Saturday, April 07, 2018

A Day in Prison

Wow, guys. I never thought I'll get an experience like this. Saya berkesempatan buat "berkunjung" ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wanita yang ada di kota saya. Tujuan saya kesini untuk membantu penelitian teman. Tahu sendirilah penelitian skripsi membutuhkan beberapa orang sebagai enumerator. Berhubung saya lagi lowong ya, ikut aja.


Malam sebelum ke Lapas saya sempet bilang ke temen yang lain. Responnya agak nggak nyambung, 
"Aku punya kenalan di Lapas. Di Cirebon tapi"
So what maan apa hubungannya deh *sigh*. 

Penelitian ini mengharuskan kami menimbang makanan sebelum dan sesudah dimakan oleh narapidana (napi) selama 2x makan, pagi dan siang. Makanya kami pagi-pagi banget habis subuh udah jalan ke Lapas. Jarak yang kami tempuh memakan waktu setengah jam dari tempat asal.

Sesampainya disana, kami diberi kartu pengenal berwarna merah bertuliskan "Tamu". Bentuknya kayak ID Card kepanitiaan biasa jadi tinggal dikalungkan di leher. Kami dapet ini setelah lewat gerbang utama. Sebelum masuk ke gerbang kedua, kami harus meletakkan handphone di loker yang tersedia. Wajib loh nggak cuma tamu aja ternyata, petugasnya juga. Tapi dengan alasan dokumentasi, temen saya berhasil menego petugasnya buat bawa handphone. Hehe. 

Melewati gerbang kedua ini kami disambut dengan tempat semacam workshop di sisi kanan dan beberapa bangunan di sisi kiri. Kayaknya di sisi kiri ini kantor petugas. Nah di bagian kanan ini ada pembagiannya lagi. Ada bagian membatik, menjahit, bordir, entah apalagi. Banyak deh pokoknya. Disitu tempat para narapidana belajar sekaligus kerja. Ada juga beberapa tanaman hidroponik yang ijo royo-royo.

Setelah itu kami harus melewati gerbang ketiga. Pengamanannya memang cukup berlapis. Maklum ya, penjara sis. Masuk kesini area narapidana which is kamar-kamarnya! Penasaran banget sebenernya sama kayak gimana sih kamar napi itu...tapi belum berkesempatan buat ngintip. 

Penelitian kami fokusnya di dapur, jadi kami segera ke dapur. Di dapur ini menyediakan makanan 3x sehari bagi para narapidana. Jumlahnya sekitar 300-an orang. Ngeliat dari papan yang tertempel di tembok, jumlah ini termasuk overload. Kapasitas seharusnya "cuma" 170-an.

Yang masak dari narapidana sendiri. Ada jatah penempatan gitu. Dan yang masak disini juga digaji dari pihak Lapas. Sempet nanya-nanya, nggak seberapa sih dapetnya. Hanya di kisaran puluhan ribu perbulannya. Waktu denger alasan kenapa seneng ditempatin di dapur, jawabannya bikin nggak tega. Katanya, dengan ditempatkan di dapur mereka bisa bebas mau masak sesuai keinginan.

Ya, makanan disini kan ada jadwalnya dan dijatah. Yang namanya makan untuk orang banyak ya nggak bisa enak-enak banget. Seperti kata dosen saya, "Makanan di Lapas ya emang dibikin nggak enak dan nggak nyaman" memang bener. Kalo dibikin enak, betah dong nanti di Lapas?

Ada sih kantin atau koperasi yang menyediakan makanan dan minuman. Tapi lagi-lagi dibikin nggak enak dengan harganya yang mencapai 3x lipat. Kami aja yang mau makan akhirnya memutuskan cari diluar Lapas. Masih sayang sama duit, bok! Hehe.

***

Ngomong-ngomong tentang sistem makan dan masaknya, disini menu dibagi menjadi 10 harian. Dari hari pertama sampai hari kesepuluh berbeda-beda. Menunya terdiri dari makanan pokok (nasi), lauk, sayur, dan kadang buah. Di hari ke-11 menunya balik lagi sama kayak hari pertama.

Menu sarapan pagi itu nasi, ubi rebus, oseng kacang panjang, dan kacang tanah bumbu balado. Porsinya ternyata lumayan banyak. Kok tahu? Yaiyalah kan ditimbang. Hahaha. Jangan heran ya, kami emang penelitiannya menimbang makanan itu. Berat nasinya sekitar 180-250 gram. Lumayan sih. Tapi kami nggak nyicip rasanya kayak apa. Makanan ini ditaruh tepak (kotak makan) bermodel ala tupperware. Tiap orang dapet jatah satu. Makan pagi dibagi pukul 06.30.

Setelah selesai makan, tepaknya dibalikin lagi ke dapur dalam keadaan bersih udah dicuci sama napi. Kecuali punya responden yang diteliti ini. Kami menimbang makanan sisanya. Dan, saya disini terkejut sekaligus sedih. Banyak banget sisa makanannya di dalem tepak itu :(

Saya yang nggak biasa liat food waste langsung kepikiran sama orang-orang diluar sana yang buat makan aja susah. Huhuhu. Bahkan ada yang di lepaknya utuh nggak tersentuh sama sekali. Padahal sisaan itu langsung dibuang gitu aja di trash bag. Sedih nggak sih? 

Ngelihat kami yang kayaknya dumfounded, napi di dapur berkomentar. "Belum tentu juga yang habis itu beneran dimakan. Bisa aja dibuang loh, Mbak."
Oh, iya? Wah sayang banget ya. Pikiran saya langsung mikir, buat makan kayak gini negara udah habis berapa ya? Mana banyak yang dibuang-buang pula. Mubaziir.. Emang bukan salah napi juga sih kalo nggak selera makan. Tapi ya gimanaaa...

***

Gimana rasanya ketemu napi? 

Awalnya ada rasa takut. Gimana dong ya, ini napinya kasusnya macem-macem. Ada korupsi, pembunuhan, penipuan, dan yang paling banyak: narkoba. Ditambah imajinasi akumulasi dari nonton drama + novel. Narapidana (kebanyakan) digambarkan dengan tampang sangar dan aura mengintimidasi. Kenyataannya? Yaaa emang dari cara ngomong mereka agak keras dibanding orang biasa. Tapi ya nggak ya mengintimidasi gimana sih. We can still communicate just like other people. Well, they also human being. Remember.

Di Lapas ini fasilitasnya bisa dibilang komplit, ada salon, ada bagian kesehatan yang juga menyediakan dokter kulit. Sampe krim pagi malem pun buat yang mau beli ada. Belum lagi ada wartel berjejeran! Dan ada tivi-nya. Haduh, bayangan saya Lapas yang terisolasi salah besar. Kalo kayak gini sih itungannya nggak ketinggalan update dunia di luar Lapas.

Cara ngomongnya mereka asal nyablak gitu. Kerasa sih, bedanya. Waktu kami kembali dari luar habis makan tuh, ada yang nanya,
"Mbak, diluar panas nggak?"
"Panas bu"
"Oiya? Kirain di dalem aja yang panas. Kan disini banyak dosa *ketawa*"
Busyeet gampang banget gitu kalo ngomong kayak tanpa beban hahaha. Duh padahal kami juga banyak dosa kali, bu..

Di lain kesempatan kami bantuin nyuci. Ada ibu-ibu yang nggak bisa nuang sabun cuci piring.
"Mbak ini caranya gimana ya?"
"Gini bu (sambil ngajarin)"
"Maklum ya mbak kelamaan di penjara otaknya nggak dipake *ketawa*"
"..."

Paling parah bercandaan setengah serius. Si ibu ini nawarin ke kami buat minjemin kartu "Tamu" yang tadi.
"Mba pinjem deh, dua hari aja. Saya mau ke Jakarta nih naik pesawat. Besok juga udah balik."
"Bu ada petugas loh di belakang saya"
"Halah mbak nggak papa udah biasa"
Ngomongnya santai parah kayak sama temen sendiri ku terkejut sis!

Waktu di Lapas saya terngiang-ngiang dari novel yang pernah saya baca. Ada geng-gengan gitu nggak ya? Kata temen saya sih ada. Liat aja sama ibu-ibu yang menggerombol dan cerewet, itu pasti ketua geng-nya LOL. Ada yang suka sesama jenis gitu nggak ya secara sekamar dalam waktu yang lama? Daaan berbagai pikiran lainnya.

Mungkin yang paling bikin berhati-hati justru nasihat dari napi korupsi. Dia ini sebelumnya kerja di Dinas Kesehatan dan sekarang dijebloskan ke penjara. Dia mengingatkan kami buat hati-hati terutama saat berurusan dengan uang dan program. Yesss, banyak banget celah untuk korupsi di sistem pemerintahan kita ya. Saya mengakui itu. Tinggal bagaimana kita bisa jujur atau enggak. Btw, nyontek itu juga termasuk korupsi kan?

2 comments

  1. Wahhh pengalaman yang super sekali! Dulu pernah sih waktu SD ikut abi dan murid-muridnya ke lapas. Tapi kan masih kecil, gak seberapa ingat.

    Kalau lapas, kok malah ingatnya geng-gengan, tapi lucu-lucuan gitu xD

    Setuju nih aku sama kak Luluk. Aku paling gakbisa lihat makanan yang terbuang gitu aja. Yaudah sini kumakan aja. Apa ya~ bukan 'itu kan duit gue sendiri yang kepake beli'. Lebih dari itu!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya ini tu lebih ke menghargai sumber daya yang semakin terbatas juga gituu...gak sih? *malah nanya*

      Delete

Halo! Terimakasih sudah membaca. Setiap komentar masuk akan dimoderasi. Untuk komentar dengan anonim tidak akan saya balas, ya. Yuk biasakan menjadi diri sendiri di dunia maya!