a right or advantage that only a small number of people have
Dewasa ini semakin merasakan dan menyadari bahwa privilege gue lumayan banyak. Bermula dari obrolan update kehidupan dengan teman lama. Seperti biasa menceritakan apa kegiatan saat ini. Sampai tiba di cerita gue tentang usaha mendaftar beasiswa, gue senang dengan reaksinya. Sangat menghargai bahkan sampai bilang, "Apapun hasilnya harus kabari aku ya".
Daan...berikut hal-hal yang menurut gue privilege (seringnya nggak sadar).
Pertama, privilege teman yang cocok. Mengerti. Meski udah lama nggak komunikasi tetap nyambung. Di era pertemanan yang semakin menipis ini, kualitas dilihat dari seberapa harta kekayaan yang dimiliki, gue bersyukur teman (atau mereka yang gue anggap teman) nggak begitu. Tentu ini udah melewati proses seleksi alamiah dari insting. Yang nggak cocok, lepas. Yang cocok, pertahankan.
Kedua, privilege tidak punya tanggungan dan tidak ada tuntutan untuk menanggung beban orang lain. Dengan jumlah anggota keluarga gue yang banyak, gue bersyukur sampai saat ini hanya harus menanggung kehidupan gue sendiri. Semoga di tahun-tahun berikutnya seperti itu. Dan gue pun belum memutuskan untuk berkeluarga.
Di tahun ini yang baru berjalan dua bulan, berita negara ini mengarah ke kesuraman. Gue hanya harus menanggung beban pikiran dan apapun yang gue putuskan untuk menganggap itu beban.
Sebab, banyak orang diluar sana yang....bebannya bertambah karena mereka yang harus mengayomi justru nggak becus dalam bekerja.
Privilege ini semakin gue rasakan ketika daftar beasiswa. Sungguhan. Meskipun namanya beasiswa, persiapannya sangat memakan waktu, pikiran dan tentunya: uang.
Les ini itu butuh uang.
Ujian ini itu butuh uang.
Melengkapi dokumen ini itu butuh uang.
Pergi kesana kemari butuh uang.
Bagi yang uangnya dihabiskan untuk hidup sehari-hari, tentu nggak mudah.
Maka beruntunglah orang-orang yang mendapatkan privilege mendapatkan akses ini itu. Sekarang gue paham kenapa orang miskin atau golongan menengah kebawah lebih diglorifikasi ketika mendapatkan pencapaian. Karena mereka harus bertarung dengan banyak hal.
Mengumpulkan uang, mereka menabung.
Meluangkan waktu, mereka harus rela izin dari pekerjaan.
Takut gagal, karena nggak ada safety net yang menjamin keselamatan dan kesejahteraan mereka.
Maka dari itu, jangan sampe ada perkataan:
"Kok hidupmu gini-gini aja sih"
"Masa ga berani coba hal baru?"
Karena dibalik hidup yang gini-gini aja, ada perjuangan mati-matian.
Dibalik hal baru, nggak ada jaminan kepastian hidup.
Bahkan bisa jadi untuk mencapai titik "aman" dan "stabil" dalam hidup, banyak keringat, darah, dan tangis yang dihabiskan.
Terakhir, privilege tinggal di kota besar. Meski bukan di ibu kota. Atau ibu kota provinsi. Masuk kabupaten pula. Bahkan untuk tinggal di Jawa tuh privilege ya. Dampaknya pada beragamnya pilihan. Ini terasa ketika menyadari gue dengan mudahnya pilih mau IELTS dimana. Ga harus memikirkan cuti berapa hari. Habis transport berapa banyak.
Sedangkan rekan gue di Kalimantan sana harus mikir tiket pesawat. Belum penginapan dll. That's so....different.
And now....I'm so privileged I can prepare my scholarship application. My parents support me (emotionally). My coworker and supervisor support me. Even got the funding for preparation. If I don't try my best effort, isn't that betraying and ungrateful for my privilege?
(ditulis ketika overthinkingnya kemana-mana dan mulai ga bersyukur dengan hidup ini. Semoga kita semua selalu diberi kemudahan untuk BERSYUKUR)
Post a Comment
Halo! Terimakasih sudah membaca. Setiap komentar masuk akan dimoderasi. Untuk komentar dengan anonim tidak akan saya balas, ya. Yuk biasakan menjadi diri sendiri di dunia maya!