Wednesday, December 14, 2016

Tidak Seburuk yang Kamu Kira

Semakin sering berinteraksi dengan banyak orang semakin membuat saya sadar hal-hal yang menjadi kekurangan dan kelebihan saya. Cerita ini pun tak lepas dari keberadaan saya di organisasi.

Setelah dua tahun menjalani satu organisasi yang sama, tahun ketiga adalah tahun giliran kami angkatan 2014 untuk memimpin. Kami mau tak mau harus menempati pucuk-pucuk pimpinan. Disini kami diberikan sebuah angket yang berisikan beberapa pertanyaan. Intinya: apakah kamu akan lanjut ke tahun ketiga? Bersediakah kamu menjadi Pemimpin Umum/Wakil Pemimpin Umum?.


Peraturannya setiap yang memutuskan lanjut di tahun ketiga diwajibkan untuk membuat visi misi dan memaparkannya. Terlepas dari kesedian maju menjadi Pemimpin Umum maupun tidak. Singkat cerita, saya menjadi salah satu yang wajib memaparkan visi-misi. Tak lain karena pilihan saya untuk melanjutkan kontribusi di tahun ketiga.

Saya datang dalam kondisi yang bisa dibilang tanpa persiapan sama sekali. Fisik maupun mental. Ditambah, saya mendapatkan undian pertama untuk maju. Deg! Rasanya ingin menukar nomor saja. Selama pemaparan saya bisa merasakan suara saya bergetar, volume tidak beraturan dan tercekat ala-ala gugup. Dilanjutkan sesi tanya jawab saya berkali-kali menanyakan kembali apa yang ditanyakan oleh anggota kepada saya. Se-tidak siap itu.

Akhirnya memang saya tidak menjadi Pemimpin Umum. Oke itu lain cerita. Bukan itu poinnya. Poinnya entah kenapa saya merasa telah mempermalukan diri saya sendiri dengan ke-tidak siapan yang begitu jelas. I feel like I'm digging my own grave! Hahaha. Saya tidak sanggup untuk sekedar mengangkat kepala. Apalagi menatap wajah para anggota yang telah mendengarkan pemaparan visi misi saya.

*** 

Beberapa hari kemudian saya berbagi apa yang saya rasakan pada saat pemaparan itu ke salah satu teman. Yang saya dapatkan adalah...jeng jeng! I wasn't that bad actually. Semua itu hanya ada di pikiran saya. Ternyata orang lain tidak menganggap itu memalukan.

At that time I knew I was wrong! Saya begitu rendah diri sampai-sampai bisa berpikiran se-sempit itu. Saya tidak seburuk yang saya kira. Yang membuat saya buruk tak lain pikiran saya sendiri.

Dari percakapan itu saya mengevaluasi diri. Sepertinya selama ini saya sering melakukan hal buruk tersebut. Tidak menghargai - atau lebih halusnya: kurang menghargai diri sendiri. Selalu menganggap diri saya lebih rendah dari orang lain. Padahal bila ditelisik lebih dalam saya tidak seburuk itu!

***

Saya tentu tak ingin berhenti pada poin mengetahui kekurangan saya. Saya memutuskan untuk mencari penyebabnya. And here's some reasons why.

Saya melakukan sesuatu untuk mendapatkan pujian
Duh, like seriously?!?!? After all this time? Saya kurang ikhlas dalam mengerjakan sesuatu. Hahaha. Kalau tidak ada pujian yang saya dapatkan saya merasa sia-sia apa yang telah saya kerjakan. Solusinya: perlu belajar ikhlas lebih dalam lagi.

Membandingkan diri sendiri dengan orang lain
Sebenarnya hal ini baik, tapi kalau dilakukan untuk intropeksi diri. Nah yang saya lakukan setelah membandingkan diri ini malah ujungnya menyalahkan apa-apa yang saya nggak punya untuk mencapai hal tertentu. Mungkin seperti cari kambing hitam gitu. Kan salah ya.

Tidak berusaha semaksimal mungkin
Maunya jadi terbaik tapi usahanya setengah-setengah. Ya nggak bakalan dapet lah yaa.

Penyebabnya sudah tahu, lalu apa yang bisa dilakukan? Intinya sih..saya perlu lebih menghargai diri sendiri. Jadi teman-teman, hargailah diri sendiri sebelum menghargai orang lain. Bagaimana kita berharap orang lain untuk menghargai kita kalau dari kitanya belum bisa menghargai diri sendiri?

2 comments

  1. Seuju paragraf terakhir. Kita harus hargai diri sendiri dulu. Sehingga bisa leih banyak menghargai orang dan tentunya lihat sisi positif orang lain

    ReplyDelete

Halo! Terimakasih sudah membaca. Setiap komentar masuk akan dimoderasi. Untuk komentar dengan anonim tidak akan saya balas, ya. Yuk biasakan menjadi diri sendiri di dunia maya!