Jaman mahasiswa baru dulu saya semangat banget ikut seminar ini itu. Sekarang harus pilih-pilih karena satu dan berbagai alasan. Alhamdulillahnya saya punya Ibu yang concern di bidang literasi. Jadilah saya diajak untuk ikut seminar jurnalistik yang pembicaranya dua penulis sekaligus. Tebak siapa? Tere Liye! Dan Azhar Nurun Ala.
Azhar Nurun Ala sama-sama penulis. Bedanya beliau memilih menerbitkan bukunya secara indie. Mulai desain, cetak sampai pemasaran semua sendiri. Nggak akan kamu temui bukunya di toko buku konvensional semacam Gramedia, Toko Gunung Agung. Meskipun begitu banyak juga temen-temen circle saya yang punya bukunya. Nggak dikit juga yang menggemarinya.
Kedua pembicara ini sama-sama memberikan tips and trick untuk jadi penulis. Khususnya jenis novel. Pembicara pertama yaitu Azhar Nurun Ala. I'm surprised ternyata beliau lulusan FKM UI. Jurusannya gizi. Nah baru S2-nya ambil Sastra di FIB UI. Nggak nyambung? Bebas lah hidup orang siapa tau. Hehe.
Kata beliau, cara pandang seseorang sangat dipengaruhi oleh buku yang kita baca dan orang-orang yang kita temui. Setuju, bang Azhar! That's why I always love to read.
Beliau melanjutkan dengan pertanyaan menggelitik, "Mengapa banyak mahasiswa sastra tidak menjadi penulis?" Tere Liye lulusan akuntansi. Andrea Hirata juga fakultas ekonomi. Dewi Lestari? FISIP. Habiburrahman El-Shirazy? Jurusan keagamaan gitu. Mau tau nggak, jawabannya kenapa?Karena mereka yang belajar sudah terhakimi oleh diri sendiri dari lingkungan kritikus yang ada.
Orang sastra terbiasa mengkritik karya orang lain. Maka ketika dia akan memulai pasti teori-teori tentang sastra berkecamuk dalam pikirannya. Mungki bisa menyebabkan perang batin gitu kali ya? Tiap nulis keinget, tiap nulis, keinget lagi. Nggak selesai-selesai. Kemudian dalam hati kecil saya bersyukur nggak jadi kuliah sastra. LOL.
Seberapa powerful sebuah tulisan? Disebutkan oleh bang Azhar ada suatu kasus copycat suicide. Artinya kejadian bunuh diri yang meniru dari sosok terkenal. Ada Marilyn Monroe yang diikuti ratusan penggemarnya. Ada juga Wether yang bunuh diri dengan menembakkan diri sendiri. Semua tahu ya Marilyn Monroe adalah sosok nyata. Sedangkan Wether? He's only a fictional character written by an author. Se-powerful itu "hanya" dari sebuah tulisan yang terangkum dalam novel.
Kenapa bang Azhar sampai saat ini bisa bertahan sebagai penulis? Jawabannya ada tiga. Pertama, menulis sebagai terapi. Artinya setiap menyelesaikan tulisan he feels somehow relaxed and refreshed. Lagi-lagi saya setuju, hehe.
Kedua, menulis mengabadikan kebaikan. Bagi Muslim pasti tahu ada 3 amal yang nggak terputus pahalanya walaupun sudah wafat. Ada amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang berbakti pada orang tua. Nah menulis ini menjadi sarana untuk membagikan ilmu yang bermanfaat. Dan reward-nya sebesar itu. Sebagai Muslim pasti nggak akan mau menyia-nyiakan hal ini.
Terakhir, menulis untuk segenggam berlian. Jangan salah loh, penulis itu memiliki penghasilan sendiri. Malah kalo emang tulisannya udah ada pangsa pasarnya sendiri pundi-pundi rupiah bakal berdatangan. Berbanding lurus-lah dengan pembelian buku oleh para pembaca setianya. Dan bang Azhar udah membuktikan sendiri. Saat ini profesi beliau "hanya" penulis. Dari situ beliau bisa memberi nafkah ke keluarganya.
Truss udah tahu kenapa menulis itu perlu (seenggaknya menurut bang Azhar heu) tapii...bingung mau nulis apa? Gampang aja! Tulislah hal yang menjadi kegelisahanmu. Bikin tidur tak tenang..makan tak kenyang. Banyak hal bisa diulik as long as we use our sense. Daaan sekali lagi saya setujuu. Banyak tulisan di blog ini yang berawal dari kegelisahan.
Nah, yang namanya nulis pasti pengen dibaca orang lain kan ya? Apa artinya menulis kalau hanya tersimpan di laptop dan nggak ada yang menikmati. Kita harus tahu nih kriteria pembaca. Ada dua tipe pembaca.
Pertama, pembaca yang punya keterikatan psikologis dengan penulisnya. Kata lainnya: ngefans. Minimal kenal lah. Misal pembaca blog ini ada diantaranya temen-temen saya yang saya paksa baca. Atau penggemar Tere Liye yang royal PASTI akan beli karyanya karena terlanjur jatuh cinta dengan apa yang beliau tulis.
Kedua, alasan fungsional. Kayaknya yang ini sebagian besar pembaca blog saya. Karena alasan pengen tau apa itu FKM dan endebreinya. Contoh lain? Ibu-ibu yang beli buku resep masak biar keluarganya nggak bosen makan dirumah.
***
Berhubung bang Azhar ini menerbitkan bukunya lewat jalur independen alias tidak konvensional, makaaa....beliau menegaskan satu hal. Butuh modal untuk menerbitkan. I can relate since my mom also did this. Review buku ibu saya coming soon yah.
Untuk memasarkannya bang Azhar memilih menggunakan Facebook Ads. Katanya sih dengan tools ini bisa menjangkau pembaca yang udah dikategorikan. Misal sesuai gender atau kesukaan tertentu.
Yukk, jangan ragu buat nulis. Saya yang sebatas nulis di blog belum melahirkan buku aja udah merasakan banyak manfaatnya. Hihi. Doakan saja saya bisa menerbitkan buku ya. Seperti kata bang Azhar, cobalah untuk "berkoar-koar" di media sosial kalau kita emang komitmen nulis. Dengan begitu ada beban moral yang ditanggung.
Jangan juga mikir pesimistis. Karena kata bang Azhar, lagi.."Karya pertama itu pasti jelek". Waduh, bener nggak ya? Tunggu aja karya pertama saya. Amiin.
aamiin.. ditunggu karya perdana Lulu ^^
ReplyDeleteYasss 💪💪
Delete