Wednesday, September 21, 2016

Berkah Kejujuran untuk Masa Depan


Beberapa hari ini publik kembali dikejutkan dengan kasus korupsi yang menyangkut pejabat negara. Tidak tanggung-tanggung, jabatan yang diemban adalah sebagai Ketua. Kasus ini membuktikan bahwa kejujuran saat ini bisa dibilang barang mahal. Sulit untuk dicari. Sekalinya didapat, banyak yang berusaha untuk menghilangkan jejak kejujurannya. Jujur sebagaimana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai lurus hati; tidak berbohong (misalnya dengan berkata apa adanya); 2 tidak curang (misalnya dalam permainan, dengan mengikuti aturan yang berlaku). 


Berbicara mengenai kejujuran, saya sendiri mengalami naik turunnya rasa jujur dalam diri. Semua bermula saat saya mulai masuk ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Bersekolah di SMP negeri, saya melihat bahwa mencontek menjadi hal yang lumrah. Bahkan aneh jika ada satu anak di kelas yang tidak mencontek. Ia langsung dicap sok pintar lah, sombong lah, dan berbagai cap lain yang berkonotasi negatif. Demi bisa diterima di lingkungan, saya pun turut serta melakukannya.

Hal ini terus berulang hingga saya duduk di bangku SMA. Kemudian saat kelas X menjadi titik balik perubahan saya kembali menjalankan nilai kejujuran. Sebutlah Pak Ahmad, guru fisika. Beliau sangat tidak menyukai murid yang mencontek. Pernah suatu kali beliau menjadi pengawas saat ujian. Saya masih ingat betul, saat itu pelajaran yang diujikan adalah Geografi. Singkat kata, teman di belakang saya meminta jawaban. Saya langsung menunjukkan lembar jawab saya ke belakang. Tepat saat itu,  bapak pengawas ini menegur saya. Beliau menyuruh saya mengumpulkan lembar jawaban saat itu juga. Padahal saya belum selesai mengerjakannya. Belakangan ketika hasilnya dibagikan, saya tahu beliau menuliskan kata "NYONTEK" dengan tinta merah di kertas saya. Nilai yang saya dapatkan pun dikurangi 10 poin hingga membuat nilai akhir saya tidak tuntas.

Yang saya rasakan saat itu kesal, dendam kesumat, merutuk dalam hati. Maklum namanya masih jiwa muda nggak mau merasa salah. Hanya saja saya merasa malu dengan teman sekelas. 

Lalu di kelas XI takdir mempertemukan saya dengan beliau sebagai guru fisika. Beliau selalu menekankan "nyonto marai bodho". Mencontek membuat bodoh. Saya yang sudah pernah mengalaminya sendiri, nggak berani lagi untuk mencontek saat ulangan fisika. Ternyata dari situ perlahan-lahan saya mulai meninggalkan kebiasaan mencontek tanpa disadari. Betapa beruntungnya saya!

Dan apa yang saya dapatkan dari kejujuran ini? Sungguh balasannya sangat tinggi dan tidak disangka-sangka. Saya lulus seleksi perguruan tinggi negeri jalur undangan (SNMPTN) alias tanpa tes. Dan mereka yang lolos SNMPTN di kelas saya juga bukan orang yang suka mencontek. Malah setiap kali ujian dia tidak pernah menengokkan kepala sama sekali. Khusyuk menekuri lembar jawabnya. Saya tahu sekali teman-teman saya kompak membeli kunci jawaban ujian nasional. Alhamdulillahnya teman yang menjual itu tahu saya bukan tipe seperti itu. Bahkan dia tidak menawarkan kunci itu pada saya sama sekali. Jadi saya nggak perlu menolaknya.


Bagaimana dengan mereka yang membeli kunci jawaban? Ada teman saya yang membeli kunci dan katanya sih, menjadi peraih nilai tertinggi ujian nasional di sekolah. Kenyataannya dia harus luntang-luntung mencari kuliah. Di ujian tertulis (SBMPTN) dia nggak lolos. Di Ujian Mandiri pun nggak langsung lolos juga. 

Pelajaran yang didapat: bersikap jujur pasti akan membawa kebaikan yang tak diduga. Sungguh, persaingan mendapatkan bangku kuliah sangat ketat. Banyak yang rela membayar les berjuta-juta hanya demi mengamankan satu bangku di perguruan tinggi favorit. Dan saya mendapatkannya tanpa harus mengeluarkan uang sepeser pun.

Kenapa sih jujur itu penting?
Dengan bersikap jujur dapat mencerminkan pribadi seseorang. Apakah dia layak untuk dipercaya? Orang jujur akan lebih dihormati daripada mereka yang tidak.

Nah, untuk menanamkan kejujuran pada adik maupun anak kita, tentunya perlu pembiasaan sejak dini. Ingat: bisa karena biasa. Biasa karena dibiasakan. Untuk dibiasakan perlu pembiasaan. Cara termudah adalah dengan memberikan contoh. Anak cenderung meniru perilaku orang disekitarnya. Bila orang tua, ataupun kakak bersikap jujur, ia akan mencoba menirunya. Maka sangatlah penting bagi orang tua untuk selalu bersikap jujur di hadapan anak. Jangan sampai, anak menjadi pribadi yang tidak jujur karena memang tidak ada contohnya. Buatlah anak merasakan: aku anak jujur dan aku bangga.

2 comments

Halo! Terimakasih sudah membaca. Setiap komentar masuk akan dimoderasi. Untuk komentar dengan anonim tidak akan saya balas, ya. Yuk biasakan menjadi diri sendiri di dunia maya!