Ada banyak cara untuk menikmati suatu kota. Salah satunya adalah berjalan kaki menyusuri jalanannya. Tren walking tour ini sudah mulai menyebar di beberapa kota. Sebut aja Jakarta, Semarang, Surakarta, Jogja, daaan Bogor. Yep, di Bogor juga ada. Tepatnya Kota Bogor. Walking tournya dinamakan Bogor Historical Walk. Diinisiasi oleh pecinta sejarah. Benar-benar komunitas yang berdiri sendiri.

Jejak Naga di Suryakencana - A Historical Trip with Bogor Historical Walk
Foto milik Bogor Historical Walk

Alhamdulillah aku berkesempatan untuk ikutan nih. Kegiatannya memang dilakukan di akhir pekan (Sabtu/Minggu) karena tour guide-nya punya pekerjaan lain di hari biasa. Sistem pendaftarannya dengan mengirim Whatsapp di rute yang dibuka pada minggu tersebut. Biasanya diumumkan hari Selasa jam 10.00 WIB di instagram story/feednya. Inipun cepet-cepetan gitu. Untuk pembayaran tip pay as you wish. Alias bayar sesuai keinginan dan kemampuan. Nggak ada patokan harga khusus.

Lucky me aku ikutan dari jalur diajak temen. Hehe. Begitulah ya enaknya punya temen sefrekuensi :P rute yang dipilih adalah Jejak Naga di Suryakencana. Suryakencana bisa dibilang kawasan pecinan-nya Kota Bogor. Mirip Semawis di Kota Semarang.

Titik kumpulnya adalah gerbang Suryakencana dan ditentukan dress code berwarna merah. Niat banget nih sampe minjem kaos merah ke anak kos. 

Dari kos ke titik kumpul makan waktu 30-45 menit tergantung moda transportasi dan kondisi jalan. Pada umumnya Jalan Raya Bogor rame terus. Kecuali melintasnya di jam 3 dini hari :P

Pagi itu ada 2 kloter yang akan mengikuti tur. Kloter pertama dipandu Kang Habibie. Kloter kedua dipandu Teh Echie. Plus bonus anak perempuannya yang ikut serta di kloter kami, kloter kedua. Yep, mereka ini keluarga pecinta sejarah. Seru, ya?

Fyi disclaimer dulu dalam postingan ini aku nulis seingetnya yah. Kalo ada yang kurang/koreksi bisa banget ntar ditulis di kolom komentar. Oke lanjut. 

Baru pertama aja udah disodorkan pertanyaan,
"Tebak ada berapa kebudayaan di Lawang Suryakencana?"
Ih ga sempet ngefoto jadi aku ambil dari google yah. Ini adalah Lawang Suryakencana.

Lawang Suryakencana
Gambar milik Pemkot Bogor
Ada 
  1. Bahasa Bunda: Lawang
  2. Bahasa Belanda: Buitenzorg
  3. Warna merah mencerminkan budaya Tionghoa
  4. Bentuk atap khas Sunda 
  5. Plus ada kujang (senjata khas) diatasnya
Dari awal aja udah ditunjukkan multikultural ya. Kagum. Lanjut ke titik selanjutnya adalah Vihara Dhanagun/Klenteng Hok Tek Bio. 

Klenteng Hok Tek Bio Bogor
Klenteng Hok Tek Bio Bogor

Jujur ini pertama kalinya masuk kedalam Klenteng. Kami diterima dengan pengelola serta dijelaskan apa aja bagian Klenteng. Katanya, Klenteng itu bukan rumah ibadah aja. Siapapun boleh masuk. Balik lagi sih ke kepercayaan masing-masing.

Mural di dinding Klenteng


Cukup amazed dengan detail bangunannya. Maklum first timer. Padahal mah di Semarang ada Kelenteng Gedung Batu tapi belum pernah main juga :P

Dari depan udah ada sepasang patung singa. Ada dewa pintu terukir di pintu masuk. Dan lukisan para pencari kitab suci. Itu lhooo yang jadi serial Sun Go Kong. Nah memang diambil dari kepercayaan masyarakat Tionghoa.

Didalamnya ada tempat berdoa dan patung dewa-dewa. Yang menarik dimataku ada kertas merah bertuliskan nama-nama. Dan itu buaaanyak. Ada yang kecil ditaruh di gelas lilin. Ada yang digantung. Tahu nggak itu apa?


Oh ternyata nama para donatur Klenteng ini. Semakin besar donasinya semakin besar nama yang terpampang. Begicuuu. Ada juga gong gede yang dibunyikan disaat-saat tertentu aja. Misal: Tahun Baru Imlek.

Hal menarik lainnya dari Klenteng ini adalah keberadaan pohon mangga besar yang konon usianya ratusan tahun. Tapi anehnya buahnya kecilll banget dan emang ga bisa gede katanyaa. Letak pohon ini ada dibagian belakang, cuma dari depan pun keliatan saking gedenya.

Lanjuut jalan lagi. Kali ini menyusuri jalan Suryakencana yang rameee pol. Ada pasar juga disitu. Tujuan kami adalah Tabib Ismail. Eits, siapa yang butuh berobat nih? Tenaang. Disini kami mencicipi jamu aja kok. Toko jamu dan rempah ini udah turun temurun hingga generasi ketiga. Pemiliknya asli Pakistan.

Jamu Tabib Ismail

Ini juga pertama kalinya aku dengan sukarela nyoba jamu. HAHAHA. Kerjanya aja di instansi pengawas Obat Tradisional, nyatanya nggak begitu demen jamu. Jamunya mirip wedang uwuh gitu kalo di Jawa. Campuran dari berbagai rempah dan akar-akaran. Pait? Iya. Tapi lebih pait kehidupan sih *HALAH. Yang pasti masih bisa diterima lidah. Habis itu dikasih permen pun buat penawar. 

Kami kembali menyusuri jalanan. Kali ini ada sebuah bangunan bersejarah. Sayangnya nggak tau siapa pemiliknya sekarang. Keliatan terawat sih, cuma kayak kosong. Kepo bangettt andaikan bisa masuk yah. Ini katanya dulu bangunan pejabat desa gitu deh. 


Inget lagu, "Aku seorang kapitan. Mempunyai pedang panjang?" apakah kamu mengira kapitan itu = kapiten? Dengan berat hati kujawab: you've been wrong all this time. 

Berdasarkan KBBI, kapitan adalah 1) gelar (sebutan) kepala daerah pada zaman pemerintahan raja, setingkat dengan camat di daerah Nusa Tenggara Timur dan Maluku; 2) kepala golongan penduduk Cina (pada zaman pemerintahan Belanda); 3 kepala dalam balatentara. Nah ini pemilik rumahnya lebih masuk ke definisi nomer 2.

Kami disitu cuma liat aja. Literally. Geser sedikit kekanan, ditunjukkan bekas hotel yang udah gak ada rasa hotelnya :( udah mangkrak banget. Sama sekali nggak terawat. Malah ketutupan tumpukan sampah. Huhu. Sad. Entah berapa kali aku berpikir, "Sayang banget pemerintah nggak merevitalisasi bangunan sejarah kayak gini. Menggandeng komunitas seperti Bogor Historical Walk." Sementara peminat walking tour gini tuh buaaanyak loh. Bisa jadi pemasukan daerah sekaligus menjaga sejarah :') nggak kebayang anak cucu dimasa depan nggak tau sejarah bangsanya sendiri. Krisis identitas.


Next bukan bangunan tetapi jalan. Ada satu lorong disini yang dijadikan tempat foto ala-ala. Walikota Bogor yang mencanangkannya. Katanya sih ini tuh mirip yang di Penang sana konsepnya. Cumaa ya aku mah belum pernah ke Penang jadi ngga bisa memverifikasi keabsahannya. LOL. 



Lorong ini yaah memang aestetik dengan daun palsu dan warna mentereng. Ada pintu dan jendela (palsu) warna-warni. Banyak juga yang antri foto dititik ini. Seperti halnya tempat hits, pasti ada pedagang asongan dan pengemis disitu. Hehe. Minus lagi baunya agak pesing. Dear pengunjung lororng(?) jaga kebersihan yuk demi kenyamanan bersama.

Masih kuat jalaan? Masih. Kalo ngga kuat ditinggal soalnya. Haha. 

Oke, titik selanjutnya adalah institusi pendidikan. Loh, ngapain? Nah yang kami kunjungi ini IBI Kesatuan. Dulunya bernama Sekolah Kesatuan. Dititik ini udah berubah jadi kampus/universitas. Dulunya merupakan TK, SD dan SMP. Sekarang untuk pendidikan dasarnya pindah lokasi ke tempat lain. Btw catnya ungu kayak almamaterku dulu alias kampus FKM Undip.

Sekolah Kesatuan Bogor

Sekolah Kesatuan jadi salah satu sekolah awal-awal yang berdiri di Bogor. Yang punya warga keturunan Tionghoa kaya raya. Memang baik hati, dermawan dan peduli dengan sesama. Salut sih sampai sekarang masih bertahan.

Udah capek baca tulisan ini? Udah? Mau lanjut atau berhenti? Haha. Sama sih kami juga saat ngikuti walking tour ini lumayan capek. 10.000 langkah ada deh kayaknya. Padahal ini belum naik turun masuk perkampungan :"))

Sepertinya Teh Echie paham peserta menglelah. Terbukti dari pada berhenti beli es jeruk, cireng, apalagi ya? Lupa. Mana ada yang ketinggalan gara-gara antrinya panjang. Yaudah deh kami berhenti sejenak di warung gelato. Yeay!

Kuppic Gelato Bogor

Ini warungnya bernuansa vintage alias jadul. Concern utama di gelato ini: halal gak ya? Mereka sih tulis klaim halal meskipun bukan sertifikasi halal MUI. Ya bismilah aja deh. Harganya lumayan terjangkau, paling murah belasan ribu. Ada rasa manis, buah, kopi, pilih aja sesuai selera. Oh ya mereka juga sediakan kopi :)) ga tau nyambungnya dimana gelato sama kopi.

Rasa gelatonya mirip sama es krim jaman dulu. Aku nyebutnya es tung-tung. Tau ga sih? Itu tuh yang dibuat tradisional dengan menggoyang-goyangkan bahan es krim disekitar garam. Nah rasanya tuh asin! Makanya kami menduga cara pembuatannya kayak gitu. Ga bisa dikonfirmasi sih terlalu malas nanya. Hehe.

"Jajan doang nih?"

Engga dong. Kami naik ke lantai 2. Ternyata bentuk bangunannya jadul. Alasnya masih pake tegel. Tau ga sih? Googling dah kalo gatau. 

Buku Berbahasa Belanda

Ada tumpukan buku berbahasa belanda yang dibiarkan ngejogrok gitu aja. Sampe kami naik kebagian rooftopnya. Ini agak awkward deh. Didalem tuh ada jemuran baju penghuninya gitu :(( tujuannya apa masuk-masuk?

Ya karena bangunan ini juga salah satu yang masih dipertahankan keasliannya. Trus nih, di sebelah kanan bangunan ini ada tanah lapang. Luaaaaas banget! Dan dibelakang tanah ini berdiri bangunan tersembunyi. Jeng jeng, bangunan apakah itu? 

Seingetku ini pemiliknya masih sama dengan pemilik Sekolah Kesatuan. Sayangnya kami cuma bisa liat dari kejauhan. Padahal penasaran banget itu tuh bangunan apa dan apa isinya....banyak penonton kecewa nih.

***

Dari Suryakencana kami beranjak menuju Klenteng Phan Ko Bio. Klenteng lagi? Iyaa kaan menyusuri jejak naga. Kali ini arahnya ke perkampungan. Letaknya di Pulo Geulis. Dari peta yang ditunjukkan Teh Echie, dinamakan Pulo karena ini letaknya seperti pulau yang dikelilingi Sungai Ciliwung. Jalanannya aja ga maen-maen loh. Mendaki gunung lewati lembah dijalan sempit. Paling muat 2 motor papasan aja.

Eh, sebelum ke Klenteng kami mengunjungi seseorang spesial dirumahnya. Beliau adalah perajin "rumah". Lagi-lagi aku lupa namanya mon maap. Rumah yang dimaksud ini adalah miniatur rumah yang terbuat dari bambu. Di kepercayaan Tionghoa, harta benda yang dimiliki bisa dibawa di alam selanjutnya. Dengan cara dikremasi dengan jasad mereka. Berhubung rumah kan gabisa dibawa dan dibakar gitu aja ya, jadi dibikinlah miniaturnya. Eh, maket ga sih namanya? Ya itulah dapet kan gambarannya?

Aku ga sempet ngefoto saking fokusnya sama cerita si bapak. Ga enak juga sih karena itu tuh bikinnya dirumah yang menurutku agak privasi. Meskipun bapaknya ngebolehin ambil gambar, sih...

Jangan dikira harganya murah ya maket ini. Mulai jutaan sampe puluhan juta bisa. Kok mahal? Yha bikinnya susah cuy. Misal punya rumah tingkat tiga, ya maketnya dibikin tingkat tiga. Semirip mungkin dengan kondisi asli rumah yang dipunyai. 

Dari cerita si bapak, sekarang makin sulit menemukan perajin rumah ini. Bisa dimaklumi sebab orang meninggal kan nggak bisa diprediksi yah. Alhasil pemasukannya nggak rutin ada. Kurang menjanjikan untuk menghidupi sehari-hari. 

Setelah mendengarkan cerita si bapak, kami ke Klenteng Phan Ko Bio. Kabarnya Klenteng ini merupakan yang tertua di Bogor. Apa yang menarik dari Klenteng Phan Ko Bio? Ditempat ini ada warna Islam yang berdampingan. Di bagian belakang ada petilasan Prabu Siliwangi. Aku nggak terlalu paham yuyur intinya ini tuh menunjukkan betapa multikulturalnya Indonesia. Dan penggambaran harmonisnya hubungan antar manusia meskipun kepercayaan berbeda.



Bahkan katanya nih beberapa kali dijadikan bahan study banding tentang toleransi beragama. Salut yah. Berharap sih semoga dengan Bhinneka Tunggal Ika kita beneran menerapkan dengan baik. Nggak ada gesekan SARA hari ini dan selamanya. 

Bentar, mulai capek dan bosen nulisnya HAHA. Masih ada beberapa titik lagi yang kami kunjungi. Banyak ya? Iya yuyur ni kayak ngejar titik satu ke lainnya. Direkomendasikan badan dalam kondisi fit deh ngikutin rute Suryakencana. 

Titik berikutnya adalah...
  • Pulasara. Ini bangunan yang akan mengkremasi jenazah. Cuma liat depannya doang sih ga sampe masuk jadi kurang berkesan. Semacam fyi aja :"D
Foto milik Bogor Historical Walk

  • Toko roti Tan Ek Tjoan. Masih ada sampe sekarang tapi bangunannya udah agak nggak terawat (lagi). 


Setelahnya udah ngga fokus ke titik mana lagi :") yha gimana yha posisi siang panas + laper + naik turun rutenya. Mungkin ini sebagai masukan sih siapa tau akang tetehnya baca ini hihi. Titik kunjungan ngga perlu banyak-banyak yang penting intens(?) dan mendalam aja.

Jadinya tetep berasa fun tanpa memberatkan. Perhentian terakhir sekaligus titik berpisahnya adalah Bank Mandiri. Bank ini juga bangunan bersejarah. Ada prasasti pengesahannya.

Foto milik Bogor Historical Walk

Sooo that's it. Buatku ini pengalaman yang bener-bener menyenangkan!! Nggak akan didapat kalau jalan sendiri. Sadar diri pula aku tuh jarang baca buku sejarah. Kecuali fiksi sejarah :P  Rute Bogor Historical Walk ini ada beberapa lhooo. Bahkan ada yang dimalam hari. Mantap gak tuh??? Kepo sih tapi nanti dulu deh nunggu ada temennya aku mah wkwkwk.

Perjalanam hari itu semakin lengkap karena ditraktir makan daging ama sugar daddy temen baruwww. Bhaique kita tutup dengan bacaan hamdalah. 

Kamu pernah ikutan walking tour juga? Share donggg keseruannya. Siapa tau aku berminat xixi :3
YESSS. Wish list keceklis lagi. Bukan glamping, melainkan camping. Yang merakyat. Yang menyatu dengan alam.

Pengalaman Camping di Waduk Sermo Kulonprogo Yogyakarta

Waduk Sermo menjadi pilihan karena keliatan terjangkau. Baik dari sisi transportasi maupun akomodasi. Bisa ditempuh motoran selama 1-2 jam dari pusat kota Jogja. Jalanannya pun lumayan bagus. Masih ada yang belum aspal saat mendekati waduk, tapi cukup ramat bagi pemula. Nggak ekstrim. Perkara tenda dan printilan lainnya bisa sewa. 

Lokasi camping di Waduk Sermo sendiri ada beberapa titik. Kata pengelolanya sekitar 10. Belakangan aku baru tau ada glampingnya pula. Tinggal pilih sesuai preferensi.

Titik yang aku pilih ini itungannya nggak terlalu luas, tapi lumayan. Kenapa bilang gitu?
1. Kamar mandi + wc tertutup. Jangan harap bersih kinclong ya. Lumayan aja buat mandi dan buang air. Udah keramik.
2. Ada pos jaga. Plus udah jelas retribusi. 
3. Parkir memadai
4. Ada mushola dan area wudhu
5. Ada dermaga
6. Ada semacam bale-bale buat sekadar duduk-duduk
7. Tempat sampah (penting!)
8. Ada warung tapi lupa buka sampe jam berapa. Kayaknya nggak 24 jam.
9. Sinyal provider masih ada
Yah bukan tempat terpencil bangetlah.

Persiapan campingnya aku serahkan ke partner. Dia cuma nanya mau sewa apa aja. Sistemnya si pengelola ini kasih list barang dan harga lewat Whatsapp. Kami pilih dan bayar. DP dulu 50% sisanya dibayar waktu check out.

Informasi ada di instagram seperti biasa. Memang internet ini sangat memudahkan hidup ya. Ada beberapa akun nih yang menawarkan camping di Waduk Sermo. Sempat liat akun yang bilang tutup sementara. Akhirnya pilih yang beneran buka. Oh sempat bingung ketemu sama bapaknya gimana? Apakah dia bukan penipu? Thanks to Get Contact gak ada aneh-aneh.

Anyway, printilan yang kami pesan adalah: 
Tenda 4 orang: Rp 50.000 (gak mau pesen yang 2 keliatan kecil HAHA gak rela dempet-dempetan)
Matras 2: Rp 10.000
Flysheet 1: Rp 10.000
Kompor BBQ: Rp 25.000
Cooking set: Rp 10.000
Lampu hias tenda: Rp 20.000
Kursi 2: Rp 20.000
Meja 1: Rp 25.000
Sleeping bag 2: Rp 20.000
Gas 1: Rp 10.000
Bongkar pasang Rp 15.000 (sekalian minta dipasangin. Yakali ah pemula masang sendiri. Entah kapan jadinya ya kan)
Tikar piknik 1: Rp 10.000
Total Rp 235.000

Untuk ukuran camping harga segitu masuk akal, karena kami sama sekali gak ada yang punya. Mau beli pun bukan camper yang tiap minggu camping. 

Mungkin bisa lebih murce kalo kamu yang hobi camping punya alatnya. Akomodasi siap disana. Kami tinggal bawa diri + pakaian + makan dari Jogja.


Kami belanja di mirota kampus! Yaampun siapa sih yang ngga tau toko legend ini hihihi. Yang kami beli adalah selada, frozen food, pop mie, cokelat, beng-beng, air mineral, sosis siap makan, tusuk sate. Mau beli daging slice ternyata nggak ada. Melipirlah ke superindo. Alhamdulillah ada. Udah kelar perbekalan, cuss ke Waduk Sermo.

Panas banget gaes :') berangkatnya pas siang bolong habis zuhur wkwkwk dipikir lagi kok ya sanggup ya? Alhamdulillah selama perjalanan nggak ada problem sama sekali. Sempat berhenti sekali di masjid itupun parkirannya aja sekadar meluruskan kaki. 


Pas udah keliatan tulisan Bendungan Sermo, yang aku pikirin udah deket nih. Ternyata....kagak! Kasian deh lu udah berharap. Ternyata titik camping yang kami pilih ini ada di seberangnya bendungan. Tentunya lewat jalan muter. Mungkin bisa lebih cepet pake kapal. Ya tapi motornya mau ditaruh mana ceunah???

Camping ground-nya di ujung sono gaes

Pas aku berkomentar "Ih ternyata kita muterin bendungan doang ya daritadi tuh"
Diketawain sama penjaganya. Keliatan nggumunan yak e yo aku ki. Ancen sih.

Berhubung kami camping bukan di weekend, agak was-was kalo sepi gimana nih?
Kalo cuma tenda kami aja gimana nih?
Alhamdulillah kekhawatiran itu tidak beralasan. Camping ground-nya bisa dibilang 70% terisi. Dan nggak cuma mas-mas aja, ada mbak-mbaknya. Hehe. Selamettt.

Kami sampai sekitar jam 3-an. Langsung cek tenda. Cek barang sewaan. Ternyata nggak perlu flysheet kata bapaknya. Yaudah diganti dengan panci aja. Eh pas ngecekin barangnya....alat makannya nggak rekomen sih monanges. Jiji :") untung kebiasaan bawa sendiri aku tuh. Ada 1 set alat makan dan 2 kotak makan silikon.

Untuk tendanya dipasangin agak kebelakang. Lebih tinggi tanahnya daripada pinggiran waduk persis. Awalnya oke aja sih soalnya belom ada tenda lainnya kan tuh. Eh pas menuju senja mulai berdatangan yang lain. Ketutupan deh tuh tendanya buat memandang waduk langsung. Ya~sudah~lah~

Selain untuk camping ground ya tempat ini juga digunakan buat manusia haus postingan estetik instagram. LOL. Banyak remaja yang duduk-duduk sewa tiker bawa jajan piknik ala-ala gitu. Wow terniat sih. Aku belum pernah seniat itu. Bahkan di Kebun Raya Bogor aja engga :P applause. Kemudian dateng mas-mas motoran. Yang ini agak nyebelin ya karena merokok dan BERISIK. Padahal maknanya balik ke alam (menurutku) ya udah diem aja dengerin suara alam yang asli. Males banget huhu terutama sama asap rokok. Perlu di-banned deh rokok tuh di area camping!

Kami menunggu senja dengan....foto-foto dong. Apalagi? 



Sedih sih banyak sampah plastik di pinggirannya :( why people don't put trash on its place WHY?



Aku nggak mengambil gambar matahari tenggelam. Karena ada di sisi belakang tenda, ketutupan pepohonan. Nggak strategis. Yaudah kan aku nggak ambis. 

Sisa malam itu kami habiskan dengan ngobrol ngalor ngidul. Masak. Dengerin yang lain ngobrol dan gitaran. Kami sama sekali nggak interaksi sama tenda lain HAHA antara introvert, pemalu dan males aja. 

Pake hp kentang maupun hp apel ga bisa ke-capture dengan baik. Atau emang akunya aja yang kurang pro :))

It's one of best view I ever had. Langitnya bersih gak ada polusi. Bintangnya bertaburan. Bulan muncul. Sholat dibawah suasana kayak gitu bisa membayangkan, nggak? SO PEACEFUL. Monanges. Asli. Bagus banget. Bersyukur banget. I hope this could last forever cenah :') sekelebat lewat pikiran, "Ini kalo langit runtuh bakalan kayak gimana ya?" - si random dasar.


Alhamdulillah malam itu cerah. Hujan nggak turun. Kami bisa tidur dengan nyenyak. Jadi gini rasanya tidur hampir beralaskan tanah. Udah lama gak ngerasain. Mungkin terakhir di jaman sekolah? Wow feel so long. Mana sleeping bagnya tipis pula wkwkwk untung juga ngga terlalu dingin. Malah kata si partner: kok sumuk ya? :))

Tengah malem disebelah kedengeran grusak grusuk. Kayaknya ada yang baru dateng dan mendirikan tenda. Asli BERISIKKK why orang tuh berisik banget ya aku masih gak paham. Apa tidak bisa datang dengan senyap? *dikira spy*.

Paginya, bener dong berdiri tenda disebelah kami. Isinya cowok-cowok dengan 1 cewek. Warbiyasa sih mbaknya bisa gitu tipsnya apa ya? 


Manusia-manusia di tenda sebelah itulah yang akhirnya berhasil mengajak kami ngobrol. Diawali dengan ngasih nugget. Goreng. Mereka niat camping sih bawa minyak goreng segala. Kami mah apa atuuuh. 

Usut punya usut ternyata anak Semarang juga. Seangkatan (kayaknya). Memang dunia ini sempit. YAIYALAHHH cuma di Jogja. Bukan di Korea. Kemungkinan ketemu orang Semarang lebih besar daripada ketemu orang Seoul *gak gitu mainnya ya.

Bonus nungguin matahari terbit. Ini cancik banget asli. 


Maturnuwun gusti masih dikasih kesempatan buat menyaksikan ciptaan-Mu yang luar biasa. I'm blessed. Alhamdulillah...

***

Overall, camping di waduk sermo cukup memuaskan (terutama buat pemula). Kena pungli sekali sih sebelum pintu masuk tapi yaudahlah nggak terlalu barbar sebenernya. Aku aja yang penakut jadi asal kasih. Masih belajar buat tegas dan nggak keliatan takut nih makanya perlu traveling kesana kemari.

Kemudian masukan buat pengunjung maupun pengelola, buang sampah pada tempatnya atuh. Udah disediakan tempat sampah lho keliatan gede masa masih ga mau juga buang ditempatnya?

Buatku pribadi, masih PR untuk nggak membuat sampah selama traveling. Yang aku bisa masih sebatas bawa alat makan, tumblr, kotak makan dan tote bag. Perjalanan panjang untuk bisa nggak nyampah seperti nggak bawa AMDK atau makanan kemasan lainnya. Semoga next time bisa ya traveling minim sampah :)
Malam sebelumnya kami ditanya mau dibangunin gak? Yah meskipun biasa bangun pagi. Ga ada salahnya kan siapa tau kelewat.


Tidurnya nyenyak gak??? Nah ini. Tenda kami tuh nggak kedap suara seperti yang disampaikan host sebelumnya. Dan ternyata benar. Masih kedengeran orang ngomong. Mending sih ngomong. Ini rumpita ibun-ibun keknya. Rame banget terutama pas ketawa ketiwi. Agak mengganggu sih. Harusnya ya tahu diri sama-sama mau istirahat :')

Kemudian namanya deket gunung kan. Anginnya lumayan kenceng. Si tenda ini mengeluarkan bunyi berderit. Awalnya aku kira ada serangga di dalem tenda. Setelah beberapa kali kok berulang ya? Aku menyimpulkan sendiri karena terpaan angin. Ya, sudahlah...namanya juga di alam kan.

Trekking


Di jam 06.00 pagi pintu kamar diketok untuk bangun. Yang pada kenyataannya kami udah bangun. Hehe. Siap-siaplah untuk trekking. Ingat "hanya" trekking ya. Jaraknya bolak balik paling hanya 3-4 km lah. Masih bearable untukku. Tidak untuk teman jompoku. LOL.

Kami trekking dalam tim. Bergabung dengan rombongan lain. Ini juga caution ya karena bergabung, saling sadar diri aja tepat waktu biar ga banyak waktu kebuang.

Trekking dimulai dengan pemanasan yang dipimpin oleh tour guide. Maap, lagi-lagi lupa namanya. Setelahnya, dari keluar Rumah Atsiri menuju perkampungan rumah warga. Jalannya turunan, hati-hati. Tour guide-nya beneran jempolan. Menjelaskan tentang tanaman obat yang ada disekitar, sejarah daerah Tawangmangu, dsb. Responsif juga dengan pertanyaan yang kami ajukan.


Pemandangannya....yaAllah sangat menyenangkan. Paduan hijaunya persawahan & perkebunan, sinar matahari terik dan langit biru. Monanges :') cuma mau bengong aja liatnya. Saking di Cibinong ketemunya langit abu mulu karena polusi :')

Cerita dari tour guide-nya hanya beberapa yang bisa aku ingat WKWK yaAllah gimana cara mengingat dengan baik???

Ada cerita tentang petilasan dari Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Ada cerita tentang tumbuhan apa aja yang bisa digunakan untuk pengobatan, termasuk ada untuk mata! Ih ngeri deh ini kayaknya harus diteliti lebih lanjut. Lalu ada cerita tentang singkong khas Tawangmangu yang hanya ada di daerah ini. Digunakan untuk getuk khas-nya. Cerita tentang Gunung Lawu, dsb. Kaaan pengen mendaki gunung. Kapan, ya?

Aku kira jalurnya nggak terlalu ekstrim. Ternyata salah besar. Jalur naik turun rerumputan, licin, harus hati-hati kalo ga mau kepleset. Kami berpegangan satu sama lain. Dengan aku yang paling belakang alias menjaga ketiga ciwi-ciwi ini. Sekaligus seksi dokumentasi berhubung pada ga berani megang handphone. Oke bhaiq.



Di perjalanan balik, kami berhenti sejenak untuk minum teh. Spot peristirahatan sementara ini pas banget deh. Memandang keatas ada gunung. Bawahnya ada sawah dan jalan setapak yang estetik pol. Tehnya enak :') jajan pasarnya juga enak :') ah I love slow living wkwkw. Definisi healing-nya anak perkotaan begini.


Capek trekking, istirahat sebentar dilanjutkan sarapan. Yeay! Another makan-makan.

Menu sarapan kami adalah:
1. Rendang Tacos


Unik banget ini. Biasanya rendang dipadukan sama nasi, kuah, sambel ijo dan daun singkong rebus. Kali ini disajikan tanpa nasi, digantikan dengan selembar nacos dipaling bawah, diatasnya ada rendang + kacang merah, diatasnya lagi ada kentang goreng. Terakhir ada sentuhan sayur kering! Iya krispi kriuk-kriuk gitu. Secara keseluruhan sih rasanya "seret" ya. Kering kerontang gitu. Nacosnya nggak cocok sih buatku terlalu keras jadi ga habis.

Si sayurnya ini awalnya enak WAW ga pernah liat penyajian macam ini. Tapi lama kelamaan kayak di tenggorokan ga enak ehehe. Ya sudaahlaaah. Cukup untuk mengisi bahan bakar keliling Rumah Atsiri nantinya.

2. Fruit Platter a.k.a buah potong
3. Beverage. Minumnya disediakan infused water dan jus buah sayur gitu. Enak. Seger bats!

Tour Taman Aromatik


Kenyang makan lanjuut tour taman aromatik. Awalnya nih aku kira ngga bakal terlalu capek. Sebelumnya udah pernah kan. Tapi kok buat temenku yang jompo bilang capek :') bisa mengukur diri masing-masing lah ya. Pas capek bilang ke guide biar ngga ditinggal.

Sesuai dengan namanya, tur ini keliling taman yang isinya tanaman penghasil minyak atsiri. Ya, bukan lagi sawah atau kebun sayur buah kayak waktu trekking. Semua yang ada di taman, diolah langsung oleh Rumah Atsiri untuk dijadikan sediian farmasi berupa kosmetika. Paling banyak tentu minyak atsiri, atau hits dengan essential oil. Kemudian ada produk hand sanitizer, sabun, parfum, daan masih banyak lagi.

Disini kami diperlihatkan bagaimana cara mengambil minyak atsiri dari tanaman. Ada yang dengan disuling, ada yang diletakkan di media lilin (lupa euy namanya :P). Semua alat dan bahan tersedia pada saat taman.

Dijelaskan pula sejarah dari tanaman atsiri, kegunaan, cara tumbuh, serta berbagai trivia. Menyenangkaaan sekali buatku. Memanjakan indra penglihatan, penciuman, pengecap dan peraba. Indra pendengaran juga sih kalo beneran menyimak atau mendengarkan angin yang bertiup. Hehe.

Di beberapa titik ada tanaman yang bisa kita sentuh dan hirup aromanya seperti sereh wangi dan sereh dapur. Yang bisa dicicip: daun mint. Rasanya? Enak aja tuh :P



Lagi-lagi aku dibuat terpesona sama guide-nya. Eh nyebutnya edukator ding. Beneran berwawasan, bisa menjawab pertanyaan kami, cara menjelaskannya pun menarik. Keliatan niat dan nggak asal-asalan. Kudos to mbaknya!


Istirahat sebentar, kali ini ngadem. Yup, Museum Rumah Atsiri ini indoor. Tenang ngga bakal gembrobyos.

Tour Museum Rumah Atsiri


Kami udah diingatkan untuk makan/minum/buang air dulu sebelum masuk. Soalnya ngga boleh melakukan 3 hal tsb dan ngga ada toilet juga.


Naah, museumnya isinya apa? Buanyaaak dan sarat akan informasi. Ada sejarah Rumah Atsiri, yep bangunan ini merupakan peninggalan sejarah yang masih ada. Bentuk fasadnya masih tetap terjaga. Ada foto before after renovasi. Ada juga bagian tungku yang dipamerkan. Saat ini nggak digunakan, sih...


Dipamerkan sejarah penggunaan minyak atsiri dari berbagai kebudayaan, daerah penghasil minyak atsiri di Indonesia, fungsi minyak atsiri, dsb. Semuanya ditata apik sehingga (uhuk, ini penting) instagram-abel. Sangat jauh dari stigma museum yang gelap dan menyeramkan.




Oh ya, museum ini buat pengunjung non glamping bisa ya. Untuk masuk harus disertai edukator. Nggak bisa sendirian. Meski keliatannya dari luar kecil, ternyata luas juga lhooo. Setiap bangunan di Rumah Atsiri ini terhubung satu sama lain. Di penghujung bangunan aku sempat mengintip ruang produksinya (alias yang mengaudit yah temenku :P). 

Bukan nganter orang ya, maksudnya...

Katanya kalau datang di weekday bisa liat langsung proses produksinya. Soalnya memang dari luar diberikan kaca bening, bukan yang tembok semua. Ah, pasti seru. Belum pernah nih audit ke pabrik kosmetik *LAH.

Capek? LUMAYAN. WKWK. Saatnya makan siang. Ini dia menu terbanyak selama glamping. Apa sajakah ituuu?


1. Chicken Parmigiana
2. Swedish Meatball (haa keinget bakso-ya Ikea yang sampai detik ini belum pernah aku coba)
3. Sauted Vegetables
4. Meatball Sauce
5. Beverage
6. Butter Rice
7. Baby Potato
8. Mix Salad

Aslikk pas dateng meja kami penuh! Sangat mengisi tenaga setelah keliling berkilo-kilo meter dalam sehari. Yang aku notice dari makanan Rumah Atsiri ini: well balance. Sayur, buah, karbo, protein, semua diolah dengan rasa ENAKKKK dan penampilannya warna-warni me luv.

Biarkan gambar yang berbicara aja ya berhubung nggak terlalu pandai mendeskripsikan makanan. Kelar makan, goleran bentar di tenda, packing dan check out.

Kelas Ecoprint


Kegiatan terakhir dari glamping. Udah sisa-sisa banget tenaganya jujyuur. Ecoprint adalah sebuah seni mencetak pola tertentu diatas kain. Kali ini kami kebagian tas berbahan blacu. Alat bahannya antara lain bagian tanaman yang berwarna. Bisa daun atau bunga. Plastik sebagai media transfer, palu untuk memukul-mukul (palunya tipe ujung karet bukan besi).

Cara bikinnya?

Tempelkan pola serta warna yang diinginkan diatas kain. Pastikan bagian warna yang mau dicetak itu bersentuhan langsung dengan kainnya. Jadi misal kelopak bunga, yang warna ngejreng itu yang nempel di kain. Setelah itu lapisi dengan plastik. Tipis aja plastiknya kayak plastik fotokopian. Udah deh dipukul-pukul pake palu.

Di saat energi udah terkikis eh ini disuruh mengeluarkan energi lebih. Alhasil mleyot lah WKWK. Durasinya 30 menit-1 jam tergantung tingkat kelelahan memukul ya ges ya. Kami sekitar 30 menit aja berhubung ibu driver harus nyetir sendiri sampe Semarang. Iya, kami belum ada yang bisa menggantikan :")


AAAAKKKK cepet banget rasanya selesai. Masih gak rela. One of best experience in my quarter life ini sih. Untung temenku juga beranggapan yang sama. Kapan lagi bisa liburan bareng sobi, kan?

At the end of the day di waktu pamitan ternyataa masih dioleh-olehin lagi sama Rumah Atsiri. Yaampuuun!!! Totalitas deh. Nggak perlu cari oleh-oleh buat keluarga dirumah. Luv luv. Biaya yang dikeluarkan selama glamping buatku really really worth it! 


Makasih ya Rumah Atsiri atas pelayanannya. Semua karyawan well-trained. Gercep satsetsatset. I'm a happy costumer.
Another trip another experience. Kali ini ke arah....Utara atau Selatan, ya? Haha. Masih bersama one and only travel bestie. Tujuan utama kami adalah camping. Tapi akan aku tulis di postingan berbeda, ya. Sedangkan postingan ini lebih ke cafe hopping, maybe?

When in Jogja

Dari Jakarta ke Yogyakarta aku naik kereta ekonomi aja. Hemat beb. Tapi ya...gak nyaman sih emang dibanding eksekutif. Terutama bagiku yang kakinya agak panjang. Apalagi kereta malem ya pengennya sih tidur aja nyatanya ga bisa :') encok encok dah tuh.

Untuk pertama kalinya aku cobain mushola di kereta. Kamu udah tau belom? Musholanya terletak di gerbong yang sama dengan gerbong makan. Gak gede sih, cuma sepetak aja. Tetep lumayan. Sensasinya waduwaduwadu...harus menahan diri supaya nggak nyusruk. Katanya sih belum semua kereta ada. Bisa tanya ke kru yang bertugas/medsos KAI.

Untuk postingan ini berisi 3 tempat yang berhasil aku kunjungi selama di Jogja.

Main ke Bawa Buku

Kafe Bawa Buku Jogja

Tahu kaan kalau di Jogja tuh banyak cafe buku? Nggak tauu?? Ya ini aku kasih tau, ya. Salah satunya Bawa Buku. Informasi ini aku dapatkan dari kak Sintia. Pas banget muncul saat aku di Jogja. Langsung cek lokasi, deket banget dari Taman Sari. 

Membayar hutang main ke cafe buku yang belum terealisasi waktu di Bandung, capcus kesini. Tempatnya estetik banget. Dengan vibes tropical. Rapi pol. Dan pas kesini nggak terlalu rame. Cuma keisi 2 atau 3 meja termasuk mejaku.


Pengunjung bisa menempati area indoor maupun outdoor. Rasionya lebih banyak outdoor sih. Adem bangeeet enak kusuka.

Bawa Buku ini jualan buku yang diterbitkan penerbit indie. Jujurly banyak yang aku baru pertama tahu judulnya. Yang familiar adalah Pekerja-pekerja Hantu dari postingan kak Hestia. 

Disini aku cuma pesen minum dan cemilan berupa platter. Rasanya biasa aja sih. Edibel lah. No complaint about anything. Bagi pecinta kopi wajib pesen kopi sih disini banyak variannya. Aku pesen yang non-kopi since I'm not a coffee person.

Lupa namanya. Rasa seger poool

Makan di Parsley


Parsley. Tempat makan fancyyy. Dilihat dari harganya sih nggak masuk buatku di jaman mahasiswa. Sekarang yaa sebulan sekali bisa lah pas BM :P 

Waktu kesini kami berniat untuk makan siang. Tapiii nggak mau pesen yang berat nih. Kenapa? Karena berniat bbq di lokasi camping. Sayang kan kalo gak kemakan. Akhirnya kami pesen Thai Salad with Salmon. Minumnya lemon tea. Ditambah semangkuk Mushroom Cream Soup.

Yang sempet kefoto ini doang...

Dan semuanya ENAK monanges. Saladnya tuh berwarna warni. Rasa dressingnya cenderung asem. Tapi cocokkk. Salmonnya garing gak amis sama sekali. Porsinya gede dan suprisingly mengenyangkan lho. Padahal isinya sayur dan salmon aja.

Cream soupnya porsi gede juga! Kami udah makan berdua aja ga habis. Terpenting: garlic breadnya enaaak yaAllah gusti. Sampe kami pesen lagi 3 potong cuma Rp 5.000 nanges gak tuh :') lebih enak dari garlic breadnya pizza merah item yang cabangnya dimana-mana.

Perut kenyang hati senang.

Makan di Pengilon


Perhentian terakhir makan fancy. Ini judulnya hidden gem yang beneran hidden! Letaknya di perumahan. Melewati persawahan. Jalannya masih bebatuan belum aspal. Waktu janjian sama temenku pun dia nyasar.

Pengilon menyediakan menu vegan. Ada beberapa berkolaborasi dengan burgreen. Apakah aku tertarik? Belum. Hahaha. Kali ini pesananku adalah Quiona Wrap + Tuna. Minumnya seperti biasa es teh leci aja cukup lol. 



Sama sekali nggak menyesal yaAllah ini juga another ENAKKKKK! Mengenyangkan. Worth the price. Penampilannya cantik. Tempatnya instagram-able. Parkirnya gratis. Pelayannya ramah. Jarak dateng makan dari waktu pesan nggak terlalu lama luv.

Pengilon Jogja ini sepertinya masih di tahap pembangunan. Bukan yang 100% selesai. Masih ada semacam bale-bale/saung yang dibangun. Suasananya yaah tropical dan earth tone banget. Plus adem. Suegerrr rek. Padahal itu jam makan siang yang terik banget WKWK kami tetep nyaman DPR alias Dibawah Pohon Rindang.

Pas aku cek di internet dia ada di Jakarta coret alias Bekasi :') udah hopeless sih ga mau kesana. Males. Ke Bogor aja udah capek apalagi ke Bekasi. Tapi kalo dianter jemput sih beda cerita ya :P

***

Dahlah aku terserang virus romantisme Jogja-nya anak Jakarta. Memang Jogja se-menyenangkan ituuu untuk berlibur. Semua ada. Ramah dikantong. Nostalgic banget. Anyway harus minta maaf karena fotonya gak proper amat WKWK maklum niatnya emang menikmati momen ajaa. Alhasil foto seadanya. Yang penting cukup sih buat mendukung blog post. 

Next time mau main ke Ullen Sentalu ada yang mau nemenin? Uhuy.