Tuesday, September 14, 2021

Review Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang - Fumio Sasaki

Review Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang - Fumio Sasaki

Judul: Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Penulis: Fumio Sasaki
Tahun Terbit: 2018
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman: 284

Sinopsis


Fumio Sasaki bukan ahli dalam hal minimalisme; ia hanya pria biasa yang mudah tertekan di tempat kerja, tidak percaya diri, dan terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain—sampai suatu hari, ia memutuskan untuk mengubah hidupnya dengan mengurangi barang yang ia miliki. Manfaat luar biasa langsung ia rasakan: tanpa semua “barangnya”, Sasaki akhirnya merasakan kebebasan sejati, kedamaian pikiran, dan penghargaan terhadap momen saat ini. 

Di buku ini, Sasaki secara sederhana berbagi pengalaman hidup minimalisnya, menawarkan tips khusus untuk proses hidup minimalis, dan mengungkapkan fakta bahwa menjadi minimalis tidak hanya akan mengubah kamar atau rumah Anda, tapi juga benar-benar memperkaya hidup Anda. Manfaat hidup minimalis bisa dinikmati oleh siapa pun, dan definisi Sasaki tentang kebahagiaan sejati akan membuka mata Anda terhadap apa yang bisa dihadirkan oleh hidup minimalis.

Review


Hidup minimalis sudah menjadi tren beberapa tahun belakangan. Dimulai dari meledaknya buku beberes ala Konmari hingga dibuat series. Kemudian bermunculan buku sejenis. Public figure di Indonesia pun ada yang mulai mempraktikkannya, seperti Raditya Dika.

Aku termasuk yang tertarik dengan topik ini. Beberapa followingku menerapkan konsep ini, yaitu mba Astri Puji Lestari dan Khoirun Nikmah (founder Gemar Rapi). Asupan konten yang aku dapat baru sebatas instagram, kemudian berlanjut ke kelas Eco Family beberapa bulan lalu. Konten dari buku justru belum tersentuh. Padahal aku punya bukunya tuh Konmari, nggak juga dibaca :P

Selain alasan mager baca non fiksi, aku khawatir dengan buku terjemahan kurang bisa dinikmati. Padahal belakangan aku baca beberapa buku dari luar negeri enak aja tuh bahasanya. Emang harus mengubah mindset aja sih.

Buku Goodbye, Things pertama kali aku liat di iPusnas. Tapi aku tergerak untuk baca justru di Gramedia Digital. Nggak berekspektasi apa-apa justru membuatku puas berhasil menyelesaikannya.

Apa yang dibahas di buku ini?


Ada 5 bab dalam buku ini. 
1. Mengapa Minimalisme?
2. Mengapa Kita Mengumpulkan Begitu Banyak Barang?
3. 55 Kiat Berpisah dari Barang; 15 Kiat Tambahan untuk Tahap Selanjutnya dalam Perjalanan Menuju Minimalisme
4. 12 Hal yang Berubah Sejak Saya Berpisah dari Barang-Barang Kepemilikan
5. "Merasa" Bahagia Alih-alih "Menjadi" Bahagia

Di awal buku, pembaca sudah ditunjukkan dengan foto perbedaan minimalis dan maksimalis. Perjalanan dari apartemen bertumpukan barang hingga minim barang. Ada pula potret beberapa minimalis selain penulis disertai takarir (caption) penjelasan.

Konsep minimalis sebenarnya nggak ada yang baku. Namun Fumio Sasaki mendeskripsikan bahwa minimalis tidak sama dengan punya sedikit barang. Minimalis menurutnya adalah konsep dimana kita tahu apa kebutuhan dan berusaha stick with it, nggak mau kalah dengan keinginan yang bejibun.

Biarkan hanya hal-hal yang betul-betul dibutuhkan yang tetap tinggal, dan melangkahlah maju mulai saat ini.

Baru beberapa puluh lembar aja aku udah mengiyakan. Benar. Contoh aku sendiri yang bekerja kantoran dan sesekali bertemu dengan konsumen. Agak gimana gitu kalo cuma punya kemeja 5 yang digunakan bergantian selama 5 hari kerja dan minggu berikutnya menggunakan kemeja yang sama :) 

Membuang barang nggak hanya melapangkan ruangan, tetapi dapat mengefektifkan energi dan waktu. Contoh sederhananya ketika akan bebersih, waktu yang dihabiskan seorang minimalis lebih singkat dibanding dengan mereka yang barangnya berlebih. Apalagi jika ada barang yang harus diangkat, dipindah, kemudian barang tersebut juga dibersihkan seperti patung. Dari contoh tersebut jelas seorang minimalis lebih efisien.

Rasa tidak bahagia bukan hanya akibat keturunan, trauma, atau hambatan karier. Menurut saya, rasa tidak bahagia timbul karena beban yang dibawa oleh semua barang-barang kita.

Bagaimana jika kita membutuhkan barang baru?


Menjadi minimalis bukan berarti nggak pernah beli barang baru, ya. Belilah jika memang dibutuhkan. Untuk Fumio Sasaki, ada 5 pertimbangan yang dilakukan, yaitu 1) bentuk barang minimalis dan mudah dibersihkan; 2) warna tidak terlalu mencolok; 3) bisa digunakan untuk jangka panjang; 4) strukturnya sederhana; 5) ringan dan praktiks; 6) multifungsi.

Namun sebelum membeli, ada opsi untuk 1) meminjam. Dengan cara ini mendorong manusia untuk bersosialisasi dengan orang lain. 2) menyewa. Banyak persewaan yang sekarang menawarkannya. Barulah kalau dirasa nggak ada, pilihan jatuh pada membeli.

Lagi-lagi aku mengamini poin diatas terutama meminjam. Selama ini (mungkin) kata meminjam diasosiasikan dengan hal buruk. Padahal bisa menghemat pengeluaran. Kecuali pinjam duit ya :P akupun pernah meminjam blazer, karena aku tahu benda tersebut jarang dipakai. Pun dengan persewaan, biasanya sewa baju adat/nasional untuk acara tertentu. Hanya digunakan setahun paling nggak sekali. Sisanya? Hanya menumpuk di lemari.

Satu hal yang nggak sreg sih: hanya memiliki 1 nomor rekening. Oooh tidak semudah itu, Ferguso. Aku butuh beberapa nomor untuk split budget dengan baik :D selebihnya I'm okay with this book's content.

***

Pada akhirnya, minimalis bukanlah suatu tujuan akhir. Melainkan metode. Apa yang dicapai? Kebahagiaan. Karena menurut Fumio, dengan menjadi minimalis dia merasa lebih bahagia, bersyukur, dan teratur hidupnya dibanding dia di masa lalu. Dibanding barang, dia lebih berinvestasi ke pengalaman serta hubungan dengan manusia. Nice reading. Aku malah merasa ini kok mirip buku psikologi, ya?

Saking yang dibahas ketenangan batin, detachment terhadap barang, mempersiapkan "kepergian". Good book to start a journey to be a minimalis.

3 comments

  1. aku juga udah mulai mencoba hidup minimalis nih mbak, ya walaupun gak langsung ekstrim semua barang dibuang, tapi paling gak aku udah membatasi membeli barang yang gak diperlukan

    ReplyDelete
  2. Tetap ngeblog ya mbak. Aku suka semua cerita nya. Awalnya aku cuma cari podcast islami, terahir keterusan baca yang lain. Dan aku juga lg memahami ttg minimalism setahun belakangan ini. Jarang sekali skrg ada yg rutin nulis blog. Thank you

    ReplyDelete
  3. Aku juga tertarik nih sama minimalisme, tapi aku tau aku nggak akan benar-benar jadi orang yang minimalis banget karena aku sadar bahwa aku punya jiwa materialis juga hahahaha. Tapi ya mostly aku berusaha ngurangin sampah sih makanya aku juga ngikutin Astri Pudjiastuti, aku juga berusaha beli barang-barang yang tahan lama, misalnya alat cukuran yang metal bukan plastik, talenan kayu bukan plastik, dan pake menstrual cup.

    Aku juga setuju banget kalo kita harus membiasakan lagi pinjam meminjam. Dulu waktu SD aku ingat setiap butuh baju warna khusus buat acara sekolah aku bakal pinjam bahkan nyari sampai ke rumah tante supaya ngga perlu beli hahaha. Buat perkakas semacam palu dan tangga itu juga bisa banget minjem tetangga sekalian buat bersosialisasi apalagi kalau kita jarang pakenya.

    ReplyDelete

Halo! Terimakasih sudah membaca. Setiap komentar masuk akan dimoderasi. Untuk komentar dengan anonim tidak akan saya balas, ya. Yuk biasakan menjadi diri sendiri di dunia maya!