Tuesday, November 08, 2016

Momentum Journalistic Fair 2016: Jurnalisme, Realitas dan Tantangannya


https://www.instagram.com/p/BMaZ-BRjC3X/
Lanjut ke materi selanjutnya. Yang belum baca bagian pertamanya bisa klik disini.

Setelah Pak Heychael ada materi tentang Produksi Jurnalistik gitu. Tapi saya nggak nyatet banyak. Waeyoo? Karena materinya teori banget, hehe. Kayak penulisan berita harus piramida terbalik, jenis berita reportase, investigasi, and something like that. Bisa lah dipelajari sendiri nanti.



Ada pertanyaan dari saya kepada pemateri yang berasal dari media cetak, Suara Merdeka. Pertanyaan saya adalah kenapa masih bertahan di tengah adanya internet dan banyak portal media lain? Ade yang ada di sebelah saya nyikut ya sambil bisikin "Ya kalo ditutup karyawannya pada kerja apa?".

I just smiled. Saya pengen dari perspektif orang yang terjun langsung. Dan beliau ini menjawab bahwa memang udah dipersiapkan menuju kesana. Suara Merdeka (koran Jawa Tengah) pun udah punya versi portal internetnya. Sedangkan yang cetak lebih ditujukan kepada generasi berumur yang mau baca. Ehm, padahal saya aja masih baca koran Suara Merdeka setiap hari loh :))

Lanjut ke materi ketiga sesuai dengan judul postingan ini: Jurnalisme, Realitas dan Tantangannya. Wuih, kedengeran berat nggak? *plis jawab aja iya* LOL maksa.

Yang membawakan materi ini adalah....coba tebak siapa? Alfito Deannova! *applause*. Maap alay wkwk. Seneng aja bisa ketemu jurnalis yang selama ini cuma lihat di TV. Padahal udah pernah juga sih ketemu Prabu Revolusi. Beliau juga saat ini bekerja untuk CNN Indonesia. Cuma saya jarang nonton sih. Apa malah nggak pernah ya? Seringnya dulu kayaknya waktu di TVOne. Yak, beliau emang melanglang buana dari SCTV, TVOne, sampai sekarang di CNN Indonesia.

Beliau mengawali materi dengan menceritakan kronologis cerita sebuah kasus kemudian menanyakan apakah kasus tersebut disebut realita? Atau fakta? Lumayan yah memusingkan otak buat saya yang saat itu belum ngerti dimana perbedaannya coba.... -_-

Mau tau nggak jawabannya?
Nih menurut beliau ya bukan menurut saya lho *yaiye*. Realitas itu masih menimbulkan multi tafsir. Dan tidak ada yang salah dalam konteksnya. Contohnya gini ada orang menceritakan bahwa pagi tadi sebuah mobil dan sebuah truk berkecepatan tinggi telah melaju di jalan dan pada waktu tertentu kedua kendaraan tersebut bertubtukan hingga menyebabkan meninggalnya sang supir. Itu disebut dengan realitas.

Faktanya? Cerita diatas dinamakan kecelakaan lalu lintas. Jadi fakta itu diambil dari realitas yang kemudian dijadikan kesepakatan bersama.

Kenapa harus panjang lebar jelasin realita dan fakta? Ini berhubungan dengan definisi berita. Yaitu merekonstruksikan realitas untuk disebarluaskan. Beda ya dari informasi. Bedanya berita itu harus terkandung 3 unsur: aktual berarti benar-benar baru, faktual artinya sesuai dengan keadaan, serta berpengaruh.

Masih ada lagi yang didefiniskan, yaitu pers. Pers adalah sebauh forum informal yang membela kepentingan publik untuk kontrol sosial.

Selanjutnya beliau memaparkan apa aja format berita TV. Nggak terlalu jelas sih menurut saya jadi skip aja. Yang ditekankan di sesi ini adalah kita (bener kok kita bukan kami...) sudah memasuki era konvergensi.

Jadi gini maksudnya konvergensi itu media akan ada dimana-mana dan saling berhubungan. Udah nggak jaman lagi orang nungguin berita di kanal media mainstream. Sekarang lebih banyak breaking news yang berasal dari sosial media. Twitter, salah satunya. Bahkan di CNN Indonesia ada program yang mengulas trending topic dari Twitter.

Di zaman kayak gini semua orang bisa jadi penyampai pesan. Tapi tetep belum tentu bisa jadi bagian dari jurnalistik. Karena untuk menjadi jurnalis harus mengutamakan hal yang utama (ini apa maksudnya masa saya lupa deh -_-).

Lalu beliau juga bahas tentang....awkarin. Iya awkarin dimana-mana dah. Beliau memuji kreativitas awkarin dalam memanfaatkan media sosial. Ya, memang udah banyak sih mereka yang main di media kayak blogger pun melihat dari sudut pandang lain bukan dari perilakunya awkarin. Dengan media sosial dia bisa meraup keuntungan 2 miliar per tahun. Ini kata mas Alfito sih tapi beliau nggak menyebutkan sumber datanya. Ada juga cerita tentang ibu-ibu yang jualan di tokopedia dengan penghasilan 30 juta per bulan. Hmmm...menggiurkan. Haha.

Intinya kita sebagai manusia harus bisa mengikuti perkembangan zaman biar merasakan manfaatnya. Gitu sih kurang lebih yang disampein mas Alfito.

Sesi berikutnya simulasi jadi reporter. Ini yang ditunggu-tunggu kayanya yah. Yang maju Raysha (PSDMnya PH), Ade (you must know her well since I wrote about her in some of my posts), dan mas Jasman (PU Momentum tahun lalu).

Mas Alfito memberikan tips buat reporter yang live report.
Pertama, biar nggak grogi nih. Buatlah seolah-olah bicara sama 1 orang. Anggep aja orang terdekat siapa aja boleh sahabat, ibu, kakak, adik, yang kalo kita ngomong sama dia nggak ada batesnya. Kedua, pasti reporter pegang mic kan? Nah mic nya itu beri jarak 4 jari dari dagu. Nggak terlalu dekat, juga nggak terlalu jauh. Ketiga, kaki selebar bahu. Keempat, mata fokus. Penting ini lihatnya cukup ke kamera jangan lirik sana lirik sini apalagi salah fokus kalo ada cogan lewat, lol. Yang terakhir ini paling penting: percaya diri. Biar bisa percaya diri mas Alfito ini bilang "Anggep aja diri kamu itu paling ganteng atau paling cantik. Cukup. Nggak usah mikirin baju gue udah bener belum ya kancingnya, itu bakal ngerusak banget."

Terakhir di sesi tanya jawab. Saya nanya nih hehe. Pertanyaannya intinya gimana kalau ada beda pendapat sama pemilik stasiun TV, ya seperti kita tahu lah TVOne itu punya siapa. Mas Alfito menjawab selalu ada toleransi yang diberian bila tidak sesuai dengan idealisme kita. Namun tentu saja toleransi itu ada batasnya. Bila sampai batas tertentu udah nggak bisa ditawar, satu-satunya jalan ya mengundurkan diri. And that's what he did.

Pertanyaan kedua sekaligus terakhir tentang pengalihan isu. Mas Alfito jawabnya santai sih. Sebenarnya pengalihan isu itu yang ngelakuin bukan media. Tapi justru narasumber yang melakukan biar media itu nggak memotret kasus tersebut terus menerus. Saya sendiri antara setuju nggak setuju sih ya karena pada kenyataannya memang ada yang dari pihak medianya.

Daaan dengan pertanyaan kedua berakhirlah Momentum Journalistic Fair 2016. Overall seneng banget karena banyak ilmu baru yang didapatin. Btw moderatornya sesi mas Alfito itu temen saya waktu MI ngga tau masih inget sama saya apa enggak haha. Keren deh dia moderatorinya sama sekali nggak kaku.

Semoga postingan ini bermanfaat yaa!

Post a Comment

Halo! Terimakasih sudah membaca. Setiap komentar masuk akan dimoderasi. Untuk komentar dengan anonim tidak akan saya balas, ya. Yuk biasakan menjadi diri sendiri di dunia maya!