Assalamu'alaikum. Hari Minggu kemarin saya menyelesaikan satu novel yang menurut saya bagus. Dalam sehari saya selesaikan. Judulnya "A Week Long Journey" karya Altami N.D. Novel itu menceritakan tentang tokoh utama yang merasa salah jurusan kuliah: peternakan. Dia passion-inya di sastra, pengen jadi novelis. Padahal keterimanya dari jalur SNMPTN (undangan). Setelah itu dia berkesempatan liburan di luar negeri selama seminggu. Nah seminggu inilah yang akhirnya membuat dia menetapkan hati untuk kuliah di peternakan.
Cerita tentang salah jurusan gini nyata-nyata ada dan banyak terjadi. Apalagi di fakultas saya, orang-orang yang saya kenal awalnya banyak banget yang merasa salah jurusan. Udah umum cerita kayak gitu. Saya pun jujur kadang masih merasa salah jurusan. LOL, Sama halnya kayak tokoh utama novel tersebut, saya pengen kuliah di sastra.
Tapi sebenarnya, standar apa yang bikin orang itu bisa menyatakan "aku salah jurusan"? Setelah melihat hasil tes kepribadian, terus nggak cocok? Atau karena bukan passion-nya yang banyak didengungkan orang? Beneran, salah jurusan?
Saya bisa memaklumi kalo ada orang yang merasa salah jurusan setelah menjalani masa perkuliahan 1-2 semester misalnya. Kan dia udah ngerasain ya apa yang dipelajari. Prospek kedepannya kayak gimana. Beban mata kuliahnya kayak gimana. Nah bagaimana dengan orang yang belum apa-apa terus bilang salah jurusan?
Solusinya apa?
Menurut saya pribadi solusinya cuma ada 2: deal with it or leave it and take the risk. Loh kok deal with it? Gimana caranya?
Contoh saya ajalah pribadi. Saya suka nulis, eh kuliahnya di kesehatan. Apakah nulisnya kehenti gitu aja? Nggak bisa meningkat? Nggak juga kok. Malahan saya cari cara lain: ngeblog. Ikutan pers kampus. Topik nulisnya pun jadi banyak, sesuai keahlian. Nggak cuma itu-itu aja kan. Jadi bisa tahu banyak kesehatan walaupun yah saya akui blog ini belum punya banyak postingan tentang kesehatan. Heu.
Apakah saya merasa tertekan? Nggak juga. Happy kok asalkan dijalani dengan ikhlas dan mengurangi mengeluh. Hahaha.
Kompromikanlah sesuai dengan cara masing-masing. Pasti ada jalannya kalo emang itu udah passion-nya.
Yang kedua: leave itu and take the risk. Merasa salah jurusan? Yaudah, tinggalin. Ikut SBMPTN lagi, cari yang sesuai jurusan. Tentu dengan berbagai risikonya kan. Saya menggambarkan untuk yang udah kuliah ya. Risiko pertama pastilah waktunya "kebuang" 1-2 tahun dibanding temen yang lain.
But it's okay. Selama kamu merasa itu benar, dan kamu bahagia. Dan tidak merugikan orang lain. Dan...nggak melanggar syar'i kayak jadi musuhan sama orang tua, ya gapapa. Kejar aja apa yang bener-bener dipengenin dan tekuni itu. Bisa jadi ketika kamu mendapatkan apa yang susah-susah diperjuangkan, rasanya bakal lebih bahagia. Waktu males menerpa, inget lagi gimana perjuangannya untuk mendapatkan di posisi saat ini.
Duh jadi keinget drama Dream High malah. Seorang guru menasihati muridnya seperti ini.
“Your drama has a long way to go before it’s over. So don’t force yourself to go quickly. If you go slowly, you can see a lot more, in more detail, than the people who go quickly. If you ask me who would grow more between those two, I’d say it’s the one who goes slowly and sees a lot.” – Oh-hyuk
Singkat kata: pilihlah jurusan kuliah dengan hati dan hati-hati.
***
Harus diingat juga kita ini masyarakat Indonesia masih boleh bernapas lega. Dibanding dengan Korea yang kuliah seakan-akan jadi penentu masa depan (saya lihat di youtube channel Asian Boss isinya wawancara dengan beberapa orang Korea), di negara kita nggak kayak gitu. Ya kan? Mau sekolah masak, kursus, atau langsung kerja habis sekolah: nggak masalah. Masih banyak pilihan yang bisa diambil.
Whatever your choice, stick with it. Pray hard and work hard. Because in the end, hard work always paid off.
sore mbak :). salah jurusan juga atau emang sudah ditulis rabb. kalau memang harus kuliah seperti itu. deal with it . nikmati dan jalani. salah jurusan juga terjadi pada mas. pengen sejarah eh masuk jurusan teknik mesin
ReplyDeletesalah jurusan cuma istilah dari manusia gitu yaa
Deletehehehhe, ya mbak :)
DeleteKalau saya pribadi pernah merasa salah jurusan, tapi skrng saya menikmati, krn ternyata cuma milih jalan lain tp tujuannya sama hehe
ReplyDeleteTFS mbk
Niceeee :D
DeleteHello. Salam kenal sebelum nya. Dari kesehatan juga ya?
ReplyDeleteSaya merasa tertarik dgn postingan 1 ini, Karena jujur..."gue banget".
Saya sarjana keperawatan.
Lulus? Tentu,bahkan dengan IPK yg tergolong cemerlang.
Bahagia? TIDAK. Saya lebih minat masuk HI & Arsitek.
Lalu kenapa Jadi suster?
Karena saya menjalankan amanah/warisan/ permintaan terakhir Almarhumah Ibu saya (yg meninggal saat saya masih 9 thn-kelas 3 SD).
Serius, padahal itu udah 22 thn yg lalu, tp Ayah saya hanya merestui klo saya masuk Keperawatan demi menjalankan amanah terakhir ibunda. Ditanya sekarang bahagia? Tidak.
Jadi Saran saya, lebih baik keluar Di tengah2 kuliah Dan pindah jurusan, daripada tersesat dgn karir masa depan se-la-ma-nya :(
Berarti mbak tipe yg deal with it walaupun nggak bahagia dengan pilihannya ya mba. Seenggaknya mba udah punya pembelajaran nggak bakal melakukan hal yg sama ke anak mba nantinya. Be positive! :D
DeleteAku kategori yg salah jurusan. Tapi istiqomah dan kunikmatin aja. Lha piye meneh? hehehe.. kadang mengejar passion nggak harus yg sesuai jurusan juga :)
ReplyDeleteWaduh kok di kolom komentar sejauh ini pada salah jurusan ya hehehe semoga tetep happy ya mbak :D
DeleteSaya salah jurusan gak ya?? Setengahnya salah kayaknya hahahaha.
ReplyDeleteKalau udah bertemu dengan keinginan ortu emang susah banget untuk bilang gak, takutnya malah dibilang anak durhaka. Jadi, menurut saya nikmati dulu aja yang udah dijalani. Kalau udah gak tahan, baru keluar.
Saya kuliah dibidang pendidikan dan jadi guru karena diminta ortu. Asalnya gak punya minat buat ngajar.
Biar kuliahnya gak ngebosenin saya banyak ikut kursus dan kegiatan yang sesuai passion. Begitu juga pas lagi kerja, banyak ikut kegiatan yang sesuai hobby dan minat saya.
Kurang lebih sama lah mba, yg penting bisa dinikmati ^^
DeleteWah aku juga lagi nulis tentang salah jurusan, mba. Untung saja aku nggak ngalamin mba :)
ReplyDeleteAlhamdulillah :)
DeleteAku salah masuk Kampus,,, hihihi
ReplyDeletesalamkenal
Dulu aku mencoba untuk leave it and take the risk. Leave it nya gagal, malah take the risk dan akhirnya deal with it. Wkwkwk
ReplyDeleteKarena risk nya terlalu besar? Wkwk
DeleteAwalnya aku berpikir kalau aku salah jurusan. Tp lama kelamaan aku jadi nyaman di jurusan itu
ReplyDeleteMakasi mbak Lulu, atas postingan ini, saya menemukan teman (lagi) yang salah jurusan :) I go to deal with it, cuz it's too late to move, i guess. Sedang nyusun skripsi ini, doakan lancar ya
ReplyDelete