Friday, January 18, 2019

#10YearChallenge yang Sesungguhnya

"Cha, ikutan 10 years challenge deh"

"Hah, apaan?"

"Itu, yang lagi viral di IG"

"Kudu ngapain gitu?"


"Buset, ini anak kagak ada updatenya sama sekali," batin Lina. Seperti biasa, dia mengecek laman instagramnya. Ternyata ada tantangan yang sedang viral. Sebagai anak FOMO alias Fear Of Missing Out, Lina nggak mau ketinggalan.

"Kamu posting foto 10 tahun lalu ama sekarang. Trus dibandingin gitu loh Ca. Let's see how hard puberty hit us," jelas Lina.

"Kasih contoh dulu deh"

*gambar terkirim*

Lina mengirim gambar yang udah dia buat sebelumnya. Satu foto diri saat berusia 10 tahun - tepat 10 tahun yang lalu - memakai baju tidur bermotif polkadot. Disebelahnya ada foto yang baru saja diambil sehari sebelumnya.

"Nggak ada bedanya gitu," respon Caca. "Nih, udah aku posting juga," lanjutnya.

"Nah, gitu dong. Udah gaul kan sekarang?" goda Lina.

***

Keesokan harinya di siang hari. Lina dan Caca duduk manis di kantin kampus. Mereka sedang menunggu pesanan makan siang.Kelas statistik selalu sukses membuat perut keroncongan. Paduan angka dan dosen yang wajahnya menakutkan nggak hanya menguras otak. Tapi juga energi tubuh.

Sembari menunggu, Lina mulai membuka gawainya. Ia mengeklik tagar #10yearchallenge yang kemarin dia ikuti.

*scroll...scroll..*

Jarinya terhenti. Matanya tertuju pada satu gambar yang ada. Berbeda dengan foto bertagar #10yearchallenge lainnya, foto ini agak berbeda. Dan sedikit mengusik batinnya. Segera ia menunjukkannya ke Caca.

"Ca, lihat deh," katanya sambil menyorongkan layar gawai ke hadapan Caca. Caca yang sedang melamun, memfokuskan pandangannya ke layar

*Deg!*

Keduanya terdiam. Foto di hadapan mereka membuat miris. Di satu sisi terlihat foto pantai yang bersih. Keterangan tertulis 10 tahun yang lalu. Airnya berwarna biru, pasir putih bersih. Sedangkan di sisi lainnya, masih di lokasi yang sama. Hanya saja...

"Ya ampun. Banyak banget sampahnya!" seru Caca.
Jarinya menyentuh layar hingga foto terlihat membesar. Plastik, sepatu, sedotan, duh apalagi itu? Butiran pasir putih tertutup oleh banyaknya sampah yang bertebaran.

"Sedih banget ngga sih?" celetuk Lina.

Caca menyahut, "Iya. Perubahannya drastis banget. Jadi ngga keliatan bentuk pantainya. Bikin mikir banget deh foto ini. Apa mungkin kita salah satu tersangka yang bikin kayak gini ya, Lin?"

***

Malam itu, Lina nggak bisa tidur. Masih terpikir olehnya foto yang dia lihat. "Aku nggak bisa diem aja," pikirnya. Masih memandang gawai yang menampilkan gambar tadi siang. Dia melanjutkan dengan membaca komentar yang ada. Kebanyakan mengutuk. Nggak sedikit yang menyesalkan. Tentu saja, foto yang ditampilkan bukan hal yang baik.

Satu komentar menarik perhatiannya.
"Jangan cuma mengutuk. Coba mulai dari diri sendiri. Sudahkah kita membuang sampah pada tempatnya? Memilah mana yang organik dan anorganik? Sudahkah kita mengurangi konsumsi plastik? Sudahkah ada usaha yang kita lakukan biar hal kayak gini nggak berulang?"

"Hmm, benar juga. Selama ini aku udah ngapain ya?"

Lina mencoba mengeklik akun yang menuliskan komentar itu. Ternyata feed-nya bertopik sama. Tentang ajakan untuk melindungi lingkungan dari sampah. Menurutnya, sampah di bumi - terutama plastik - sudah masuk ke batas nggak wajar. Sebenarnya bukan salah plastiknya juga. Plastik dibuat untuk memudahkan hidup manusia. Tapi manusianya kurang bijak dalam menggunakan plastik. 

"Sedotan?"

Sampah sedotan plastik sekali pakai menjadi satu dari 10 jenis sampah yang paling sering ditemukan di pantai dan lautan dunia. Menurut data asumsi  tim Divers Clean Action, pemakaian sedotan sekali pakai hanya di Indonesia saja diperkirakan mencapai 93.244.847 setiap harinya. Kalau di dunia 1 milyar saja menggunakan sedotan plastik sekali pakai, berapa banyak sampah plastik yang dihasilkan dalam sehari?

Lina teringat saat makan siang kemarin. Dia membeli es teh dan penjualnya menyediakan sedotan plastik. Memang paling enak minum es teh siang-siang, huh. Ingatannya kembali melayang ke salah satu restoran siap saji. Mereka sudah nggak menyediakan sedotan plastik. Dan pada saat itu yang dia lakukan apa? Sebal.

Tanpa tahu alasan restoran tersebut nggak menyediakan sedotan lagi. Ternyata justru tindakan mereka tepat. Nggak hanya menghasilkan profit, mereka juga menunjukkan pedulinya terhadap bumi.

"Hmm..aku beli sedotan stainless aja deh biar bisa dipake berkali-kali. Kan, dimulai dari diri sendiri," gumam Lina. Layar didepannya berganti menjadi tampilan marketplace.


***

"Lin, es teh nggak?"

"Iya, jangan pake sedotan!"

Lina mengeluarkan sedotannya dari dalam tas. Terbuat dari bahan stainless berwarna keemasan.

"Ngapain pake begituan?" komentar Caca.

"Yee ini kan usaha buat ngurangin sampah plastik. Liat tuh sedotan plastik kayak gitu ngga mungkin dipake ulang kan? Nyampah banget. Ngga inget apa sama foto pantai yang kemarin kita liat?" 

"Iyee sih. Tapi ngaruh apa?"

"Seenggaknya mulai dari diri sendiri cuy. Apa perlu kita bikin #10yearchallenge nih? Biar keliatan bakal ada bedanya ngga usaha kita nih?"

"Siapa takut?"


Tulisan ini disertakan dalam #BlogChallengeGandjelRel Parade 4th Gandjel Rel Pekan 2

13 comments

  1. Nyrutup langsung lebih enak daripada pakai sedotan, loh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kadang perlu pake sedotan biar dihemat minumnya. Haha

      Delete
  2. Keren mba.. memberi pesan moral untuk cinta lingkungan kita

    ReplyDelete
  3. Iya, Kak ... saya sekarang kalau minum juga nggak mau pakai sedotan lagi. Tapi masih mikir kalau belinya macam chattime yang ada jelly atau topping lainnya. Sedotan reusable ada yang ukuran besar nggak ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sudah ada yg diameternya besar kak, adik tingkat saya jual soalnya jd tau :D

      Delete
  4. Bisa dimulai dari kita sendiri sih untuk sadar akan sampah plastik
    miris juga mbak liatnya, bahkan di gunung ada bungkus mie instan yang tertera kadaluwarsa tahun 1997, bayangkan udah 23 tahun :(

    ReplyDelete
  5. Iya pakai sedotan stainless lebih kekinian dan mengurangi sampah plastik ya Mbak. Harganya lumayan terjangkau dan bisa dipakai ulang :).

    ReplyDelete
  6. Setuju, minimal mulai dari diri sendiri dulu sambil kasih contoh ke yang lain...

    ReplyDelete
  7. Lebih lega kalau langsung sruput yah mbak, kerasa aernya sampe tenggorokan wkkw
    Mupeng punya sedotan stailess itu hehehee

    ReplyDelete
  8. Nah.. aku baru belajar buat mengurangi juga mbak :D

    ReplyDelete
  9. Wah keren mba lulu, sampah plastik emang lagi memprihatinkan banget sekarang ya.. Kita bisa mengusahakan untuk meminimalkan penggunaan plastik, dimulai dari kita sendiri. Coba untuk ber-zero waste. Mungkin bisa follow @zerowaste.id_official atau @dkwardhani di ig. Itu akun2 yang update banget ttg zerowaste hihi. Mirip kaya @adenits juga. Semangat nulis terus mba lulu :D

    ReplyDelete
  10. Iya bener, kudu dari diri sendiri. Sy jg lagi berusaha "istiqomah" mengurangi plastik, tp yya gt, niat kudu kuat emang. Hahaha

    ReplyDelete
  11. Aku sedihhh banget bayanginnya. Kadang aku sampai berpikir biar deh pantai2 itu gausah terekspose, gausah dikunjungi wisatawan, biar kebersihannya tetep terjaga.

    ReplyDelete

Halo! Terimakasih sudah membaca. Setiap komentar masuk akan dimoderasi. Untuk komentar dengan anonim tidak akan saya balas, ya. Yuk biasakan menjadi diri sendiri di dunia maya!