Saturday, April 15, 2017

60 Menit yang Tak Terduga #1


Pernah nggak denger kalimat yang bilang, pembelajaran itu bisa darimana aja? Malah kebanyakan justru didapetin dari luar kelas? I believe it. Udah nggak terhitung rasa-rasanya pembelajaran yang udah saya dapet baik dari mengamati maupun proses bersosialisasi dengan orang lain.


Seperti yang terjadi dengan beberapa hari yang lalu. I expect that day will be exhausted: praktikum dari pagi, lanjut turun ke lapangan. But hey sesuatu yang berbeda terjadi. Mulanya dari saya menikmati jeda istirahat saat praktikum. Temen-temen pers kampus lagi pada kumpul. I joined them of course. Niatnya cuma sekedar nyapa dan ngobrol ringan aja. Turn out diminta tolong buat wawancara orang.

Awalnya emang mikir, "Apaan sih nggak ada angin nggak ada hujan disodorin aja" LOL beneran. Narasumbernya seorang ibu dari Dinkes Jateng yang mengisi materi di pelatihan karier? Apa sik namanya persiapan karir buat kakak tingkat yang mau lulus gitu lah. Saya nggak tau beliau siapa. Cuma asal nyamperin dan minta menjelaskan benang merah dari apa yang udah beliau sampaikan di sesi tadi.

Dan menurut saya dari diskusi ini (iya diskusi ibunya asyique banget diajakin ngobrol) benar-benar membuka mata saya. Beliau bernama Suharsi, Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Surprised nggak? Bisa wawancara sama orang yang istilahnya "punya nama" tanpa janjian wawancara? Aku terharu :')

Mungkin postingan ini nggak berurutan atau gimana, saya nggak nyatet sama sekali. Ngerekam pun enggak. Saat itu cuma bawa diri dan henpon yang nggak jelas buat apa. This based on my memory. Semoga aja nggak ada yang kelewat ya.

Materi yang diberikan beliau tentang tantangan menjadi seorang sarjana kesehatan masyarakat. Ini bahasan yang rasa-rasanya nggak ada habisnya. Karena kenyataannya masih banyak orang yang nggak ngerti kesmas itu apa. Beda ketika ada orang nanya, "Kamu kuliah dimana?" dengan jawaban "Fakultas Hukum". Udah jelas masa depannya, jenis pekerjaannya. SKM kerjanya apa? Nyuntik orang? Ngobarin orang sakit? *nangis*


***

Jadi orang kaya is a MUST


Hal pertama yang beliau bahas: jadi orang kaya itu penting gaes. Dengan menjadi orang kaya kita bisa sukses. Jangan dibalik ya sukses = kaya. Beda. Jangan lagi ada pernyataan "Mending jadi orang miskin tapi rajin beribadah daripada kaya tapi lupa akan Tuhan". NO. Dalam membuat pernyataan nggak perlu yang kontradiktif. Kenapa nggak jadi orang kaya DAN rajin beribadah? Toh dengan kekayaan itu kita bisa loh bantu orang kena bencana, bantu pendirian masjid. Itu juga bagian dari ibadah.

Apalagi seorang SKM. Tuntutan SKM itu problem solver. Saat dia dihadapkan pada permasalahan di masyarakat, bagaimana mungkin bisa menyelesaikannya dengan baik kalo dari si SKM-nya nggak bisa memampukan diri sendiri? Pusing nggak? Pusing lah.

IPK bukan segalanya

www.youthmanual.com

Oke so you must heard it literally everywhere. Gini, di dalam dunia kerja itu IPK emang bukan segalanya. Bukan IPK nggak penting, hanya saja dia bukan nomor satu yang begitu di CV wah IPK cumlaude pilih ini saja sebagai karyawan kita. Nggak gitu gaes.


Yang dilihat pertama itu skill. Apa yang menjadi "nilai jual" seorang SKM? Apa yang menjadi "nilai lebih" dari lulusan Universitas X?

Beliau bilang, jadilah orang yang punya nilai lebih dibanding orang lain. Misal lebih rajin daripada rata-rata mahasiswa. Di saat dosen kasih tugas ber-deadline seminggu, kumpulinlah dalam waktu 4 hari. Jangan mau jadi rata-rata. Jadi orang yang menonjol, of course dalam hal kebaikan.

Nggak berhenti sampai situ aja. Beliau juga menyarankan kepada kami untuk sering-sering melakukan pengabdian. Nggak bisa dipungkiri juga, fakultas yang menyandang nama "masyarakat" ini harus bisa berbaur dengan masyarakat. Masa iya di kampus diberikan materi menanggulangi gizi buruk tapi di sekitar lingkungan ternyata ada balita gizi buruk? Dimana letak keberkahan ilmunya? T_T

Pentingnya Career Coach


Awal dari percakapan ini dari pertanyaan tentang bimbingan karir. Di kampus kalian, ada nggak bagian khusus yang mengurusi perkariran? Dan, seberapa kerasa sih manfaatnya? Di kampus saya ada, namanya Undip Career Center (UCC). Selama ini jujur aja belom manfaatin dengan semaksimal mungkin karena satu dan lain hal. Alasan lainnya juga: ah nanti aja kan itu buat yang mau lulus. Padahal? NO. Pemikiran kayak gini ternyata salah besar. Huhu.

Bu Harsi bilang it was too late. Telat banget. Udah tinggal beberapa bulan wisuda eh baru ikut bimbingan karir? Kurang berfaedah kalo kata anak jaman sekarang. Beliau bilang, seharusnya bimbingan karir itu dimulai dari sejak mahasiswa baru. 

Beliau memaparkan 80% mahasiswa FKM masuk ke kampus ungu ini bukan karena pilihannya sendiri. Yea I know that fact, too. Ini kenyataan apa adanya walau nggak pernah menyangkan ternyata setinggi itu. Belum pernah ada orang yang masuk FKM dan langsung bercita-cita: aku akan menjadi seorang epidemiolog yang handal. Setahu saya teman sekelas saya pun nggak ada yang kayak gitu. Termasuk saya juga nol besar tentang FKM.

Solusinya, di awal perkuliahan mahasiswa dibentuk kelompok mentoring. Kelompok ini diberikan 1 coach yang bakal ngikutin mereka dari awal sampe lulus nantinya. Siapa coach-nya? Dosen. Bu Harsi bilang apabila ada mahasiswa yang setelah lulus jadi pengangguran, dosanya ada di dosen. Oh well that's deep...


Dari awal mahasiswa sudah diberikan gambaran akan pekerjaan apa yang nantinya bisa dipilih oleh calon SKM. Buatlah itu semua sampai mahasiswa ini benar-benar paham. Selama setahun mahasiswa boleh "menikmati" dunia perkuliahan. Jadi mereka tahu apakah mereka emang cocok dan suka di bidang ini atau ingin mencoba peruntungan dengan ikut SBMPTN lagi?

Peran dosen yang "hanya" mengajar itu pun dengan powerpoint yang nggak pernah diperbarui, amat sangat kuno. Lagi, ini menurut beliau. Dengan adanya akses internet yang mudah seharusnya dosen tinggal memberikan tugas baca modul ini, ini, ini. Tugas dosen saat ada di kelas "hanya" menaikkan motivasi mahasiswa. 

Saya berkomentar juga sih dalam hati memang benar ada dosen yang materinya dari tahun kapan nggak ganti. Pun begitu dosen juga memberikan tugas membaca kok. Masalahnya ada di mahasiswa, entahlah kayaknya buat baca itu susah. Berkali-kali juga dosen bilang: jangan cuma baca PPT. Seberapa yang benar-benar membaca buku rekomendasi dari dosen? Mungkin masih sangat sedikit yang mau untuk ke perpustakaan dan meminjam. Duh semoga saya nggak termasuk yang malas-malasan itu! *brb ke perpustakaan*.

***

Baru beberapa poin aja udah panjang lebar gini yah. Daripada kepanjangan, tulisan ini akan saya bagi menjadi 2 postingan. 

Semoga di postingan pertama ini bisa bermanfaat buat kalian yang baru mau masuk FKM ataupun temen-temen FKM yang masih juga bingung habis lulus mau kemana. Kalo ada yang mau didiskusiin bisa banget kirim email. 

See you next post!

3 comments

  1. Wah bacaan yang bermanfaat, baik buat mahasiswa atau dosen seperti saya, salam :)

    ReplyDelete
  2. Itu seperti gayung bersambut mbak. Rezeki tu nggak akan kemana ya mbak! Allah tahu yang terbaik untuk hambanya. :)

    ReplyDelete

Halo! Terimakasih sudah membaca. Setiap komentar masuk akan dimoderasi. Untuk komentar dengan anonim tidak akan saya balas, ya. Yuk biasakan menjadi diri sendiri di dunia maya!