, ada saatnya kesulitan mengikuti materi di sekolah. Kemudian, apa yang dilakukan orang tua? Membantu mengerjakan? Atau justru berkomentar, “Haduh kamu ini bisanya apa sih. Masa kayak gitu aja nggak bisa?”
Masih banyak celetukan lain yang tanpa kita sadari, bisa melukai perasaan anak. Ya, buat para orang tua bisa jadi kalimat semacam itu dianggap angin lalu. Bagaimana dengan anak? Jangan salah lho. Anak itu hampir selalu mengingat apa yang dikatakan orang tua.
“Verbal abuse is considered as abuse, too” – kekerasan secara verbal (perkataan) termasuk dalam kategori kekerasan.
Hayo, sudah sadarkah kita?
Mungkin untuk beberapa orang mengontrol apa yang keluar dari mulut emang ngga gampang. Apalagi ketika dihadapkan pada situasi ngga enak. Hawanya semua kata pengen dikeluarin. Meskipun begitu, bukan berarti ngga bisa loh. Ada beberapa cara preventif agar kita bisa mengontrol apa yang kita ucapkan ke anak.
Pertama, orang tua harus sudah selesai dengan diri sendiri
Harusnya ini dilakukan sebelum menikah sih, ya. Calon orang tua sebaiknya udah “selesai” dengan diri sendiri maupun orang tua. Kalo masih ada hal yang dirasa mengganjal dengan orang tua, coba selesaikan dulu. Jangan sampe hal itu membuat calon orang tua trauma dan berdampak ke anak nantinya.
Kedua, latihan. Ingat: practice makes perfect!
Entah kenapa ada stereotype kalo yang namanya cowok ya wajar mengumpat. Padahal, itu bukan hal yang baik kan? Maka balik lagi nih ke calon orang tua baik itu pria atau wanita biasakan deh buat ngga mengumpat.
Karena yang namanya kebiasaan, akan sulit untuk dihilangkan. Makanya mending dihindari. Nah kalo udah terlanjur kebiasaan mengumpat gimana? Latihan. Mengubah kata-kata umpatan dengan hal lain. latihan mengubah kata yang kasar dengan memperhalusnya. Banyak kok alternatif lain untuk berkomunikasi ke anak selain dengan kata kasar.
***
Hanya sekadar mengingatkan (biar kaya netijen jaman now) sebagai orang tua punya kewajiban untuk melindungi anak. Bukan hanya secara fisik tapi juga mental. Apalagi di era sekarang yang makin banyak isu isu diangkat seputar kesehatan mental. Orang tua harus bisa memastikan bahwa anaknya ngga hanya sehat secara lahir tapi juga batinnya.
Tulisan ini disertakan dalam #BlogChallengeGandjelRel Parade 4th Gandjel Rel Pekan 3
Nah ini PR banget ya say sebagau orangtua masih suka keceplosan ntar kalo udh gelonya pwool :(
ReplyDeletePernah baca di ilmu parenting, sekali kita bentak anak atau marahin terus anak sakit hati dan nangis kejer beberapa syaraf di otaknya jadi ada yang rusak, beda dengan ketika kita memberi rasa aman nyaman kepada anak, syaraf anak makin cerdas..
ReplyDeleteAh ya.. kekerasan verbal ini banyak yg masih abai ya.. Semoga tulisan ini menjadi pengingat utk ortu ataupun calon ortu agar dpt menghindarinya..
ReplyDeleteSetuju Lulu,kekerasan tak melulu fisik, tapi verbal berupa cacian dan makian juga termasuk, bahaya bagi perkembangan anak ya..
ReplyDeleteSetuju banget dengan Lulu, kekerasan tak hanya fisik, tapi juga bisa verbal berupa makian dan cacian :(
ReplyDeleteBetul,bekas kekerasan yang tidak akan pernah hilang seumur hidup itu kekerasan verbal. Menganggap hal biasa padahal itu sakitnya luar biasa
ReplyDeleteWaktu kecil bapak saya bilang, "kok gitu aja ga bisa, lemah!" Sejak saat itu saya jadi ngerasa lemah. Jadi minder, dan pengaruh negatifnya besar banget. Untung saja sekarang sudah bisa move on. Simple, tapi menyakitkan. Semoga besok kita, termasuk saya bisa berhati hati jika bicara kepada anak.
ReplyDeleteKekerasan verbal itu lebih mengerikan kekerasan fisik, bikin traumanya gak bisa lepas. Makanya aku sebagai ibu pun selalu berhati-hati kalo ngomong sama anak sendiri, apalagi anaknya orang. Takut mencederai hatinya
ReplyDeleteAku sendiri sering banget diremehin sama ibuku, Lulu. Sekarang kalau nggak diremehin malah kurang semangat. Hahaha. Walau menyakitkan tapi aku justru survive.
ReplyDeleteSusah sih memang menata omongan saat sedang marah ya. Masih terus belajar saya
ReplyDeleteYa benar kita sebagai otang tua sering gak sadar melakukannya kepada anak sendkri
ReplyDeleteSetuju banget dengan poin harus selesai dengan diri sendiri. Soalnya beban di masa lalu kalau belum berdamai maka secara nggak sadar akan dilampiaskan sama anak. Semoga kita selalu jadi orang tua yang mau berbenah diri ya mbak :)
ReplyDeleteKalau ayah Dirga bilang, kekerasan fisik sakitnya bisa hilang, kekerasan verbal bikin sakit hati dan gak bisa kembali, terus membekas. Jadi sekarang kamipun sangat berhati hati dalam berucap.
ReplyDeleteAku yang sering keceplosan banget kalau pas lagi emosiiii banget
ReplyDeleteAlhamdulillah dapat ilmu parenting, walaupun belum nikah. Buat bekal kedepannya. Thanks mbak 😀
ReplyDeleteKalau dalam dunia psikologi kata-kata adalah sihir. Kalau ilmu agama Islam bilang ucapan adalah Do'a. Jadi kalau kesal sama anak, daripada berkata-kata yang tidak baik, lebih baik di do'akan yang baik-baik ya mb...
ReplyDeleteMasih belajar juga nih untuk menahan emosi dan omongan sama anak. Takutnya secara nggak sadar sudah melakukan kekerasan verbal sama anak. Karena pada prakteknya ngurus anak itu sesuatu banget.
ReplyDeleteIni PR banget buat aku juga..kadang masih suka pakai iming-iming biar anak nurut..daripada ngomel kebablasan...
ReplyDelete